Tak.
Sebuah jam weker baru saja dibanting oleh seorang gadis yang masih bergelung di bawah selimut tebal, ia merasa enggan untuk bangkit dari kasur empuk itu.
"Non Alana ... Non Alana ...."
Sebuah teriakan manis bersuara cempreng serta gedoran pintu kamar gadis itu menggema, begitu memekakkan telinga Alana.
Ya, gadis itu adalah Alana. Lebih tepatnya Alana Janeta.
Alana memberenggut kesal. Dengan rasa malas, ia bangun dari tempat tidur berukuran king size dan melangkah untuk membukakan pintu. Sontak saja Alana terkejut, matanya melotot lebar, tatkala ia memerhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki seorang wanita berusia tiga puluhan itu berdiri di depan pintu, sambil menyengir bodoh hingga menampakkan deretan giginya yang putih. Namun, bukan itu yang Alana lihat, yang Alana perhatikan adalah cara berpakaian wanita itu, terlihat nyentrik. Wanita itu memakai mini dres merah sebatas lutut, lipstik warna merah darah pula dipoles pada bibirnya. Tidak lupa bedak yang begitu tebal juga menempel di pipi tirusnya.
Wanita itu tidak lain adalah Bik Sutiyem. Pembantu Alana yang sudah bekerja selama lima tahun ini di rumahnya. Alana menemukan Bik Sutiyem ketika ia pingsan di jalan sehabis pulang dari pantai. Paling sialnya lagi, Alana juga hampir saja tertabrak motor kalau tidak ditolong oleh Bik Sutiyem yang kebetulan lewat searah dengannya.
Saat itulah Alana mengenal Bik Sutiyem. Bik Sutiyem berasal dari Patih, Jawa Tengah. Datang ke Jakarta ini hanya mencari pekerjaan demi mendapatkan uang untuk membiayai kebutuhan hidup anak satu-satunya yang tinggal di kampung bersama orang tuanya. Sedangkan suaminya sudah lama meninggal karena sakit diabetes. Mendengar cerita Bik Sutiyem, Alana begitu kasihan atas kesulitan yang menimpa Bik Sutiyem. Lalu, tanpa berpikir panjang lagi, Alana bernisiatif menawarkan wanita itu untuk bekerja denganya, sebagai pembantu di rumahnya saja.
"Non Alana, kok malah bengong lihatin Bibik? Pangling dengan penampilan Bibik, Non," ujar Bik Sutiyem seraya tersenyum malu-malu.
Alana menggeleng. "Bibik mau ke mana pagi-pagi begini?"
"Enggak ke mana-mana, Non. Cuma Bibik pengen berpenampilan beda aja dari biasanya," ucapnya seraya terkekeh.
Alana tertawa lebar. Kelakuan pembantunya itu sangat unik sekali, sehingga membuatnya gemas sendiri. Bik Sutiyem memang berbeda dengan pembantu-pembantu lain pada umumnya, yang hanya berpakaian sederhana saja tanpa polesan apa pun. Kalau Bik Sutiyem berpenampilan ala masa kini, tak kalah menarik dengan gaya majikannya sendiri. Alana menyebutnya, pembantu modern jaman now.
"Bibik ada-ada aja, saya mau mandi dulu. Buatin saya roti bakar ya, Bik?"
"Oke, Non, Bibik ke dapur dulu. Cepatan Non mandinya, entar telat lagi berangkat kerjanya."
"Iya, Bik."
Bik Sutiyem bergegas pergi dari kamar Alana, langkahnya sedikit dipercepat, membuat Alana melihatnya tidak berhenti mengembangkan sebuah senyum. Kemudian Alana masuk ke kamar kembali dan bersiap untuk membersihkan badan.
***
Alana menatap wajahnya sendiri di cermin, wajahnya berubah sedih. Sudah lima tahun gadis itu menjalani hidup, berbagai proses cukup menyulitkan dirinya. Berawal lima tahun silam tentang lika-liku peranan kehidupan ia jalani, begitu menyita dirinya dalam meraih kebahagiaan.
Alana berjuang sendiri, meski Baskoro yang notabene papanya sudah bebas dari penjara. Namun, untuk menyambung hidup pun, mereka harus memulai dari nol lagi. Sebab, semua aset dari perusahaan beserta rumah mereka miliki, sudah habis untuk membayar semua utang-utang pada beberapa kolega yang pernah menjadi korban tipu Baskoro. Tapi beruntunglah, berkat kebaikan hati Reza, Reza mau meminjamkan modal untuk usaha papanya. Pinjaman modal itu diberikan sebelum Reza berangkat ke luar negeri, bertepatan Baskoro keluar dari penjara. Setiap bulannya mereka harus mencicil pinjaman tersebut, serta menyanggupi sebuah syarat dari pria itu. Alana tidak boleh berhubungan lagi dengan adik bungsu Reza. Pemuda tampan yang Alana cintai.
Alana mendesah, sembari berjalan ke tepi ranjangnya kemudian menjatuhkan bokongnya di atas tempat tidur itu. Ia menoleh ke meja nakas, tangannya tergerak membuka laci nakas itu, lalu mengeluarkan isinya. Di dalam laci itu, ada selembar foto berukuran sedang juga sebuah surat beramplop merah jambu yang masih tertata rapi. Kemudian Alana meraih foto itu. Hatinya terasa sembilu tatkala memandangi foto menampilkan seorang pemuda bersama dirinya memakai seragam sekolah putih abu-abu, tengah berpose lucu berdiri di pinggir pantai. Foto itu mereka mengabadikan lima tahun lalu.
"Apa kabar, lo di sana?" gumamnya, sembari mengusap foto itu dengan lembut. "Udah lama, ya. Lima tahun berlalu, gue masih memikirkan lo sampai saat ini. Apa lo baik-baik aja di sana?"
Liquid bening tidak terasa mulai menetes di pipinya. Rasanya, sulit sekali untuk tidak mengeluarkan air mata ketika ia mengingat seseorang di foto itu. Ada rasa rindu semakin kentara, senantiasa menyeruak hatinya. Rasa rindu tidak henti-henti ia ucapkan dengan gumaman kecil menyebut nama pemuda itu. Meskipun Alana tahu, ia tidak akan pernah lagi dapat bertemu dengan pemuda itu. Seandainya jika waktu berputar ke masa lima tahun silam, ingin sekali Alana membatalkan janjinya dulu. Mungkin saat ini ia masih bersama dengan pemuda belahan hatinya itu sekarang.
"Setiap menit, setiap detik, setiap waktu. Gue selalu mengingat lo, gue enggak akan pernah melupakan lo, meski hari-hari gue lewati penuh kesulitan. Tapi gue masih mampu bertahan. Semoga lo di sana juga mampu bertahan, ya? Gue selalu berdoa buat lo, agar lo selalu dalam lindungan Tuhan."
Alana mencium pigura itu, air matanya masih menetes. Ia harus kuat menerima takdir yang sudah dirancang apik untuknya oleh Tuhan. Dengan hati ikhlas serta kesabaran, Alana pasti sanggup melewati perjalanan hidupnya.
"Gue masih cinta sama lo dan menunggu lo kembali ... Rasya Aditya Tama," bisiknya pelan.
Lima tahun sudah berlalu. Alana tidak pernah mendengarkan kabar tentang pemuda itu lagi, hal itu membuat Alana kian dirundung kerinduan yang mendalam. Namun, sebisa mungkin ia tepiskan, walau terkadang begitu menyiksa batin pun perasaannya tanpa batas.
'hati ini hampa, benar-benar hampa. Bagaimana aku bisa menelan rasa rindu ini padamu? Apakah aku mampu mengatasi kegalauan ini karena selalu teringat dirimu?'
____________________________
Segini dulu ya? Terima kasih buat kalian yang sudah setia dengan Rasya dan Alana. Rasya dan Alana akan kembali segera. 😇
18.01.18
(New Revision update 09 Mei 2023)
![](https://img.wattpad.com/cover/131401851-288-k489708.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasya Dan Alana 2
General FictionCover By @rishapphire ( risha ) Sebelum membaca squel ini. Ada baiknya baca dulu Rasya dan Alana satu, Ya .... "Cinta nggak butuh banyak syarat. Tapi cinta butuh kesetiaan dan kejujuran." ~ Alana. "Kalau gue mati, apa lo akan melupakan kenangan kita...