Bagian Dua Belas

621K 47.4K 5.9K
                                    

Laki-laki yang usianya baru menginjak tujuh belas tahun itu menarik anak panahnya, mengarahkan pada pohon yang sudah ia beri tanda sebagai sasaran mata anak panah yang akan ia lesatkan nanti.

"Berhasil!" pekik laki-laki itu berjingkrak kegirangan dengan hasil panahannya. Ia berjalan ke arah pohon yang jaraknya seratus meter dari tempatnya berdiri saat ini.

Senyum terus mengembang tatkala ia melangkah, kemampuan panahnya sudah semakin berkembang dengan baik seiring latihan sembunyi-sembunyi yang ia lakukan tanpa sepengetahuan orangtuanya.

Jika orangtuanya tahu, pasti ia akan mendapatkan amukan dari sang ayah yang sangat membenci panah, pedang, dan darah. Berbeda dengannya yang sangat meminati panah dan juga pedang yang ia anggap sebagai teman yang akan melindunginya, bukan hanya melindungi dirinya sendiri, kelak ia yakin akan bisa melindungi orang tuanya dan orang yang ia sayangi tanpa menggunakan kekuatan warisan dewa yang ia miliki.

"Ampun pangeran! Langit sudah menggelap, anda harus segera pulang ke kerajaan, hamba takut nanti Baginda raja akan memarahi pangeran," seorang laki-laki berumur beberapa tahun lebih tua darinya bertekuk lutut sembari menundukkan kepalanya.

Allfred yang saat itu masih remaja, mencabut anak panahnya dari kulit pohon, meninggalkan jejak bekas tancapan ujung mata panahnya.

"Kenapa kau ikut turun ke bumi? Apa ayah tau?" tanya Allfred yang tengah mengemasi barang-barang bawaannya bersiap untuk kembali ke tempatnya.

"Tidak pangeran, hamba ikut turun ke bumi untuk memastikan pangeran baik-baik saja, karena keselamatan pangeran adalah tanggung jawab saya sebagai abdi raja selama ini," tutur laki-laki itu dengan sopan

"Hutan di bumi udaranya segar, belum dijamah tangan-tangan tidak tahu diri. Saya suka singgah ke sini untuk berlatih pedang dan panah, atau sekedar mencari ketenangan. Otak saya serasa akan meledak jika terlalu sering menghafal mantra sihir." Allfred berujar dengan tenang lantas duduk di kayu besar yang tergeletak di atas tanah.

Allfred menjadikan kayu itu sebagai alas duduknya agar pakaian khusus pangeran yang ia kenakan tidak kotor tanah.

"Anda benar pangeran, bumi memang indah. Tapi kerajaan bintang adalah tempat anda," sela laki-laki yang selalu setia mengikutinya itu.

Allfred mengeluarkan pedang mengkilat dari balik jubah belakang yang ia kenakan.

"Lebih baik kau pulang terlebih dahulu, Key. Nanti saya nyusul, dan tolong bawakan peralatan memanahku," titah Allfred memainkan pedang yang ia pegang.

Tangan Allfred bergerak dengan lincah memainkan pedang di tangannya. Senyum Allfred juga tak kunjung luntur memandangi pedang kesayangannya itu. Pedang pertama yang ia miliki. Butuh banyak perjuangan baginya untuk mendapatkan pedang itu. Pedang dengan ukiran bintang khas kerajaannya, dan ukiran namanya yang ditulis dengan apik dilapisi emas putih dan ukiran tulisan latin yang belum ia ketahui maknanya sampai sekarang.

"Tapi pangeran, saya hanya akan kembali ke  kerajaan kalau pangeran juga ikut kembali," protes pengawalnya.

Dengan gerakan cepat, Allfred mengarahkan ujung tajam pedangnya ke leher pengawalnya itu. "Ini perintah dari seorang pangeran!" geram Allfred yang tak suka perintah yang ia ucapkan dibantah, oleh siapapun.

Pengawal yang dipanggil Key itu menyatukan kedua telapak tangannya, sebagai permohonan maafnya atas kelancangannya tidak mematuhi titah sang pangeran berwajah tampan itu. Pangeran kerajaan bintang yang selalu menjadi topik pembicaraan para gadis sana, menjadi pusat perhatian tatkala rakyat tengah menjamu diistana kerajaan.

POSSESSIVE DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang