Bab 1

137 14 34
                                    

Oktober, 2015.

"Re, dipanggil Pak Dedi," ujar seseorang ketika Rere keluar dari ruang ganti baju.

"Hah, siapa? Gue?"

"Bukan," jawabnya cepat, "Ya iyalah, siapa lagi namanya Rere Meilani di sini?"

"Hehe, sorry-sorry. Pak Dedi? Dimana?"

"Kantin," jawabnya cepat kembali, "ya ruangan beliau lah,"

"Kapan?"

"Tahun depan,"

"Oh oke,"

"Aduh gesrek ini cewek, ya sekaranglah, Re!"

"Wkwk, ok, thanks for information,"

Rere langsung berjalan menuju ruangan Pak Dedi. Ia paling sebal ketika jam pelajaran olahraga diganggu. Karena hanya pada jam olahraga ia bisa bebas dari tekanan guru-guru killer.

Rere mengetuk pintu perlahan, menarik napas, menstabilkan emosinya yang menaik ketika jam pelajaran olahraganya di ganggu.

"Masuk, Rere. Silahkan duduk," perintah Pak Dedi sambil melihat-lihat kertas didepannya.

"Ada apa ya, Pak?" terdengar jelas, Rere amat malas berhadapan dengan guru killer satu ini.

"Kamu pintar kimia, bukan?" tanyanya santai, masih sibuk pada secarik kertas dihadapannya, "Kamu tahu apa ini?" sambungnya pada Rere yang masih tidak mengerti pembicaraan mereka tentang apa, "Ini adalah formulir. Formulir olimpiade kimia khusus kelas 12, dan sekolah menyarankan kamu untuk jadi wakil dari sekolah,"

"Hanya saya, Pak?"

"Tidak, ada Maudy dari kelas IPS, dia mewakili sekolah untuk olimpiade ekonomi," ujar Pak Dedi yang mulai mengalihkan perhatiannya pada Rere, "Apa kamu siap mengikuti olimpiade ini?"

Rere sejenak berpikir, ya benar, dia memang pintar dalam bidang kimia. Tidak salah lagi kalau sekolah mengandalkan dia menjadi wakil sekolah dalam olimpiade kimia tersebut.

"Kamu bersedia?"

"Iya, Pak," sahut Rere pelan, ia tertarik pada olimpiade tersebut.

"Re, hangout yuk, bosen nih dirumah terus, Aziz gak ngasih kabar juga ke gue," keluh Risa dari seberang sana.

"Enak aja lo, hari ini gue ada les,"

"Les apaan lo? Rajin bener,"

"Gue mau ikut olimpiade, jadi mulai hari ini Pak Dedi nyuruh gue buat les,"

"Aduh-aduh, anak Pak Dedi ya, jam berapa mau les? Gue temenin ya, bosen banget ini dikurung dikamar,"

"Jam tiga," sahut Rere sambil merapikan buku-buku diatas meja belajarnya, "Tapi pake mobil gue ya, soalnya nanti pulangnya gue mau ke toko aksesoris,"

"Oke, gue tunggu dirumah ya,"

"Oke, siap!"

Panggilan telepon terputus. Rere mengambil handphone-nya yang ada didekat kotak pensil, tadi sengaja ia loudspeaker panggilan telepon dari Risa.

Rere merebahkan tubuhnya, suara Afgan ikut menemani siang Rere dengan volume sedang.

Rere memejamkan matanya, ini baru jam satu siang, ada waktu dua jam untuk bisa menikmati indahnya tidur siang. Rere menarik nafas panjang.

Rere memejamkan matanya, berharap ia bisa tidur siang dengan nyenyak dan pulas hari ini. Ia jarang bisa dapat kesempatan tidur siang, apalagi sampai berjam-jam.

Lamunan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang