Bab 7

65 6 2
                                    

Maret, 2016

Di bulan ketiga di tahun baru adalah masa-masa terberat bagi semua siswa kelas 12, pasalnya selama kurang lebih 5 bulan terakhir mereka berkutat bersama pelajaran. Otak mereka dipaksa berpikir sejak pukul tujuh pagi sampai pukul dua siang, lalu di hari-hari tertentu mereka harus mengikuti pelajaran tambahan yang ditetapkan oleh sekolah khusus kelas 12 yang akan mengikuti ujian sekolah dan ujian nasional.

Rere menghela napas berat, sebentar lagi ujian nasional akan dilaksanakan, itu berarti bebannya semakin berat. Mau tidak mau otaknya harus diajak berpikir lagi tentang materi-materi yang sudah berlalu sejak tiga tahun yang lalu.

"Kamu jangan terlalu memporsir waktu belajar kamu sampai lupa makan, Re," ingat Mamanya berkali-kali.

Mamanya memang sudah memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan kantornya sejak dua bulan yang lalu, dan kini ia disibukkan dengan mengurus kembali rumah tangganya, dibantu Bi Ika.

Pagi ini Rere akan ikut sert ujian praktek di akhir masa putih abu-abunya. Sedih sebenarnya, ini terakhir kalinya ia bisa merasakan masa putih abu-abu. Masa-masa terindah yang akan ada ruang tersendiri di hatinya. Pasalnya, semenjak ia resmi dudu di bangku SMA, dirinya berubah, menjadi super sibuk dan tidak punya waktu untuk bersantai-santai.

Dan di masa inilah ia menemukan seluruh pengalaman sesungguhnya, suka, cita, semuanya. Seperti pepatah bilang, "masa terindah adalah masa SMA." dan Rere percaya itu, karena ia ikut merasakan.

Pernah jatuh cinta, pernah bahagia sekali, pernah terluka, sampai hancur sekali, semuanya terjadi ketika ia mengenakan seragam sakral SMA. Rere tersenyum miris saat mengingat saat-saat sakit tersebut, berat, namun bermakna.

Hari ini ujian praktek tata-boga, kelompoknya menutuskan untuk memasak mie aceh. Berpedoman dengan resep yang diberikan Tante Ana dan belajar beberapa kali, akhirnya Rere memutuskan untuk memilih menu tersebut dijadikan menu utama masakan kelompoknya. Beruntung, semua anggota menyetujui ide Rere untuk memilih mie aceh sebagai menu utama.

Beberapa hari ini Rere sering main ke kedai Tante Ana, selain meminta diajarkan masak mie aceh, ia juga memenuhi janjinya kepada Bagas ; menemui Bagas. Bagas memaksa Rere untuk membuat janji agar Rere menemui dirinya, aneh memang, tapi Bagas memaksa dengan cara yang baik.

Rere yang mengeluh lapar karena belum makan akibat tugas bejibun yang menuntutnya untuk menyelesaikan dalam waktu semalam. Lelah, lapar, mengantuk, semua menjadi satu, dan tiba-tiba panggilan telepon masuk. Menganggu konsetrasi Rere yang sepenuhnya ia curahkan pada laptop dan buku-buku cetak yang tergeletak manis di depannya. Rere mengupat kesal saat panggilan telepon yang Rere abaikan itu kembali bercuit meminta untuk di angkat.

Bagas. Satu nama yang efeknya luar biasa, satu nama yang berhasil merubah mood Rere buruk seketika hanya dengan melihat namanya.

"Halo, kenapa?!" sahut Rere langsung sedetik setelah ia menekan tombol hijau di layar handphone dan menempelkan handphone di telinganya.

"Santai, dong, ngegas banget," ada tawa kecil dari lawan bicaranya.

"Kalo cuma mau ngajak gue ribut, mending gak usah, tugas gue numpuk, otak gue semerawut, perut gue laper,"

"Lo belum makan?" tanya Bagas saat mendengar perkataan terakhir Rere. Rere hanya membalas dengan gumamanan kecil, ia kembali harus fokus mengerjakan tugasnya.

"Jam segini dan lo belum makan?" tanya Bagas dengan nada yang sama dengan pertanyaan yang sebelumnya, entah bingung atau khawatir. Ia mendapat balasan dari Rere seperti tadi, gumaman kecil.

"Pinter banget sih, udah jam segini, tugas banyak, bukannya tadi makan dulu, ini malah bela-belain begadang buat nyelesain tugas dan belum makan juga, hobi banget sih buat orang khawatir. Ya udah, baik-baik deh, nanti gue telepon lagi, byeee!" ujar Bagas dengan nada yang cepat.

Lamunan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang