"Vivian?"
"Curt?"
"Apa kau ada waktu malam ini?"
"Aku punya sekitar dua jam bebas keluar. Ada apa?"
"Aku sudah parkir di depan Bar."
"Ok, aku segera ke sana." seketika aku menutup sambungan telephone tersebut.
Di saat langit sudah gelap, mobilku sudah terparkir di depan Red Bar. Perlahan mataku meyebar ke lampu yang berkelip meriah sambil menunggu Vivian datang. Terdengar sedikit kejam memintanya untuk menolongku malam ini tapi hanya dia sahabat wanita yang aku punya.
Hampir sepuluh menit kemudian dia terlihat keluar, aku menyalakan mesin mobil memberi pertanda keberadaan mobilku. Dengan cepat dia melihat ke arah mobilku dan menghampiriku.
Dengan cepat Vivian membuka pintu mobil lalu masuk dan duduk di kursi penumpang.
"Hai." sapanya kaku, aku tersenyum melihat wajahnya yang cantik. "Apa ada hal serius?" lanjutnya penasaran.
"Kau bersedia membantuku?" matanya menyipit tidak mengerti. "Aku ingin kau berakting sebagai wanita penghibur." matanya melotot tidak percaya dengan perkataanku.
"Curt!" ucapnya tegas.
"Oke memang ini terdengar menjijikan tapi aku tidak punya teman wanita secantik dirimu Vivian." Oke, rayuanku mulai terdengar menjijikan.
"Jangan menggoda," dia tersenyum malu mendengarnya. "Apa ini ada hubungannya dengan Bella?" dia kembali ke nada serius. Aku mengangguk mengiyakan.
"Aku dapat tugas untuk menghabisi nyawa seorang bos saham yang sukses dan sombong."
"Dan kau memintaku untuk menjadi umpan buatnya?" aku mengangguk lagi. "Sempurna." ucapnya ketus.
"Tidak sampai kau tidur dengannya, kau hanya butuh merayunya dan mengajaknya ke dalam kamar. Setelah itu kau berpura-pura ingin mengikat kedua kaki dan tangannya ke empat sisi tiang tempat tidur, sensasi sex." Vivian bergidik mendengar penjelasanku. "setelah kau sudah selesai mengikatnya, tinggal giliranku untuk menghabisi nyawanya." aku berusaha menjaga nada suara rendah.
"Kenapa kau tidak langsung menemuinya dan membunuhnya?"
"Begitu saja di depan umum? Apa kau senang mendengar berita mantan pembunuh sekaligus mantan polisi di penjara? Aku harus bermain halus Vivian." aku menjelaskan dengan nada memohon.
"Antar aku ke tempat itu." ucap Vivian dengan tegas menyetujui untuk membantuku. Aku tersenyum senang melihat ke arahnya. Jakarta Pusat adalah tujuan kami malam ini, sebelum menuju bar elit di daerah sana. Kami lebih dulu mampir ke toko baju samping jalan untuk membeli dan mengganti pakaian Vivian menjadi lebih menggairahkan.
Dia memang cantik, aku jadi merasa sedikit menyesal ketika menolak cintanya beberapa tahun yang lalu. Aku hanya merasa tidak pantas berdampingan dengannya, aku yang kotor bagai minyak dan air. Kami tidak bisa menyatu tapi akan selalu berdampingan.
Dua puluh lima menit kemudian kami sampai di depan bar itu. Aku harap dia berada di dalam sana, dengan cepat aku perlihatkan foto si korban. Vivian sedikit merasa jijik ketika melihat foto pria gemuk dengan bibir hitam akibat rokok yang selalu dihisapnya setiap menit.
"Siap?" tanyaku melihat tidak tega ke hadapannya. Dia mengangguk pelan namun pasti. "Oke, semoga berhasil." lanjutku santai.
"Apa maksudmu? Kau tidak ikut masuk ke dalam?" tanyanya sedikit berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
CURT - TAMAT
General FictionCurt menata hidupnya senormal mungkin. Hingga suatu saat terjadi satu hal dan menyebar ke hal lain, mengharuskannya masuk kembali ke dunia hitam.