Bagian 25

8.9K 434 7
                                    

Siang ini matahari tak begitu terik, langit berhias awan-awan. Aku dan Kak Aldo sudah berada di kafe dengan pesanan masing-masing.

"Ehm!" Kak Aldo berdeham, aku yang sempat memperhatikan jalanan lewat jendela besar di sampingku, menoleh padanya.

"Makasih ya, kamu udah mau Kakak ajak ngobrol di sini." Kak Aldo mulai bicara

Aku terkekeh. "Santai aja, Kak, kayak aku orang sibuk aja yang baru bisa diajak ngobrol gini."

"Emang gitu, 'kan? Kamu sekarang sibuk pacaran." Sedikit ada nada mencibir pada ucapan Kak Aldo barusan.

Aku terkekeh. "Mau ngobrol tentang apa, Kak?"

"Oh iya. Tadinya sih mau ngasih tahu kamu tentang ini pas acara perpisahan nanti, tapi takutnya nggak keburu jadi sekarang aja. Kakak dapet beasiswa kuliah di luar negeri."

"Hah? Serius, Kak?" Aku kaget dan Kak Aldo mengangguk sambil tersenyum.

"Wahhh... selamat ya, Kak, akhirnya cita-cita Kakak sebentar lagi akan terwujud."

Waktu itu, Kak Aldo pernah cerita padaku bahwa cita-cita yang paling ingin dia capai adalah mendapat beasiswa kuliah di luar negeri serta mengambil jurusan hukum di sana.

Sekarang terbukti. Dengan bekal otak yang cerdas serta selalu aktif di organisasi sekolah, tak ayal memang kalau Kak Aldo bisa mendapatkan beasiswa itu. Dia juga pernah bercerita, kalau dia selalu ikut les setiap pulang sekolah sampai pukul sembilan malam, untuk mengikuti tes mendapat beasiswa ini.

Sekarang, batu loncatan menuju cita-citanya sudah dia pijak. Masih ada batu-batu lainnya yang harus dipijak menuju cita-citanya itu. Dengan kemauan dan kerja keraslah mimpi kita akan terwujud. Ikhtiar juga mempunyai peran yang sangat penting di sini. Karena, jika kita tidak dekat terhadap-Nya, semuanya akan sia-sia. Karena semuanya tergantung pada kuasa-Nya.

"Usaha nggak akan mengkhianati hasil. Kalau kita punya tekad yang kuat untuk mencapai suatu hal, pasti semuanya akan terasa mudah. Ini baru awal, selanjutnya akan ada hal-hal baru dan pengalaman-pengalaman baru yang belum Kakak ketahui sekarang. Dan kamu, berjuang buat cita-cita kamu. Jangan ngerasa lelah, capek, dan jenuh, apalagi berhenti di tengah jalan kalau lagi-lagi usahamu nggak ada hasilnya. Di situlah, kamu sedang diuji, seberapa besar tekad dan niat kamu buat meraih cita-cita kamu.

"Ingat, kalau kamu mau nyerah, tanya dirimu sendiri, kenapa kamu mengawali semua ini? Apa tujuan awal kamu? Dan noleh ke belakang, sudah berapa besar perjuangan kamu selama ini? Awal-awal memang berjuang itu nggak enak, tapi setelah kamu mendapat buah manis dari perjuangan itu sendiri, rasa lelah, capek, itu pasti bakal menguap gitu aja. Jadi, be yourself. Percaya, kamu bisa meraihnya."

Ah. Nasihat Kak Aldo berhasil membukakan mataku bahwa yang namanya berjuang atau perjuangan itu tak selalu manis, pahitnya selalu mendampingi. Semuanya kembali pada diri kita sendiri. Apa niat dan tekad kita kurang bulat hingga berhenti di tengah jalan. Atau kita siap diterjang berbagai masalah dan cobaan yang membuat kita sedikit goyah, namun tak sampai membuat kita jatuh, lalu berdiri tegak siap menerima semua halang rintang di depan sana.

"Pasti, Kak. Aku bakal ingat terus kata-kata Kakak. Oh iya, Kakak berapa lama di sana?"

"Sekitar empat tahun atau lebih kayaknya. Kenapa? Takut kangen, ya?" Kak Aldo terkekeh. "Tenang aja, Kakak nggak bakal lupa sama kamu, kok. Kalo Kakak punya waktu luang, pasti kita video call -an."

Aku ikut terkekeh. "Oh iya, berangkat ke sananya kapan, Kak? Biar aku bisa ikut nganter ke bandara."

"Sehari setelah perpisahan, Kakak berangkat."

"Oh, pasti aku bakal ikut nganterin Kakak sampe bandara."

Kak Aldo mengangguk. "Kakak juga mau minta maaf sama kamu, Tari. Maaf kalo selama ini Kakak pernah nyakitin perasaan kamu, entah itu disengaja atau enggak, yang pasti Kakak minta maaf sama kamu."

Truth or Dare (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang