16. Kemarahan Dana

788 61 1
                                    

Dana menggeram frustasi. Ia menatap nanar kertas di hadapannya. Memaki dalam hati keputusan sepihak dari Ola.

"Arrgh!!!" teriak Dana frustasi.

Lena menatapnya sinis. Hatinya bersorak gembira melihat kekesalan Dana. Tapi di lain sisi, ia juga khawatir mengingat sahabatnya pergi seorang diri.

"Kita harus menemukan Ola."

Dana berkata tegas. Lena dan Indra mengangguk setuju.

"Tapi ke mana kita mencarinya?" tanya Indra.

Lena menghela napas lelah. Sedari tadi itu yang ia pikirkan. Ke mana kawan karibnya akan pergi. Apalagi handphone Ola tergeletak di atas meja.

"Aku ingin menemui seseorang dulu," ujar Dana sembari bangkit. "Kalian tunggu di sini."

"Mau ke mana kamu?" cegah Indra menarik lengan Dana.

"Bukan urusanmu ..."

"Ini juga urusanku, Dana!" sergah Indra tajam. "Aku nggak akan membiarkan kamu mengemudikan mobil dengan perasaan kacau seperti ini."

Dana mendengus sebal. Ingin sekali ia memaki Indra yang sok care dengannya. Namun, apa yang dikatakan Indra ada benarnya. Ia tak mungkin menyetir dalam kondisi seperti ini.

"Aku ingin ke rumah Ina," aku Dana.

"Ngapain kamu ke sana?" tanya Indra bingung.

"Baca aja," jawab Dana sembari memberi sepucuk surat. "Aku tunggu di luar."

Indra langsung membuka surat tersebut. Ia melotot sempurna. Tatapannya segera beralih ke Dana yang sudah keluar duluan.

Lena yang bingung spontan merebut kertas di tangan Indra. Ia membaca dengan saksama. Sebuah surat yang sangat puitis namun tersirat makna yang dalam.

Kau tahu, hadirmu memberikan sedikit warna dalam hidupku. Melukiskan sebuah pelangi selepas hujan.

Kau tahu, dirimu laksana seorang pangeran yang selalu setia melindungi sang putri. Bahagia sekali putri itu. Namun, pada kenyataannya putri itu bukan aku.

Aku tersadar saat ada orang yang menamparku. Menunjukkan kedudukanku di dalam hatimu.

Aku bukanlah siapa-siapa. Aku hanya selir di hatimu. Tempatmu singgah di kala jenuh. Bukan tempatmu untuk pulang. Karena aku bukan rumahmu. Aku hanya sebuah kamar yang kamu buat untuk melepas lelah. Bukan untuk kau tiduri.

Itulah aku dibanding dia. Seorang yang masih ada dalan hati kecilmu. Bahkan, dia menguasai seluruh hidupmu.

Sedangkan aku? Aku hanya debu dalam hatimu. Tak kasat mata dan tidak berarti.

Maka izinkan kotoran ini pergi dari tubuhmu. Cukup sudah sampai di sini.

Salam,
Viola Valda

Lena yakin ini tulisan tangan Ola. Namun, sejak kapan ia menulis surat yang puitis.

"Kamu ikut atau engga?" tanya Indra.

Lena menatap Indra sejenak. "Aku ikut."

Indra mengangguk dan mengandeng tangan Lena keluar menyusul Dana. Ia tak mungkin membiarkan sahabatnya ke rumah Ina sendirian. Karena setahu Indra, Ina lebih keras kepala dari pada kakaknya.

"Ayo, Dan," ajak Indra membuyarkan lamunan Dana.

Dana mengikuti langkah mereka. Memasuki mobil lalu duduk di sebelah Indra.

"Rumahnya masih sama, 'kan?" tanya Indra mulai melajukan mobilnya.

Dana mengangguk. Ia masih memikirkan kembali semua ini.

Misteri Kebaya PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang