Chapter. 4

594 313 94
                                    


Fyi:v
Silahkan tekan vote, 🌟 sebelum memulai membaca, lanjut dengan bismillah
Atau baca bismillah dulu baru vote, juga terserah kalian hehehe.
Happy reading;)
#
____________________________________

"Ibu takut, pak. Kalau suatu saat anak kita salah dalam memilih pasangannya," ujar seorang wanita paruh baya.

Lelaki yang usianya lebih separoh baya yang di panggil 'Pak tersebut mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Sambil mencampurkan air, gula, dan teh. Lalu diaduk. Perawakan lelaki tersebut sangat tenang dan damai. Tidak seperti istrinya yang bertolak belakang.

"Apa yang dikatakan Shilla waktu itu ada benarnya, buk. Dia sudah besar, dia juga berhak menentukan apa yang terbaik untuknya," balas bapak.

"Iya, tapi ibu khawatir, cemas. Ibu tidak mau kehilangan putri ibu untuk kedua kalinya."

"Percayakan pada Allah, Bu. Kadang yang terbaik menurut kita belum tentu baik menurut-Nya."

"Bapak gimana, sih. Jadi orang tua itu nggak tegas! Kita sebagai orang tua harus benar-benar selektif dalam memilihkan jodoh untuk anak."

"Iya, Buk. Semua orang tua memang menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tapi kita pasrah pada yang lebih berhak. Kita hanya bisa berencana tapi Allah yang menentukan."

"Ah, percuma ibu ngomong!"

Wanita tersebut meninggalkan suaminya dengan wajah yang kesal. Sama sekali tidak mendukung apa yang di inginkan oleh si ibu. Padahal rencana menjodohkan Shilla dengan Adnan sudah sangat tepat.

Shilla pasti akan bahagia dan berterima kasih pada ibunya. Karena sudah mendukung perjodohan tersebut. Laki-laki seperti Adnan sangat susah di dapatkan untuk masa milenial saat ini. Di mana lagi bisa temukan laki-laki muda sukses, tampan, mapan dan juga kaya raya.

"Bapak ingat, tidak. Tiga tahun lalu ada seorang pemuda datang ke rumah. Dan terang-terangan melamar Shilla. Ah, siapa ya namanya. Ibu lupa."

Bapak yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa segelas teh. Mendudukkan dirinya di sebuah kursi anyaman dari rotan. Luar teras rumah.

"Ingat... "

"Tidak punya modal apa-apa. Dengan mantapnya dia melamar anak kita. Ibu, sih ndak setuju. Pemuda miskin begitu, mana mungkin Shilla akan bahagia," jelas ibu ketika ingatannya membaca raut wajah pemuda kurus yang bertamu, kala itu.

" Tapi, dia sekolah di Cairo."

"Iya, pak. Awalnya ibuk bangga. Tapi, setelah mendengar penjelasan tentang keluarganya. Ibu mulai ragu. Dia anak yatim juga piatu, sangat miskin-" tutur ibu menggantungkan ucapannya sembari mencomot pisang goreng dari balik piring.

"Ternyata, Ayahnya bukan asli orang Minang dan ibunya anak terbuang dari keluarga mereka. Apa yang hendak di banggakan, pak. Hidup mereka miskin. Dia juga bilang, ntah lanjut ntah gimana nanti sekolahnya. Yang jelas ia sebatang kara."

"Ibu jangan melihat orang dari luarnya saja. Bapak bisa melihat ketulusan dari pemuda itu. Dia sepertinya benar-benar mencintai anak gadis kita. Masalah bahagia tidaknya itu tergantung dari Shilla. Juga pandai tidaknya pemuda tersebut memuliakan istrinya nanti. Duit bisa di cari. Tapi hati dan cinta yang suci tidak bisa di beli."

My CaIm✓ [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang