Espoir | 26 / re-write

14.1K 527 16
                                    

Aimee

Luka itu tetap ada, tapi aku pastikan sudah membaik, jauh lebih membaik dari beberapa bulan sebelumnya. Masih terasa sakit? Tentu. Sakitnya tidak bisa begitu saja hilang, masih butuh banyak waktu sampai sakitnya mereda. Iya mereda, tidak hilang, apalagi benar-benar hilang. Pasti ada kalanya sakit itu kembali, tapi hanya akan terasa sedikit, tidak akan begitu menyakitkan. Tidak apa-apa manusiawi, karena aku punya memori. Lalu butuh waktu berapa lama sampai mereda? Tidak tahu, yang pasti butuh banyak waktu. Berapa banyak? Sangat banyak sampai aku tidak bisa menyebutkan angka tertentu sebagai tolak ukur.

Dan malam ini rasa itu kembali saat Sehan berkata, "Minggu depan kan ulang tahunnya Papi." Sehan terdengar ragu, dia sempat berhenti beberapa detik sebelum melanjutkan ucapannya, "Biel..." nama itu, "Mau datang ke ulang tahunnya Papi." Jantungku seakan berhenti mendengar kalimat terakhir yang Sehan ucapkan.

Aku memang bisa menerima keberadaan Biel dalam hidup kami. Tapi jujur, aku belum siap untuk bertemu dengan gadis kecil itu dalam waktu dekat. Hanya untuk melihat bagaimana rupanya saja aku belum sanggup.

"Kamu nggak apa-apa kalo nanti Biel datang?"

"Nggak apa-apa." Jawabku tanpa perlu berpikir lama. "Emang Papi mau rayain ulang tahun di Bandung?"

"Enggak, di rumah Pejaten. Biel nanti yang ke Jakarta. Aku dan Shanon rencananya yang akan jemput Biel ke Bandung." Sehan bergeser semakin mendekat, "Biar nanti Biel nginep di rumah Pejaten."

Aku merasa sangat jahat mendengarnya. Seolah keberadaanku ini menjadi penghalang bagi hubungan seorang anak dengan ayahnya. Seolah keberadaanku menjauhkan seorang ayah dari anaknya. Tapi apakah memang seperti itu peranku dalam hubungan Sehan dan Biel selama ini? Dan apakah seperti itu gambaran posisiku bagi Sehan dalam hubungannya dengan Biel?

Salah. Bukan begini maksudku. Bukan seperti ini yang kuinginkan.

"Biel anak kamu. Rumah ini rumah kamu. Itu artinya rumah ini juga rumah Biel, harusnya Biel nginep di sini bukan di rumah Papi."

Keterkejutan Sehan mendengar perkataanku seolah menjawab semua pertanyaan yang aku ajukan pada diri sendiri beberapa saat yang lalu. Iya benar, selama ini ternyata aku menjadi penghalang hubungan Biel dengan ayahnya. Iya benar, selama ini ternyata keberadaanku menjauhkan Sehan dengan anaknya. "Kamu nggak apa-apa aku bawa Biel ke rumah ini?" Dan pertanyaan Sehan ini menegaskan semuanya.

Aku usap wajah Sehan yang masih terlihat seperti menanti jawabanku. "Maaf ya, aku nggak ada maksud jauhin kamu sama Biel."

"Loh, kok kamu ngomong gitu? Selama ini aku nggak merasa kamu jauhin aku dari Biel."

"Tapi emang itu kan sikap aku selama ini."

"Enggak, kamu salah. Kamu bukan penyebab aku dan Biel berjarak. Aku penyebabnya. Aku sendiri yang bikin aku dan Biel berjarak. Sebagai suami kamu, aku juga nggak bisa mengenyampingkan fakta, kehadiran Biel juga salah satu luka kamu dan aku pikir terlalu cepat kalo minggu depan kamu dan Biel ketemu juga aku bawa Biel nginep di sini."

Sehan benar. Memang terlalu cepat. Tapi apa aku tega membiarkan anak berusia empat tahun yang sudah lama tidak bertemu ayahnya, yang mungkin berharap bersama ayahnya sepanjang waktu, malah ditinggal semalaman oleh ayahnya di rumah kakek dan nenek yang baru beberapa kali ditemuinya? Biel pasti merasa asing di sana, apalagi tanpa Sehan di sisinya. Mungkin Sehan akan meninggalkannya saat tidur, tapi bagaimana jika Biel bangun tengah malam, menangis mencari keberadaan ayahnya? Seperti anak berusia empat tahun pada umumnya.

Sehan juga pasti tidak akan tenang semalaman meninggalkan Biel di rumah orang tuanya. Salah jika aku membiarkannya terjadi. Jika Biel adalah aku dan aku adalah Ibu, tentu Ibu tidak akan membiarkannya.

(lanjutannya bisa dibaca dalam Novel Espoir versi cetak, PO-nya sudah dibuka ya. Untuk yang mau ikutan PO bisa cek chapter terakhir (Pre-Order Espoir ) ^___^)

 Untuk yang mau ikutan PO bisa cek chapter terakhir (Pre-Order Espoir ) ^___^)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Espoir (Amour Series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang