MeryLampu-lampu jalan menerangi mataku yang terpejam. Aku masih sesenggukan dan air mataku masih mengalir. Aku menaikkan kakiku ke atas dashboard dan menutup wajahku dengan kedua tanganku. Mobil yang aku naiki melaju cepat.
Sebuah tangan yang terasa hangat memegang paha kananku. Aku tidak bergeming dan terus menangis.
"Bentar lagi nyampe, aku bawa kamu ke tempat dimana kamu ga perlu inget-inget orang tua kamu yang bangsat itu." Kata Bam sambil mengelus-elus pahaku.
Ya, aku di mobil Bam, yang baunya seperti perpaduan asap rokok dan ganja, dan alkohol tentunya.
Aku ingin sekali memukul wajah Bam karena mengatakan orang tuaku bangsat. Papa dan mama tidak bangsat, mereka hanya baru resmi bercerai, tadi sore, dan aku tidak kuat menangisinya sendirian.
Aku ke kosan Bella, berharap Bella bisa menjadi tempatku melampiaskan kesedihanku. Jangan tanya tentang Sonya. Sejak sore dia tiba-tiba ada di apartemenku, aku tidak mendengar apa-apa lagi dari dia.
Aku bahkan tidak lagi berusaha menghindarinya di kampus. Kini dia yang berbalik menghindariku. Pengecut.
Oke, balik lagi ke kejadian tadi sore. Saat aku sampai di kosan Bella, aku tidak menemukan seorangpun selain Bam dan Mona, Mona terkulai di lantai. Mereka baru menghisap ganja, Mona sudah teler dan tidak kuat membuka matanya lagi.
Saat aku ingin kembali ke apartemen, Bam menarikku ke pelukannya. Karena terlalu terbawa emosi, aku membiarkan tangisku pecah.
Bam berusaha menenangkanku sambil mengelus-elus punggungku. Saat aku mulai tenang, Bam mengambil kunci mobilnya dan menarikku keluar kamar. Membiarkan Mona sendirian di kamar.
"Kita udah sampai." Kata Bam sambil memarkirkan mobilnya.
Aku melihat ke parkiran yang agak redup. Aku tahu tempat ini. Bam biasa kesini awal Bulan bersama teman-temannya. Bukan, bukan kami. Tapi teman-teman yang dia kenal saat mulai mengenal kehidupan malam Surabaya.
"Yuk turun." Bam melepas seat beltnya.
Aku menggelengkan kepalaku, aku ingin mencari ketenangan untuk saat ini. Bam membawaku ke tempat yang salah.
"Udah, ayo, aku yang bayarin." Bam melepas seat beltku.
Bam keluar dari pintu sebelah kanan, dan beberapa saat kemudian, membuka pintu di sebelahku. Tangannya meraih pergelangan tanganku dan dengan sedikit memaksa, membawaku masuk melalui pintu berwarna abu-abu yang ada di dekat tempat parkir.
"Aku bikin kamu lupa sedih kamu malam ini." Bam tersenyum sambil mempererat tangannya yang kini ada di pinggangku.
✡✡
Dentuman musik memenuhi setiap sudut ruangan, aku hanya duduk di salah satu booth sambil memegang gelas kaca yang isinya masih belum berkurang dari tadi. Bam meninggalkanku dan pergi ke tempat orang-orang berkumpul di tengah diskotik, bergoyang mengikuti suara musik yang ribut.
Cahaya di dalam ruangan sangat redup, tapi aku bisa melihat Bam di kejauhan mendempetkan dirinya diantara perempuan-perempuan dengan pakaian minim. Mereka bergerak mengikuti musik, dan berusaha saling menggerayangi siapapun yang ada di dekatnya. Bam bahkan sudah melupakanku yang tadi datang bersamanya.
Aku memasukkan lentingan yang dari tadi hanya ada di asbak, ke dalam mulutku. Mengulum-ulum sebentar asap yang sudah memenuhi paru-paruku, lalu menghembuskannya perlahan. ruangan yang tadinya sudah penuh asap rokok semakin terlihat putih.
"Hei...." Sebuah suara muncul di sebelahku. Aku terkejut, karena bangku yang tadinya kosong kini diisi dengan seorang asing.
Aku memaksa diriku tersenyum, lalu memasukkan lentingan rokok kembali ke mulutku. Laki-laki yang ada di sebelahku, terus menatap aku. Aku bisa menebak kalau dia sudah sangat mabuk. Mencoba untuk tetap tenang, aku menenggak isi gelasku sampai habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Likes Girl ✓
RomanceDisaat Mery berpikir akan menghabiskan masa kuliahnya sendirian, tiba-tiba dia bertemu dengan Sonya...