Bab 4

88 3 0
                                    

Butuh waktu lama untuk memulihkan kembali hati yang rapuh. Butuh waktu lama untuk memperbaiki kembali hati yang telah rapuh. Semua butuh waktu yang cukup lama. Begitu juga dengan Risa, ia membutuhkan waktu lama untuk memulihkan hatinya.

Risa butuh waktu empat bulan untuk memulihkan hatinya, memperbaiki semua rasa sakitnya. Tentu dalam pemulihan tersebut ia tidak sendiri, Rere selalu menemaninya.

Rere tahu bagaimana rasanya hati rapuh. Rere tahu betapa sakitnya ditinggal seseorang yang berada di hatinya, Rere tahun betapa menyakitkannya ketika hatinya hampa, Rere tahu betapa pahitnya melupakan kebiasaan-kebiasan hatinya, Rere tahu betapa beratnya menahan rindu kepada seseorang yang pernah bersemayam di hati.

Mengingat betapa hancurnya ia sekitar satu tahun lalu, betapa buruknya hatinya ketika ketakutan dan kecemasan seperti itu datang menghampirinya. Semua itu seperti mimpi buruk yang ingin disegera diselesaikan, tapi sulit.

Rere pernah serapuh Risa sekarang, bahkan lebih rapuh. Ia bukan wanita tangguh seperti Risa, ia bukan wanita periang seperti Risa, dan ketika hatinya hancur, ia butuh waktu lama untuk memulihkannya.

Itulah mengapa alasan Rere selalu menutup hatinya, itulah alasan mengapa Rere tidak akan membuka hatinya untuk siapapun yang ingin singgah. Ia pernah bahagia, namun hanya sesaat. Ia pernah tersenyum, lalu kembali menangis. Ia pernah jatuh cinta, tapi dikecewakan. Semua itu berat.

Dan hari ini, tepat empat bulan Risa berhasil menyembuhkan semua rasa meenyakitkan yang singgah belakangan ini di hatinya.

Rere sebenarnya tidak berniat mengikuti ajakan Risa. Hasil ulangan akhir semester pertamanya tidak cukup baik, ia tidak ingin kemana-mana.

Rere bergidik mengingat perbedatan bodohnya dengan Risa kemarin. Benar-benar tidak penting.

"Lo bisa-bisanya ngajak gue keluar kota saat nilai gue jelek gini,"

"Ya ampun Re, itu cuma masalah nilai. Nilai lo itu udah bagus, 80,"

"Tapi gue mana bisa masuk kuliah lewat beasiswa kalo begini, Sa. Lo tau kan kalo minimal kita mau dapet beasiswa itu nilai kita minimal 93?"

"Mama Papa lo kaya, kenapa juga harus jalur beasiswa?"

"Supaya gue bisa kasih bukti, gue itu mampu!" teriak Rere yang berhasil membuat Risa tersentak.

"Ya udah iya deh iya, tapi lo bisa mulai di semester dua,"

"Lo enak banget ngomong, sebentar lagi kita lulus,"

"Ya iya, Re, gue tau semester depan kita terakhir ulangan, tapi kan seenggaknya elo bisa memperbaiki nilai yang kato lo jelek ini. Lagipula gak ada gunanya menyesal sekarang, toh nilai lo udah tercatat di Pendidikan Pusat sana. Ayo, sekarang pikir hari besok, hari kemarin jadi pelajaran," ujar Risa. Rere terdiam, ya, ucapan sahabatnya benar. Penyesalan memang selalu datang terlambat, penyesalan selalu datang di akhir, kalau datang di awal itu adalah pendaftaran.

"Ke Bogor ya,"

"Masa Bogor terus? Capek, Sa,"

"Gue rindunya Bogor,"

"Jogja aja deh," Rere meraih toples kecil berisi keripik ubi asin.

"Bogor aja lah, Re,"

"Gue rindu makan di Jalan Malioboro, Sa,"

"Bogor aja ya,"

"Masa lo tega banget kasih gue lihat bukit terus, bosen ah,"

"Tapi ada tempat baru yang pengen gue kasih tau elo. Pokoknya pasti seru deh, bukan Puncak. Tapi deket Puncak sih,"

Lamunan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang