Sorot mata kedua kakak beradik itu beradu tajam, bagaikan dua ekor singa kelaparan siap melahap umpan yang ada di hadapannya. Rasya mencoba meraih bingkai foto Alana dari tangan Reza. Namun, Reza lebih cekatan menepis tangan Rasya, sehingga pemuda berambut poni itu tak bisa mendapatkan foto tersebut.
Rasya kesal. Pemuda itu berdecak marah pada Reza. Bagaimana Rasya tidak marah, saat ia asyik dengan dunianya sendiri menatapi foto Alana akibat rasa rindu, tiba-tiba saja Reza masuk ke kamar lalu merampas foto itu di tangannya.
"Kembalikan foto itu," titah Rasya dengan raut wajah terlihat datar.
"Kamu lupa dengan perjanjian kita? Perlu Kakak ingatkan lagi?"
Rasya terdiam dengan tubuh membeku. Kalimat Reza mengantarkan dirinya terbelenggu dalam kubangan luka, ketika teringat ucapan Reza tadi mengandung sebuah ancaman telak. Reza tersenyum miring pada wajah angkuhnya. Reza tentu tahu apa yang membuat Rasya diam membisu. Ternyata ancaman kecil Reza bisa melumpuhkan seluruh organ di dalam tubuh Rasya hingga tak berfungsi lagi.
"Iya, Rasya ingat." Wajah Rasya berubah sendu disela jawabannya sepelan mungkin. Namun bisa didengar oleh Reza.
"Bagus. Kakak senang kamu sudah mulai nurut."
"Kembalikan foto itu," pinta Rasya.
"Kakak enggak akan biarkan foto ini ada di dalam kamar kamu," ujar Reza penuh ketegasan.
"Rasya enggak nyangka, Kakak sungguh tega dan egois. Belum cukupkah Kakak bikin Rasya harus kehilangan semuanya? Impian Rasya, Alana. Bahkan, Kakak masih ngatur hidup Rasya semau Kakak." Rasya berujar penuh penekanan. Ia sangat benci harus kembali lagi dengan suasana seperti ini. Kembali berhadapan dengan sang kakak yang memiliki sifat arogan membuat hidup Rasya berada di dalam dongeng anak. Dimana dongeng tersebut berkisahkan tentang seorang pangeran malang yang terkurung di dalam sangkar emas. Namun bernokta hitam. "Sampai kapan Kakak begini? Apa sampai Rasya mati?"
"Rasya, Kakak enggak suka kamu bicara seperti itu. Kakak lakukan ini untuk kamu."
"Bukan, ini bukan untuk Rasya. Tapi ini untuk Kakak sendiri! Rasya muak dengan permainan Kakak. Dari dulu sampai sekarang Kakak tuh, enggak berubah juga, selalu memaksa apa kehendak Kakak. Perjanjian Kakak itu bulsyit!"
"Terserah apa kata kamu. Tapi kamu harus ingat ... jika kamu melanggar perjanjian kita, apa yang Kakak katakan ini enggak main-main Rasya!" seru Reza bernada ancaman.
"Egois banget. Rasya nyesel ke London. Percuma Rasya melakukan pengobatan. Sakit yang Rasya rasakan ini enggak akan pernah sembuh juga. Baik secara fisik dan batin Rasya. Ini semua karena rencana Kakak. Rencana Kakak buat misahin Rasya sama Alana. Kakak itu manusia enggak punya hati. Kenapa? Karena hati Kakak tuh, udah MATI!"
"DIAM KAMU!" bentak Reza dengan bernada tinggi.
Rasa sesak pada paru-parunya kini menjalar tanpa ampun sampai Rasya memekik diam menahan sakit. Ia menekan dadanya kuat bersamaan bunyi mangi beradu begitu keras. Reza tersadar kemudian, matanya melebar sempurna. Panik melihat sang adik bungsu hampir limbung ke lantai akibat sakit bagian paru menikamnya hebat. Reza sigap menahan tubuh Rasya agar tak terjatuh. Ia menyesal telah membentak adiknya, ketakutan senantiasa memblokir dirinya.
"Rasya, Kakak bawa kamu ke rumah sakit sekarang." Reza membantu Rasya untuk berdiri tegap hendak membawanya pergi ke rumah sakit. Namun Rasya menggeleng. Pemuda 22 tahun itu tak mau dibawa pergi. Yang ia butuhkan saat ini yakni ingin meminum obat saja dan tidur. Rasya tak butuh lain-lainnya, kendatipun sakit dirasakannya dapat ditahan. Pemuda itu tidak mau menjadi lemah, hanya karena suatu penyakit dengan sejati masih terkumpul total di dalam tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasya Dan Alana 2
Narrativa generaleCover By @rishapphire ( risha ) Sebelum membaca squel ini. Ada baiknya baca dulu Rasya dan Alana satu, Ya .... "Cinta nggak butuh banyak syarat. Tapi cinta butuh kesetiaan dan kejujuran." ~ Alana. "Kalau gue mati, apa lo akan melupakan kenangan kita...