Judul: Juna dan Luna
Karya/uname wp: Caca/ salsabielamp3
Jumlah Kata: 715 kata (bersama quotes)
Orang yang membuat kita sangat terluka biasanya adalah orang yang memegang kunci kesembuhannya. (Critical Eleven)
***Hari ini, aku berada di kafe, menunggu seseorang yang akan datang menemuiku. Sebelumnya, kami sudah saling berjanji untuk ketemuan di suatu tempat. Dia memang layak untuk aku perjuangkan untuk saat ini, entahlah jika nantinya semuanya akan berbalik karena tidak ada satupun manusia yang tahu tentang nasib yang akan menimpanya.
Beberapa saat kemudian, datanglah dia ke kafe tersebut. Dia duduk di hadapanku, seraya mengulurkan senyum manisnya kepadaku dan berkata, "Hai, Luna." Benar, namaku Luna, dan dia adalah Juna. Kami sudah menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih sejak kami masuk di suatu universitas yang sama, dan sekarang, aku berharap semoga kami bisa menjalani hubungan yang lebih dari sekedar hanya sebagai kekasih.
"Hai juga, Juna," balasku seraya tersenyum ke Juna.
"Senang bertemu denganmu hari ini. Aku ingin membahas sesuatu yang menurutku itu krusial," ujar Juna lirih.
Seketika itulah, aku langsung mengernyitkan dahiku, pertanda bingung terhadap apa yang baru saja Juna katakan itu. Kemudian, aku berkata lagi pada Juna, "Kau ingin membahas apa, Juna? Katakan saja."
Sayangnya, Juna itu pun terdiam untuk sementara. Dia tidak menggubris pertanyaanku. Suasana menjadi hening, tetapi bagiku, itu serasa mencekam. Dikatakan demikian karena aku merasa bahwa pertanyaanku digantung oleh Juna.
Setelah beberapa saat si Juna terdiam, akhirnya lelaki itu berkata lagi padaku, "Sejujurnya, aku tidak suka dengan sikapmu belakangan ini. Kau terlalu menyebalkan buatku."
Sayangnya, aku tidak mengerti terhadap apa yang Juna ucapkan. Selama ini, hubungan yang kami bangun ini berjalan dengan mulus tanpa ada masalah yang datang menimpa kami. Entah apakah itu karena aku lupa atau apapun itu. "Apa maksudmu?" tanyaku kemudian.
"Aku ingin tahu seberapa besar kau bisa bangun komitmen untuk mempertahankan cinta yang kau rasakan sekarang ini, karena aku tahu, kau sudah benar-benar tidak memperdulikanku lagi. Semenjak ada Nico, temanmu itu, kau sudah sering mengabaikanku," ujar Juna itu lagi.
Kata-kata tersebut sukses membuatku terdiam kaku. Akhirnya aku teringat sesuatu tentang Nico, cowok yang tidak diinginkan oleh Juna, karena dianggap menganggu hubungan kami. Tetapi aku langsung membantah kata-kata Juna itu, seraya berkata, "Aku tidak mungkin berhubungan dengan Nico, Jun. Kau salah paham!"
Emosiku langsung bangkit ketika mendengar kata Nico yang telah aku pikirkan beberapa saat.
"Aku tahu kau tidak akan menerima tuduhanku ini. Asal kau tahu, kau lebih memilih Nico karena dia lebih dariku, 'kan? Apa kau anggap aku benar-benar rendah di hadapanmu, sehingga kau lebih memilih untuk menolak pergi bersamaku? Apakah kau menjalani hubungan intim dengan Nico sebelum kita resmi jadian?" Beribu-ribu pertanyaan keluar begitu saja dari mulutnya Juna, dan itulah yang membuatku refleks menampar pipi si lelaki itu. Jujur, aku kesal karena itu.
"Aku sangat terluka gara-gara kamu, Jun. Bisakah kau tidak menuduhku seperti itu? Dia hanyalah sahabatku belaka!" seruku setelah menampar Juna tersebut.
"Bohong. Dia bukan sahabatmu. Kalau dia sahabatmu, kenapa dia mengunggah foto berdua denganmu di Instagram dengan mengatakan bahwa kalian sudah jadian? Aku sangat kecewa padamu," ujar Juna dingin, kemudian dia berlalu dari hadapanku.
Lama-kelamaan, sifat aslinya Juna sudah keluar. Dia orang yang sangat cemburuan dan tidak percaya padaku bahwa Nico itu hanya sahabatku. Justru aku menganggap bahwa Nico itu cowok yang berlebihan daripada Juna yang hanya biasa-biasa saja. Tetapi siapa sangka, Juna yang lugu pada awalnya itu, kini menjadi lebih dingin dan emosian gara-gara Nico dan diriku.
Kini, Juna sudah pergi meninggalkanku, entahlah apakah hubungan kami akan berakhir atau tidak, karena Juna menggantungkan semua ini. Dia hanya menuduhku sebagai cewek yang tidak baik, kemudian pergi begitu saja.
"Juna, aku tidak mengerti lagi tentangmu. Mengapa kau selalu protektif padaku? Apakah kau sangat membenci Nico di kehidupanku? Aku sangat terluka atas sikapmu, tahu."
Air mataku mengucur deras dari kedua mataku, pertanda bahwa aku tidak bisa menutupi kesedihan ini. Sangat mendalam hanya karena ucapan yang menyakitkan.
***
Hari demi hari telah berlalu. Kini, aku menjalani hari-hari tanpa Juna dengan biasa-biasa saja. Setidaknya, aku tidak terlalu memikirkan Juna itu lagi, karena hubungan kami tidak bisa diperbaiki lagi. Semuanya telah hancur dan tidak ada lagi rasa cinta yang tumbuh di antara kami.
Aku dan Juna telah putus sejak dua minggu yang lalu.
Agar hati ini tidak terlalu merindukan Juna itu lagi, kini aku menyibukkan diri dengan apapun kegiatan yang bermanfaat di kampusku ini. Semua itu dilakukan demi menyampingkan pikiran masa lalu yang kelam tentang Juna, lelaki brengsek yang pantas untuk aku lupakan.
Selamat tinggal, Juna.
THE END
YOU ARE READING
WRITING CLASS - NOVEMBER [Inspiration by Quote]
Short StoryTerinspirasi dari masing-masing quote yang tercantum di bagian atas cerita. Ketentuan : Menulis 200 kata dalam 30 menit. Tanpa penyuntingan.