Ily terperangah melihat sosok yang tengah menatapnya dengan cengiran geli. Lelaki yang ditemuinya di Tribakti kini di hadapannya bersama kedua temannya. Pura-pura tidak ingat ia pun berbalik berniat pergi dari sana.
"Eeit, mau ke mana?"
Langkahnya tercekat ketika lengannya dicekal. Ia tidak perlu menanyakan siapa pelakunya disaat wajah orang itu sudah muncul di kepala. Dengan senyum ramah nan manis Ily berbalik pada pelanggan tersebut.
"Wah, cantik," ujar pemuda yang berambut pirang, mulutnya sedikit terbuka terpesona akan wajah cantik itu.
Leon--pemuda identik dengan rambutnya menyerupai bule Sumedang itu meringis merasakan sikuan mendarat di perut. Leon hendak protes pada pelaku tetapi urung mendapatkan lirikan tajam dari sahabatnya. Alhasil ia hanya mampu mengelus perutnya.
"Anda masih butuhkan sesuatu?" tanya Ily sopan. Biar bagaimana pun orang-orang itu pelanggannya. Ia harus hormat, seperti kata orang-orang. Pembeli adalah raja. Kurang lebih seperti itu. Tapi kalau rajanya serupa dengan pemuda di hadapannya bisa dibicarakan.
"Nama lo."
"Di sini tidak ada menu 'nama lo', Mas."
Pemuda itu melotot, mulutnya terbuka lebar seakan syok. Ia berbalik menatap kedua sahabatnya yang menahan diri untuk tidak tertawa.
"M--mas?" Gagapnya menunjuk dirinya sendiri, mencerna serangan yang membuatnya mati kutu. "Apa tampang gue kayak mas-mas?" tanyanya tidak percaya.
"Dikit," frontal Leon.
"Lo mendingan kumur deh mulutnya lo kotor!" desahnya mengibaskan tangan. Kemudian kembali menatap Ily yang berusaha melepaskan cekalan tangan besar itu.
"Ck, nggak nyadar mulut dia koloni bakteri," decak Leon berbisik pada Axel. Tetapi lelaki satu itu tidak menanggapi, pandangannya hanya tertuju pada dua manusia yang bersitegang di hadapannya.
Merasa pegangan lelaki sipit itu melemah, Ily menyentak tangannya kemudian berbalik hendak berlari, namun naas ia tersandung do kursi membuatnya terlungsup ke lantai. Suara beban jatuh mengundang perhatian pengunjung lain. Semua mata tertuju pada gadis yang meringis kesakitan.
"Ly lo jatuh?" tanya Aldo berlari menghampiri.
"Nggak, rebahan," sahutnya getir.
Seraya terkekeh Aldo membantu membangunkan Ily. Sementara gadis itu merutuki pertanyaan Bos-nya. Bisa ia lihat Aldo menahan tawa, bibirnya refleks mengerucut membuang mukanya.
"Lucu?" sebelnya.
Aldo mengacak rambut Ily tanpa menjawab pertanyaan itu. Ia menoleh pada pelanggan yang sudah Aldo amati dari kejauhan, pemuda bermata sipit itu mengganggu keryawannya yang sedang bekerja. Kendati menegur Aldo tersenyum meminta maaf atas kejadian tadi. Selama tindakannya tidak melampaui batas maka pria itu akan menahan diri.
"Masuk." Aldo menoleh pada Ily, suaranya sedikit tegas dari biasanya.
Ily mengangguk berbalik hendak menghilang.
"Miranda Kerr mau ke---"
"Aku bukan Miranda Kerr!" ketus Ily berbalik memperingati.
"Miranda Kerr?" ulang Aldo menatap keduanya kebingungan.
"Namanya Miranda Kerr."
"Bukan."
"Lo sendiri yang ngaku kalau nama lo Miran---"
"Ily, itu namaku," sela Ily cepat kemudian berbalik sepenuhnya menjauh dengan menghentak-hentakkan kakinya kesal.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Incredible Brothers (TERBIT)
Teen Fiction(FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Hidup sebagai gadis panti asuhan selama bertahun-tahun telah Ily rasakan semenjak ibunya meninggal dunia. Sulit memang, tapi itulah kondisi yang harus Ily terima. Hingga suatu saat ada yang datang mengakui dirinya bahwa dia...