Espoir | 19 / re-write

18.3K 1.6K 178
                                    

🌹🌹🌹

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌹🌹🌹

Aimee

"Dear Lord, I lift up my husband to you right now. I pray that you would anoit him with strength. I pray that he would carry a smile on his face. I pray that you would send him encouragement throughout the day and use me to affirm him. Bless my husband in great ways, Ameen."

Itulah doaku setiap pagi untuk Sehan, setelah mataku terbuka saat melihatnya masih terlelap di sampingku ataupun tidak.

Sama seperti pagi ini juga pagi sebelumnya, pagi di sebuah hotel di Bandung setelah melihatnya memiliki bagian hidup lain dan pagi pertama di rumah sakit setelah tahu bahwa aku mengandung anaknya.

Doanya tetap saja sama seperti itu, tidak berubah.

Biasanya senyuman menyertai alunan doa ini, tapi dua pagi berganti justru air mata lah yang menyertainya.

Dan malam ini tiba-tiba saja aku begitu rindu kehadiran seorang Sehan Danadyaksa. Rindu tertidur di sampingnya, rindu menatapnya terlelap beberapa saat sebelum menyentuh bergantian setiap lekuk wajahnya, alis tegasnya yang tebal, hidung tingginya, bekas luka gores di pipi dan luka kecil di hidungnya, juga kumis tipis di atas bibir tipisnya. Rindu melihatnya mengerjap lalu perlahan kelopak matanya bergerak menampakan iris mata yang indah. Rindu tarikan di ujung bibirnya hingga senyum yang sangat kusukai terbentuk di sana lalu disusul suara serak ketika dia mengucapkan, "Kok kamu belum tidur?"

Seperti yang kubilang, hanya satu sisi diriku yang kecewa juga membencinya. Sementara sisi lain diriku sangat menderita, begitu merindukanya.

Siapa sangka bibir yang selalu mencium kening, hidung, kedua mata, pipi, dan bibirku setiap dia bangun, berangkat kerja, dan akan tidur itu tidak hanya menciumku. Siapa sangka pria yang selama ini kukenal tidak pernah sekalipun berbicara dengan nada lebih tinggi padaku itu menyakitiku sedalam ini. Siapa sangka sosoknya yang begitu sempurna tidak hanya untukku juga untuk keluargaku, ternyata juga sempurna di mata perempuan lain dan keluarganya. Siapa sangka pria yang sangat kucintai dan kukira hanya mencintaiku begitu dalam dan tulus, juga memiliki wanita lain untuk dicintai.

Tapi sekuat apapun aku memikirkan keburukan-keburukannya, sekuat itu pula rasa rindu yang terasa mencekikku.

Aku akui atau tidak.

Wajar kan aku merindukannya begini? Karena aku terbiasa dengan kehadirannya selama delapan tahun ini dalam hidupku juga terbiasa mencintai dan merindukannya setiap waktu.

Mungkin juga rasa rindu ini muncul karena buah cinta kami yang tumbuh di rahimku yang sepertinya sangat menginginkan kehadirannya? Atau mungkin karena dia, karena seorang Muhammad Fabian Adhitama?

"Tentu lo yang bisa jawab, lo pasti tahu mana yang terbaik buat lo, bayi ini, juga Sehan. Gue cuma pesen, apapun keputusan yang lo ambil nanti, libatkan bayi yang tumbuh di perut ini saat lo mempertimbangkan keputusan apa yang akan lo ambil."

Espoir (Amour Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang