Bab 10

62 4 0
                                    

"Gimana? Udah baikan?"

"Baik dong kalo elo mau nelepon gue terus, setiap saat,"

"Ih apa banget coba,"

Terdengar tawa renyah dari lawan bicaranya, "Oktober ada grasstrack di Jogja, lo mau ikut?" tanya Bagas mengubah topik pembicaraan.

Rere memeluk bonekanya, meremasnya dengan kesal, "lo gila kali ya, Gas? Lo masih sakit gini masih aja mikirin ikut ajang yang bisa ngambil nyawa lo,"

"Itu namanya profesional, Re,"

Rere duduk, kesal mendengar ucapan Bagas, "profesional gimana, badan lo gak fit, Bagas," ucap Rere, "gue ngerti gimana sukanya lo sama grasstrack, tapi please dengerin omongan gue, lo lagi gak baik-baik aja buat gituan sekarang,"

"Re, gue baik-baik aja, lagipula grasstack itu bulan Oktober kok, masih lama," Bagas mencari alasan yang tepat.

Rere semakin kesal dengan sikap Bagas yang egois, "udah ah, terserah lo!" Rere langsung memutuskan panggilan telepon tersebut dan mematikan handphone-nya. Lalu kembali merebahkan dirinya, menenggelamkan wajahnya ke bantal.

Tentang Bagas, sungguh ia mengerti betul tentang hobi Bagas yang sangat amat suka dengan grasstrack, ia paham betul, tapi membiarkan Bagas ikut ajang grasstrack sedangkan kondisinya yang tidak fit membuat Rere khawatir.

Rere terlelap, ia pusing memikirkan lelaki tersebut, ia sibuk khawatir tetapi lelaki tersebut santai-santai saja.

"Re, Nak bangun, Rere," Mama menepuk-nepuk pipi Rere. Rere membuka matanya.

"Udah pagi ya, Ma? Jam berapa sekarang, Ma? Jam 10?" tanya Rere sambil mengucek-ucek matanya. Rasanya baru beberapa jam saja ia terlelap, bahkan rasanya baru beberapa menit.

"Ini masih malem, ada Bagas di bawah," ujar Mamanya yang langsung membuat Rere bangkit, menatap jam dinding, jam masih menunjukkan pukul 9 malam.

Rere langsung menemui Bagas yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Bagas meminum teh hangat yang dihidangkan oleh Bi Ika.

"Gue tadi telepon lo, handphone lo mati. Gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja,"

"Lo gila ya? Lo masih sakit, Bagas,"

Bagas menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum, "gue baik-baik aja, Re. Lo tuh yang gak ada kabar," ucap Bagas kembali. Rere menghela napas panjang, malas sekali harus berdebat dengan Bagas malam-malam seperti ini.

"Lho, Rere ada tamu bukannya dikasih makanan," Papa Rere menghampiri mereka, meletakkan dua toples kue kering kesukaan Rere.

"Ini dicicipi dulu, kue kesukaan Rere," ucap Papanya yang duduk berhadapan dengan Bagas, Bagas mengangguk sopan, "iya, Om. Terima kasih,"

Papanya membukakan toples tersebut, menyuruh Bagas untuk mencicipinya kembali. Bagas kembali mengangguk sopan.

"Kamu kuliah atau apa, Nak?" tanya Papanya sambil mengunyah kue yang ia hidangkan tadi.

Bagas menggeleng cepat,"enggak, Om, saya gak kuliah. Saya memilih untuk fokus di dunia grasstrack, sambil lagi mau merintis sekolah balap atau training facility khusus balap gitu, Om," jelas Bagas yang nampak nyaman.

Rere menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia menyandarkan kepalanya di sofa, memejamkan matanya.

"Oh bagus juga itu. Kamu Bagas Arie Wibowo yang mendapat gelar pembalap grasstrack nasional pemula, 'kan?" tanya Papa Rere yang berhasil membuat mata Rere langsung terbuka, terbelalak mendengar ucapannya Papanya.

Bagas tertawa kecil menanggapi ucapan Papa Rere, "hehe, iya, Om. Doain biar jadi senior nanti,"

"Pasti-pasti, pasti Om doain. Sukses terus ya, Nak," Papa Rere menepuk-nepuk punggung Bagas. Bagas mengangguk berterima kasih.

Lamunan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang