Bab 8

57 6 0
                                    

19 April, 2016.

Semua buku pelajaran telah dimasukkan ke dalam tas, lembar jawaban yang masih putih telah bertenteng santai di hadapan Rere. Rere menarik nafas berat, perasaan baru kemarin ia santai-santai karena tugas yang tidak lagi menghantuinya, tapi sekarang otaknya harus diajak berpikir keras menjawab soal-soal mematikan yang telah disediakan untuk ujian nasional SMA tahun ini.

Rere bersyukur, di hari terakhir ujian nasional ini ia diberi kemudahan selalu. Mulai dari fisiknya yang mendukung dan otaknya yang mau bekerja sama.

Tidak melewati malam-malam sulitnya sendiri, selama belajar, Bagas selalu menemani Rere, tidak menemani secara langsung, walau hanya melalui panggilan telepon, tapi Bagas selalu bisa menjaga Rere.

Bagas mengawasi Rere yang mulai mengantuk ketika belajar, padahal baru jam delapan malam. Sampai Rere yang benar-benar tertidur jam sepuluh malam dan Bagas tidak mematikan panggilan telepon tersebut. Ia malah menyapa Rere di pagi harinya karena panggilan yang masih tersambung.

Ini hari ketiga Rere berada di ruang 8, dia bersyukur, Risa selalu se-ruang dengannya saat ujian, karena nama mereka yang berdekatan.

"Kode-kode lagi aja ya, Re," bisik Risa saat bel masuk berbunyi.

"Elo mah kode terus, giliran gue yang ngasih kode lo pura-pura budek," sahut Rere. Risa hendak membalas, tapi pengawas sudah masuk.

Waktu ujian 90 menit, hari ini ujian kimia. Mudah bagi Rere, karena itu adalah bidangnya. Tapi ada beberapa soal yang berhasil membuatnya angkat tangan, menyerah tak berdaya. Dan pada akhirnya, pilihan terakhirnya adalah cap-cip-cup.

Risa dan Rere masuk ke kamar Rere dengan langkah setengah bahagia. Rere langsung membaringkan tubuhnya saat memasuki kamarnya, menarik napas lega. Tugasnya sebagai siswa SMA sebentar lagi selesai.

"Akhirnya selesai juga, akhirnya kita bisa santai-santai, Re!" teriak Risa yang langsung meletakkan tasnya di atas meja belajar Rere.

Rere tidak menjawab, ia terlalu menikmati waktu istirahatnya tersebut, ia memejamkan matanya. Lega luar biasa, rasanya.

Bunyi suara panggilan masuk berhasil membuka mata Rere, ia menatap Risa yang kini telah sigap dengan handphone yang berada di telinga kanannya.

"Halo, sayang," dua kata yang berhasil membuat Rere langsung duduk dan menatap Risa sinis. Sayang? Siapa yang Risa sebut sayang? Billy? Oh tidak, Billy hanya masa lalunya, tidak mungkin Risa memaafkan Billy secepat ini, hanya dalam waktu kurang lebih 1 tahun.

"Iya, udah selesai kok. Tinggal tunggu hasil keluar aja, pasti lulus deh,"

Rere tidak bisa mendengarkan ucapan lawan bicara Risa karena Risa tidak mengaktifkan mode loudspeaker. Rere terus memperhatikan gerak-gerik Risa, terlihat jelas Risa sedang dimabuk cinta.

"Kapan? 21 Mei? Itu hari perpisahan aku, Van," ujar Risa yang kini menatap Rere. Rere membuka mulutnya lebar, 'Van?" siapa lagi akhiran nama Van kalau bukan Ivan, ada apa di antara mereka berdua?

"Sore? Iya bisa kok, tapi paginya aku perpisahan, kamu bisa dateng, 'kan?" tanya Risa yang kini telah melejit duduk di sebelah Rere, "oke, bye, sayang!"

Rere menatap Risa sinis, Rere siap menyerang Risa dengan ribuan pertanyaan. Risa tersenyum kelu, "oke-oke, jadi gue udah jadian sama Ivan, sekitar tiga minggu sih,"

Rere mengerutkan bibirnya, "kok jahat sih? Gak bilang-bilang!" Rere langsung memukul Risa menggunakan bantal gulingnya.

"Ya biar surprise gitu,"

Lamunan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang