Aimee
4 Maret 2009, pertemuan pertama.
Jika saja bukan Ibu yang meminta, aku tidak akan mau pulang bersama pria asing yang baru saja aku temui ini. Walaupun ditemani muridku yang juga keponakannya, Nio.
Sayang sekali, belum lama mobil melaju. Nio tertidur dengan pulas di kursi belakang meninggalkan aku dan dia dalam keadaan canggung.
Sudah 10 menit tapi tidak ada satupun di antara kami yang berniat membuka pembicaraan. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah dengan dia, tapi aku sibuk menimbang-nimbang apa yang akan aku katakan untuk memulai pembicaraan.
Tiba-tiba saja teringat lagi perkenalan super canggung aku dan dia yang terjadi di parkiran sekolah lima belas menit yang lalu.
"Halo Miss, saya Sehan, Om-nya Nio." Ucapnya kaku seraya mengulurkan tangan kanannya.
"Nggak usah panggil, Miss. Aimee aja." Aku tersenyum, menyambut uluran tangan Sehan dan senyumanku semakin mengembang saat merasakan tangan Sehan yang lebih dingin dari tanganku.
Apa dia lebih gugup dari pada aku?
Teringat akan hal itu aku tidak bisa menahan tawaku hingga membuat Sehan terkejut lalu bertanya, "Kenapa?"
"Hmm? Nggak apa-apa cuma inget kejadian tadi kita canggung banget di parkiran sekolah."
"Aah," Sehan sadar, lalu ikut tertawa. "By the way, udah lama jadi guru TK?" Tanya Sehan setelah tawanya terhenti.
"Baru satu tahun, dari pas lulus aja."
"Oh, emang umur kamu berapa?"
"22, kamu?"
"Aku 26."
"Loh kata Ibu, kamu seumuran sama Abang aku?"
"Abang kamu emang kelahiran tahun berapa?"
"82."
"Beda setahun."
"Hehe, iya. Berarti Ibu salah denger." Hening lagi untuk beberapa menit.
"Repot nggak sih jadi guru TK? Ngurusin anak-anak kayak Nio segitu banyak."
"Repot? Hmm... so far sih enggak pernah ngerasa repot. Malah menurutku seru. Abis mereka lucu-lucu. Karena mungkin aku suka anak kecil juga, dan udah punya cita-cita jadi guru TK dari kecil, jadi pas kerja bawaannya seru aja, kayak main."
Sehan terdiam setelah mendengarnya, lebih ke melamun. Aku jadi nggak enak. Apa karena aku terlalu banyak bicara? "Kenapa? Kok ngelamun?" Tanyaku membuat pikirannya kembali.
"Kamu bikin aku inget sama seseorang di masa lalu. Dia sangat berambisi jadi dosen. Kontras dengan kamu yang bercita-cita jadi guru TK. Kamu unik, Aimee."
Sehan baru saja memujiku atau apa? Terus kenapa wajahku tiba-tiba memanas begini? Aduh gawat. Karena biasanya jika sedang memanas begini wajahku pasti juga bersemu kemerahan. Gawat kalau Sehan sampai melihatnya. Aku pun memalingkan wajah menatap kaca mobil agar Sehan tidak menyadari perubahan pada wajahku.
"Kenapa bisa suka banget sama anak kecil? Mereka kan ngeselin kayak Nio, susah dibilangin juga."
Aku berpikir sejenak. Baru kali ini ada yang menanyakan pertanyaan ini padaku, "Mungkin karena aku nggak punya adik, padahal pengen banget punya adik. Tapi nggak Tuhan kasih. Jadinya malah suka banget sama anak kecil. Bawaannya gemes aja tiap lihat mereka."
Sehan mengangguk-angguk, dan tersenyum lagi.
"Kata Ibu, kamu baru resign dari Pertamina ya?" Sekarang gantian aku yang bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Espoir (Amour Series #1)
Chick-Lit(Completed) Delapan tahun menikah, delapan tahun menanti buah hati, tiga kali kehilangan mereka satu persatu, Aimee tidak pernah berpikir ada yang salah dengan pernikahannya. Sampai suatu waktu seorang anak perempuan berumur tiga tahun memanggil sua...