Jangan bangunkan singa yang sedang tidur.
Pribahasa itu seolah masih melekat dalam ingatanku ketika Bella, putriku yang sangat aku sayangi, menanyakan arti pepatah itu semalam. Entah dari mana dia mendapat kalimat berat seperti itu, dia memang anak yang pintar.
Namun aku merasa termenung dengan pribahasa tersebut, seolah mengingatkanku pada sesuatu, apakah aku seekor singa? Apa pepatah itu memang dibuat untuk menyindirku? Entahlah.
Justru aku lebih merasa jadi kucing peliharaan sekarang, terkurung di pantry sebuah kantor polisi dengan aroma kopi yang dapat menyegarkan otak. Aku sangat menikmati setiap tegukan kopi yang aku buat sendiri. Terlalu pahit atau terlalu manis itu tidak akan membuatku kecewa, karena kopi hanya kopi, minuman itu selalu menggairahkan fikiran.
"Curt, kau dipanggil Pak Erwin di ruangannya" salah satu polisi lain menemukan tempat persembunyianku. Tidak ada celah buatku untuk menikmati harum kopi ini lebih lama.
"Baik, aku akan segera ke sana."entah apa yang membuat atasan tertinggi di kantor ini memanggilku ke ruangannya. Penghargaan atau makian akan aku nikmati dengan tenang, seperti ketika aku meminum sisa kopi yang belum aku habiskan tadi.
Aku berbelok sekali untuk menuju ruangan pak Erwin Putra. Pintu ruangan itu sudah terlihat di depan mata, tercatat jelas namanya pada bagian tengah pintu tersebut. Aku tersenyum sinis melihatnya., setelah mengetuk sebanyak dua kali kemudian aku membukanya.
"Pagi pak" aku pikir jam sepuluh masih termasuk kategori pagi, namun nadaku kaku melihat beliau membelakangiku di balik meja kerjanya.
Perlahan kursi itu memutar menghadapku, terlihat sosok pria seumuran denganku duduk di sana, dengan kemeja biru tua dan dasi hitam yang melambai rapi di dadanya.
"Curt. Duduklah" senyum itu menghantarku untuk duduk di hadapannya, di depan leptop yang terbuka di atas meja kerjanya. "Kamu sudah kerja berapa lama di sini?" tatapnya mengangkat kedua alis dengan nada ganjal ke arahku.
"Sebelas tahun?" aku sendiri tidak begitu yakin dengan jawabanku, namun rasanya kurang lebih memang segitu, pak Erwin mengangguk seperti setuju dengan jawabanku.
"Cukup lama juga ya" beliau membenarkan posisi duduknya dan berdehem sekali, sikapnya membuat teka-teki yang membingungkan. Tidak biasanya beliau bersikap seperti ini. "Selama ini tidak ada masalah, kan?" senyumnya terlihat tenang namun sedikit kaku.
"Saya rasa begitu" nadaku mulai datar. Aku sengaja mendinginkan ekspresi dan suaraku, teka-teki yang di berikan olehnya membuatku sedikit emosi.
"Saya berharap juga begitu" seolah beliau tidak menggubris sikap dinginku.
Mata beliau melirik ke arah laptop di hadapan kami, aku sudah mengira ada sesuatu di balik laptop tersebut, aku masih menatap tajam ke arahnya. Sekali menghela nafas tangan Pak Erwrin memutar laptop tersebut ke hadapanku.
Aku masih mempertahankan ekspresi beku ketika melihat video tentang diriku di sana, di layar laptop itu. Aku melihat cuplikan gambarku sendiri, terlihat aku sedang menembak dan mengoyak tubuh atau leher beberapa orang. Video itu memperlihatkan aku yang sedang membunuh, bukan hanya satu bahkan lebih dari lima orang.
Tidak lama pak Erwin memutar kembali layar laptop tersebut ke hadapannya. Aku masih diam tidak mengerti bagaimana video itu bisa berada di kantor polisi ini, di tempatku bekerja dan di mana aku sedang mencoba menjalani hidup normal sebagai manusia yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
CURT - TAMAT
Ficción GeneralCurt menata hidupnya senormal mungkin. Hingga suatu saat terjadi satu hal dan menyebar ke hal lain, mengharuskannya masuk kembali ke dunia hitam.