▶3

8 4 0
                                    

●○●

lagi-lagi hal yang berkaitan dengan cinta

●○●

Fiya baru saja memasuki kamarnya, kala gadis itu pulang dari rumah Jevan. sedari tadi ia terus-menerus menahan nafasnya, hingga wajahnya merah padam.

bayangan kejadian tadi masih terekam sempurna di otak Fiya. hh, gadis itu baper setengah mati.

ya bayangkan saja, Jevan berusaha mengeluarkan jokes andalannya yang malah membuatnya terlihat receh dan tertawa sendiri.

tolong garis bawahi, TERTAWA.

yap, seorang Jevan Pramudya tertawa. di depan Fiya.

hal yang sangat langka bagi Fiya untuk melihat tawa Jevan, bahkan senyum dari Jevan saja sangat susah di lihat.

"ih apasih, Van. Jauh-jauh sana! Baper gue baper!" batin Fiya.

●○●

"bun, aku berangkat ya? assalamualaikum," pamit Fiya ke bundanya.

"iya, waalaikumsalam. hati-hati ya kalian dijalan!"

di sepanjang jalan yang masih sepi dan dingin ini, Fiya semakin memasukkan tangannya kedalam saku jaket milik Vian. udara pagi ini begitu dingin, bahkan kalau bisa diibaratkan, anginnya bisa menembus tulangnya.

sesekali Fiya terkantuk-kantuk karena angin pagi ini.

"eh turun, Fi! udah nyampeee,"

Fiya pun tersadar dan segera turun dari motor. setelah pamit kepada kakaknya, ia langsung berjalan menuju kelasnya dengan mata yang sedikit lengket itu.

●○●

sepertinya hari ini, Fiya kelihatan paling menyedihkan. bagaimana tidak, sekarang ia dikantin diantara lautan manusia yang sedang sibuk berpacaran ini. ditambah lagi, Fiya sedang sendirian. teman-temannya belum selesai ulangan dan kebetulan Fiya adalah orang pertama yang selesai.

tanpa mempedulikan manusia disekitarnya, Fiya segera membawa makanan ringan miliknya ke ruang organisasinya.

cklek!

sepi, hanya ada suara kipas angin. keberuntungan bagi Fiya, ia rupanya masih tidak mau bertatap muka dengan ketuanya itu.

"eh? Fi? tumben istirahat kesini, kenapa?" tanya seseorang di pintu.

Fiya pun menoleh dan penglihatannya menangkap bayangan sang sekretaris organisasi.

"gak apa-apa, kelas gue masih di pake ulangan,"

"ooh, gue ngerjain tugas disini gak ganggu lo, kan?" tanyanya.

tentu saja Fiya menganggukkan kepalanya, ia malah merasa tak sendirian didalam ruangan yang lumayan besar ini.

●○●

Kak Vian : gue ada kelas, lo pulang sendiri gimana?
[read]

baru saja Fiya keluar dari kelasnya, kakaknya telah mengirimi pesan padanya.

Fiya : iya, gpp

Kak Vian : pulang nanti gue bawain martabak

Fiya : yang spesial kak, pake telur bebek
[read]

yasudah, kalau begini ia harus menunggu bis di halte. untung saja hari ini ia sedang tidak ada perkumpulan organisasi.

●○●

"eh eh, Fi,"

"hm"

"gue mau curhat," ucap kakak laki-lakinya itu. tumben sekali Vian curhat ke Fiya.

"curhat apa?"

"masa gebetan gue pindah ke Surabaya," adu Vian dengan nada yang sengaja ia buat sedih. Fiya mati-matian menahan tawanya.

"lo bisa juga, ya, punya gebetan?" ledek Fiya.

"ah lo mah gak asik, gini nih ditinggal Dhika seminggu, gak punya temen curhat,"

"emang kak Dhika kemana?" tanya Fiya.

"ke Bandung seminggu, ada acara tunangan sepupu katanya,"

begini lah sosok Oktavian Adhiputra yang ditinggal seorang Dhika Mahardika. bahkan ditinggal sehari saja Vian sudah seperti orang yang habis putus dengan pacarnya. galau.

bahkan mereka hampir dikira gay karena sering berdua kemana-mana.

kadang Fiya suka iri sendiri. Vian dan Dhika saja seperti orang pacaran meski mereka adalah sesama spesies lelaki. sementara Fiya dan Jevan? ah tidak tau.

●○●

geli sendiri gue ngetiknya.

▶Sayap PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang