Catatan Kedua Belas

67 6 0
                                    

Aku bangun tepat jam sepuluh pagi. Aku masih merasa kesepian dengan tidak adanya suara teriakan senang Bella di rumah ini. dengan berat aku bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, berusaha mencari kesegaran dengan mengguyur seluruh tubuh dengan air dingin.

Selesai memakai baju aku masih belum merasakan kesegaran yang dicari, dalam diriku terasa ada yang ingin aku minum. Mungkin aku harus pergi ke Red Bar untuk meneguk beberapa minuman di sana. Tempat 24 jam sejenis ini adalah penyelamat bagi kaum 'gila' sepertiku.

Pelan aku melangkah menuju mobil, aku sedikit mengendap untuk menghindari Bibi Vera yang tidak terlihat di depan rumahnya. Aku tidak sepenuhnya menghindar darinya, tapi aku hanya tidak mau berbohong lebih jauh lagi kepadanya. Ya, mungkin itu termasuk menghindar juga.

Dengan cepat aku menyalakan mesin mobil dan mengendarainya, menuju tempat penghilang rasa stress tersebut.

Sesampainya di sana aku hanya melihat beberapa mobil yang terparkir di depan bar. Sepertinya tidak banyak orang yang datang di siang hari, atau bahkan mobil-mobil itu sengaja dititipkan karena mereka terlalu mabuk untuk mengemudi. Aku tidak tahu pasti akan hal itu.

Kakiku melangkah masuk, aku melihat Vivian yang sedang membersihkan meja bar. Dia melihat tubuhku masuk dan tersenyum heran melihatku datang di siang hari. Aku menghampirinya dengan senyum lemah.

"Malam Curt?" ejeknya mengucapkan selamat datang kepadaku, aku tersenyum mendengar godaan itu. "Wine?" lanjutnya menawarkan.

"Satu gelas besar bir, please." aku membuatnya terdiam. Dia sudah paham dengan diriku, aku memesan bir ketika aku memiliki masalah atau merasa stress berat.

Tidak lama kemudian tubuhnya berbalik dan membawa pesananku. Dengan cepat aku meraihnya lalu seteguk aku memasukan cairan itu ke dalam kerongkonganku.

"Ada masalah apa Curt?" dia bertanya langsung pada inti pembicaraan. Aku menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan darinya.

"Anakku di culik, di Sandra." Vivian tentu terkejut mendengar kabar ini.

"Siapa?" dia penasaran dengan nama si pelaku.

"Leo. Leonardo." aku kembali meneguk bir itu dengan rasa emosi. Vivian menganga tidak mengerti.

"Bagaimana bisa?"

"Dia sempat menemuiku, dia memintaku untuk bergabung lagi dengan komplotannya. Tapi aku menolak, mungkin dia merasa sedikit kesal atau kecewa dengan penolakan itu. Hingga ide busuk yang melibatkan putriku tercetus dari otak kosongnya." aku menjelaskan dengan singkat.

"Aku akan membantu sebisaku Curt." nadanya memberiku belas kasihan, aku tersenyum senang mendengar kalimat tulus darinya.

"Kabari aku kalau telingamu mendengar tentang tempat penyandraan anakku." aku yakin Leo atau anggota komplotannya beberapa kali suka main ke tempat ini. mencari lelaki bermuka keras untuk dijadikan pembunuh bayaran yang berada di bawah kekuasaannya.

"Maksudmu dia tidak ada di sana? bersama Leo?"

"Aku tidak yakin akan hal itu. Dia sangat licik." Vivian menghembuskan nafas kasar setelah mendengar opiniku.

"Aku akan berusaha semampuku." dia berkata dengan tegas.

"Thanks." aku kembali meneguk bir-ku. Dia tersenyum senang karena bisa berusaha membantuku, dia bisa saja membantuku untuk hal ini. aku berharap dia segera menghubungiku dan memberi kabar tentang keberadaan Bella.

CURT - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang