Part 4

10.3K 752 45
                                    

Mery

"Son, bosen."

Aku meletakkan novel yang dari tadi aku baca. Aku dan Sonya tidak melakukan apapun sepanjang hari ini, hanya bermalas-malasan di apartemenku (lebih tepatnya hanya aku yang bermalas-malasan).

Minggu ini kami memasuki minggu tenang sebelum UAS, dan aku menggunakannya untuk betul-betul menikmati masa di mana tidak ada perkuliahan.

Aku tidak tau kenapa aku bisa sesantai ini, padahal dalam beberapa hari kami akan menghadapi Ujian Akhir Semester.

Berbeda halnya dengan Sonya. Sonya sangat serius dengan pendidikannya. Kalau soal belajar, Sonya adalah tipe orang yang sangat tekun, tidak heran dia sering memperoleh A di setiap mata kuliah.

Namun, aku yang sangat bertolak belakang dengan Sonya, justru juga tidak jarang memperoleh hasil yang memuaskan hampir di setiap ujian.

Kalau kata Sonya 'kamu emang dasarnya pintar dari lahir kali Mer.'

Aku melihat ke arah Sonya. Dia lebih memilih duduk di lantai, beralaskan karpet ungu yang aku beli beberapa waktu lalu karena melihat kebiasaan Sonya yang lebih suka belajar, membaca, atau bahkan bermalas-malasan di lantai.

She acts like a cat sometimes. Melihat hal itu, aku berinisiatif untuk membeli karpet tebal, dan lembut, serta beberapa bantal untuk aku letakkan di lantai, agar Sonya berhenti menggunakan bed coverku.

Sonya sedang berkonsentrasi melihat ke layar macbook yang dia tempatkan di atas pahanya. Sonya terlihat sedang fokus.

Raut mukanya serius, dan matanya bergerak searah dengan apa yang dia baca di screen macbooknya.

Jarinya sibuk mengetikkan kata-kata yang aku tidak tau isinya apa, dan tidak tertarik untuk sekedar mengetahuinya. Sepertinya sangat penting baginya.

Sebuah kacamata berbingkai hitam dan berbentuk bulat, bertengger di hidung mancungnya, posisinya sedikit turun, tapi dia membiarkannya karena sudah terlalu fokus dengan apa yang sedang dia tekuni.

Aku yang sadar bahwa apa yang barusan aku katakan tidak digubris olehnya, akhirnya lebih memilih diam.

Aku mengubah posisiku sehingga dapat melihat ke arah Sonya sepenuhnya. Aku memandangi wajah Sonya yang sedang serius.

Sonya memiliki paras menawan. Bibirnya memiliki lekuk yang indah, berwarna merah muda, dan itu adalah warna aslinya, Sonya jarang memoles lipstick di bibirnya, hanya sekedar lipgloss untuk tetap membuatnya terlihat basah, dan seksi (semua orang yang melihat bibir itu pasti memakai kata yang sama).

Kulitnya yang putih dan mulus membuatnya menjadi lebih menarik. Hidung Sonya kecil dan mancung, sangat proporsional dengan wajahnya yang oval.

Dan terakhir adalah mata Sonya. Salah satu bagian yang membuat wajahnya menjadi sangat sempurna. Mata Sonya berwarna putih bersih, seperti mata bayi, dengan pupil berwarna hitam arang, sangat indah.

Mata Sonya dapat mengungkapkan berbagai ekspresi yang ada di dalam hati Sonya. Saat dia sedang tertawa, matanya seakan ikut merasakan kebahagiaan yang dia alami, dan dengan melihat mata itu, aku bahkan bisa merasakan kebagagiaan itu.

Di saat Sonya sedang sedih, matanya memancarkan sesuatu yang redup, tak jarang air mata ikut menambah kesedihan di matanya, dan saat itu biasanya aku bahkan tidak sanggup untuk melihat ke matanya.

Aku yakin akan ikut menangis bila melihat mata itu, dan akhirnya tidak bisa menguatkannya saat dia membutuhkanku.

Aku bingung, kenapa kegiatan memperhatikan wajah Sonya adalah salah satu kegiatan yang akhir-akhir ini sangat sering kulakukan, baik saat sedang berbicara dengannya, atau tanpa sepengetahuannya (honestly, aku lebih sering melakukan yang kedua).

She Likes Girl ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang