Suamiku Bukan Suamiku Part 10

10.8K 544 8
                                    

Percakapan malam itu telah memberikan pukulan telak bagiku. Walaupun Mas Pras tak pernah berkata dia akan menceraikan aku, setidaknya aku sudah mengerti apa keinginan yang ada di hatinya. Ia ingin bersama wanitanya. Mungkin keinginannya saat ini sama dengan keinginanku saat itu, saat aku sangat ingin menjadi istrinya. Aku bisa mengerti, saat hasrat dalam dada begitu menggebu ingin bersama seseorang yang kita cintai, logika sudah tidak bisa berfungsi lagi. Tapi benarkah itu cinta?

Aku sadar, ini karma yang harus kuterima. Setelah sekian lama, aku tak peduli tentang apa yang dirasakan Mas Pras. Mungkin dia begitu tersiksa hidup bersama orang yang tidak ia cintai, berpura-pura bahagia di hadapan orang lain dan harus bertanggung jawab atas diriku secara lahir batin. Ini waktunya aku harus rela melepaskan statusku sebagai Nyonya Prasetyo Wijadmiko untuk digantikan oleh dia. Dia yang namanya tak sanggup aku sebutkan.

"Assalamualaikum." Suara Aya mebuyarkan lamunanku. Dia baru saja datang dari  sekolah, tanpa melepas sepatu dia berlari kebelakang.

"Waalaikumsalam. Aya... lepas dulu dong sepatunya. Cuci kaki dan tangan," ucapku setengah berteriak, tapi percuma, Aya tak peduli dengan teguranku. Ia tetap nyelonong masuk ke arah dapur, mengambil sebotol air dingin di kulkas dan meneguknya dengan nikmat.

"Aya haus, Ma. Panas banget," ucapnya setelah mengusap bibirnya yang basah dengan sebelah tangan. Dia melepaskan tas sekolah di bahunya, duduk di ruang tengah bersamaku sambil melepas kedua sepatu dan kaos kaki putihnya. Aku pura-pura menutup hidungku, " Bau, Sayang. Jangan di lepas di sini, ah." Dia nyengir, kemudian bergegas menuju kamar mandi. Dia datang kembali padaku setelah berganti baju dengan boneka Hello Kitty kesayangannya itu.

"Adek mana, Ma?

"Ikut Tante Hilda, ke rumah Eyang."

"Ooo.." bibirnya membulat membentuk huruf o.

"Mama, Aya bingung deh sama ayah bundanya Tiara?"

"Ngapain bingung sama ayah bundanya Tiara?"

"Tadi kan, Bu Guru ngasih tugas untuk menuliskan silsilah keluarga, terus tiap anak di suruh maju kedepan sama Bu guru. Terus, Pas giliran Tiara maju,  Tiara bilang ia punya dua ayah dan dua bunda, Ma."

"Maksudnya gimana, sih? Mama ga ngerti deh?" Aku mengernyitkan dahi dan menggaruk kepalaku yang tidak gatal tanda tidak mengerti.

"Tiara bilang dia punya Ayah lama dan ayah baru terus dia juga punya bunda lama dan bunda baru. Kata Tiara lagi ya, Ma. Ayah lama tinggal sama bunda baru. Terus bunda lama juga tinggal sama ayah baru. Gitu."

"Ayah bunda Tiara itu sebenarnya yang mana sih?" Aku masih pura-pura tidak mengerti walaupun sebenarnya aku sudah paham apa yang di maksudkan oleh Aya.
"Ayah lama dengan bunda lama, dong." Jawabnya tegas.
" Mama, apa nanti Aya juga punya Papa sama Mama baru?" tanyanya dengan tatapan polos dari mata bulatnya yang indah.

Pertanyaan Aya terasa menghujam ulu hatiku,  membuat udara siang yang panas terasa semakin panas. Sedang aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku harus memutar otakku, untuk mengalihkan perhatian Aya sementara waktu, sebelum aku menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaannya itu.

"Mama... Mama, kok malah diem," aku tersadar dari lamunanku.

"Eh.. enggak kok sayang. Tadi cuma Mama cuma masih mikir," aku berusaha mengulur waktu, mencari sesuatu yang sekiranya dapat membuat Aya lupa pertanyaanya.

" Terus?"

"Mama pikir... kayaknya Mama butuh yang seger-seger, deh. Gimana kalau kita makan puding mangga dulu?"

" Oya, Mama punya puding mangga. Kenapa ga bilang dari tadi. Aya mau Aya mau, Ma." Aya terlihat sangat senang tahu ada puding mangga kesukaannya.

"Sebentar,  Mama ambilin dulu ,ya." Aku mencubit pipinya gemas.

Akhirnya aku bisa mengalihkan perhatian Aya. Bagaimana nanti aku bisa menjelaskan tentang arti sebuah perceraian pada anak-anakku. Saat Papa dan Mamanya harus berpisah. Dan ia harus memilih salah satu dari kami. Hatinya pasti akan terluka. Dan luka itu akan dia bawa seumur hidupnya.

Apalagi tentang Papa dan Mama baru yang barusan ia tanyakan. Bagaimana aku bisa menjelaskannya? Ini akan menjadi sesuatu yang sangat rumit bagi anak usia tujuh tahun seperti Aya. Ya Allah... berilah hambamu ketabahan dalam menghadapi ini semua.

-*-

Aku tersungkur di atas hamparan sajadah, tenggelam dalam doa di sepertiga malamku. Mengadukan segala keluh kesah di hati pada Sang Pencipta. Badai pasti berlalu. Ada rencana Tuhan yang indah untukku dan untuk keluargaku. Karena aku yakin semua yang terjadi di alam semesta ini tak akan terjadi tanpa ijin-Nya. Aku masih berharap keluargaku masih bisa diselamatkan, berharap ada mukjizat yang akan membuat hati Mas Pras mencintaiku, walau mungkin semuanya sudah terlambat.

Aku tidak tahu, sudah berapa lama dia memperhatikan aku. Karena khusuk berdoa aku sampai tak menyadari kehadirannya di sampingku. Dia menatapku lembut, kurasakan dadaku berdesir. Dia menghapus air mataku dengan ibu jarinya. Entah apa maksudnya. Apakah dia merasa iba padaku? Atau apakah dia merasa bersalah? Diraihnya kepalaku dalam peluknya. Erat dan hangat. Kurasakan detak jantungnya dan aroma tubuhnya. Ini kali kedua Mas Pras memelukku seperti ini. Yang pertama saat ayahku meninggal secara mendadak karena serangan jantung. Dan yang ini aku tidak tahu alasannya.

"Ratih, maafkan aku," bisiknya di telingaku.

"Aku juga minta maaf, telah membuatmu terjebak dalam pernikahan ini."

"Tidak, Ratih. Tidak, semua ini terjadi karena  takdir Tuhan." Kali ini dia memelukku semakin erat.

"Maafkan aku, jika selama ini aku belum bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anakmu." Aku melepaskan pelukannya. Kami bertatapan, lama. Kedua tangannya masih memegang lembut kedua pipiku.

"Mas, sebelum kita berce..." dia meletakkan jari telunjuknya di bibirku bermaksud menghentikan kata-kataku. Tapi aku menepisnya lembut.

"Sebelum kita resmi bercerai, aku ingin bertemu dengan Lily." Mas Pras menggeleng tanda tak setuju.

"Aku mohon..." pintaku setengah berbisik. Mas Pras tertunduk lesu. Aku segera beranjak dan meninggalkan dia. Keputusanku sudah bulat, jika dia tetap ingin menikahi wanitanya, aku yang akan mengalah. Walaupun sebenarnya dalam hati ini sangat tidak ingin berpisah.

(Bersambung)

Suamiku Bukan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang