6. Perempuan Misterius

1.2K 91 28
                                    

Sesuai kesepakatan, kini Dana dan Ola telah berada di butik tante Inda. Ola yang masih belum percaya sepenuhnya dengan cerita Dana, lebih memilih diam. Sedangkan Dana sedari tadi terus memperhatikan tingkah Ola.

"Dana, stop melihatku seperti itu!" gerutu Ola jengah.

"Senyum dulu napa," sahut Dana sembari mencolek dagu Ola.

Ola hanya menggelengkan kepala dan mengikuti langkah tante Inda menuju ruang ganti. Di sana sudah terdapat kebaya yang diinginkannya.

Dana tetap memandang Ola. Tidak sedetik pun ia mengalihkan pandangannya. Tuhan ... aku mohon jaga Ola, doa Dana dalam hati.

"Kebaya ini sepertinya kebesaran denganmu. Tapi kita coba dulu ya," ujar tante Inda.

Ola hanya mengangguk dan mulai memakai kebaya tersebut. Tante Inda dengan telaten membantu Ola memasang dan mulai mengepaskan sesuai ukuran tubuh Ola.

"Ola ... tante tinggal sebentar ya," pamit tante Inda.

Ola hanya diam. Ia lebih memilih melihat bayangan tubuh mungilnya yang terbalut kebaya. Kebaya ini ... sangat indah, gumam Ola sembari menyentuh manik D.

D, apakah ini inisial namamu, Dana?

Ola memandang ke arah kaca, mengagumi desain huruf "D" yang kini melekat pas di tengah dadanya. Tak lama kemudian, Ola merasakan sesak di dada. Ia mencengkram erat manik itu, seraya menarik napas dan membuangnya perlahan. Bukan lega yang dirasakannya, tetapi saluran pernapasan Ola semakin tertekan. Ya Tuhan ... sakitnya, rintih Ola sembari menutup mata sejenak.

Saat ia membuka mata, begitu terkejutnya Ola melihat pantulan di cermin. Ia langsung menoleh ke belakang, ruangan masih sepi. Tidak ada seorang pun bersamanya. Ola kembali memandang cermin. Sontak matanya terbelalak tak percaya.

Bukan bayangannya yang tampak di cermin. Melainkan sosok seorang perempuan memakai kebaya sama persis dengan yang digunakannya. Berpostur tubuh tinggi dan proporsional, dengan kedua tangan yang memegang bunga mawar putih, sosok itu terlihat sangat anggun. Belum lagi riasan khas pengantin Jawa terlihat jelas di wajahnya.

Senyumannya begitu memikat. Namun, tatapannya berkata lain. Goresan luka dan kesedihan bersatu menjadi tatapan mematikan. Ola bingung sekaligus takut. Tapi Ola tak mampu mengalihkan pandangan.

Gurat kesakitan tercetak jelas di hadapan Ola. Senyum perempuan tersebut memudar. Berganti dengan seringai menakutkan. Menatap tajam kedua mata Ola. Ola melangkah mundur. Mendadak, kaki Ola tidak dapat digerakkan.

"Siapa kamu?" tanya Ola lirih.

Bukan jawaban yang diterima Ola, melainkan suara tangisan menyayat. Tubuh Ola membeku seketika. Bulu kuduknya merinding mendengar suara tersebut.

"Siapa kamu?" tanya Ola kali ini dengan suara bergetar.

Dan untuk sekali lagi, bukan jawaban yang diterima Ola. Melainkan suara tawa mendengung di kedua gendang telinganya.

"Stop! Jangan tertawa. Ini sangat menyakitkan!" jerit Ola sembari menutup kedua telinga.

Secara perlahan, suara tersebut menghilang. Berganti dengan alunan sebuah lagu. Ola memberanikan diri membuka mata dan melihat cermin di hadapannya yang tiba-tiba berubah menjadi gelap. Seirama dengan alunan lagu tersebut, warna cermin itu pun menjadi abu-abu. Menayangkan sebuah acara yang mengubah ekspresi Ola menjadi pucat pasi.

Ini ... tidak mungkin, 'kan?

***

Ola terbangun dengan memegang kepalanya. Ia menatap sekitar mendadak ia mengerutkan kening. Ola berusaha duduk dan bersandar. Ia memejamkan mata sejenak. Berusaha mengingat apa yang terjadi.

Hingga sebuah suara membuat Ola membuka mata.

"Kamu sudah bangun?" tanya Dana sembari duduk di samping Ola.

"Mana yang sakit?" lanjut Dana.

Ola hanya menggeleng. Ia memandang Dana dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa ..."

"Aku tidak apa-apa. Kenapa aku di sini?" potong Ola.

"Kamu tidak ingat?" tanya Dana. Ola hanya menggeleng lemah. "Kamu pingsan," ujar Dana memberi tahu.

"Pingsan?"

"Iya, apa kamu mengingat sesuatu?"

Pertanyaan Dana bertanya membuat Ola berpikir sejenak. Ingatannya berkelana pada sesi fitting kebaya.

"Kamu kenapa?" tanya Dana membuyarkan lamunan Ola.

"Nggak papa ..."

"Nggak papa katamu? Kamu pingsan hampir tiga jam, Ola!" jerit Dana histeris.

Ola semakin menatap bingung. Selama itukah?

"Aku ..." Sebelum Ola menyelesaikan omongannya, pintu ruangan terbuka lebar.

Lena masuk terburu-buru. Ia langsung menghampiri Ola. Memandanginya dari atas hingga bawah. Bukan hanya itu, tangannya pun turut meraba wajah dan tubuh Ola.

Dana hanya menggeleng melihat tingkah laku Lena. Ia lebih memilih mundur,mendekati Indra. Memberi waktu kepada Lena untuk berbicara dengan Ola.

"Mana yang luka?" tanya Lena yang masih sibuk mengamati tubuh Ola.

"Apa-apan, sih! Aku tidak apa-apa. Jangan lebay, deh," gerutu Ola mendapat cengiran khas Lena.

"Salahmu sendiri. Sejak kapan juga kamu mengidap penyakit asma akut ..."

"Asma akut?" sela Ola bingung.

"Iya. Untung saja Dana cepat membawamu ke rumah sakit," terang Lena.

Ini ... tidak mungkin, 'kan? Kenapa aku bisa terkena asma akut? Tunggu ... apa benar aku pingsan? Bukannya aku sedang melihat sesuatu? batin Ola dilema.

"Lah, malah bengong. Piye toh?" ujar Lena, " jadi aku ngomong panjang kali lebar tidak kamu dengarkan?" lanjutnya melotot.

"Maaf ..."

"Kamu kenapa?" pangkas Lena seketika, "aku tahu, kamu bukan hanya terkena asma akut. Tapi ..."

"Stop. Aku tahu kamu mau ngomong apa. Nanti saja ... masih ada Dana," serobot Ola lirih.

Lena hanya mengangguk. Menatap sahabatnya lekat. Berharap apa yang ia lihat tidaklah benar. Tetapi tatkala melihat ekspresi Ola, Lena tahu ... sesuatu yang tidak beres telah terjadi pada sahabatnya.

Sementara itu Ola masih terdiam. Ia berusaha mengingat dengan detail apa yang telah terjadi.

Perempuan itu ... siapa dia? Kenapa memakai kebaya yang sama persis denganku? Dan ... video tadi. Apa maksudnya?

****

Horeee update lagi. Terima kasih, Shifu.

Jangan lupa komentar typo-nya ya ...

Salam Maut,
Vermouth

Misteri Kebaya PengantinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang