09

777 98 19
                                    

Bandara internasional dipenuhi kerumunan lautan manusia yang tengah mondar-mandir dengan berbagai ekspresi wajah ditunjukkan. Mereka sedih, menangis histeris, saat mendengar kabar buruk tentang kerabat mereka menjadi korban sebuah kecelakaan pesawat rute Singapura-Indonesia jatuh di lautan luas.

Salah satunya dirasakan juga oleh Rasya. Pemuda berusia 22 itu menerobos masuk bandara dari himpitan orang-orang yang juga ingin masuk. Sementara Reno mengekor di belakangnya. Rasya tampak kalut, pikirannya tidak menentu lagi ketika Rezky meneleponnya, memberi kabar begitu mengejutkan. Bahwa orang tua mereka mengalami kecelakaan pesawat saat dalam perjalanan menuju ke Indonesia. Hari itu juga Rasya benar-benar syok. Seluruh isi dalam tubuh Rasya seperti terhempas hancur. Jiwanya pun seolah sudah terlepas dari raganya.

Derai air mata masih menetes membasahi wajah tirusnya. Rasya mempercepat langkahnya, tidak memedulikan ia sudah menabrak orang-orang sampai tersungkur di lantai. Namun, paling terpenting bagi Rasya harus cepat menemui Reza dan Rezky yang sudah menunggu di sana. Sementara Reno tertinggal beberapa meter. Napas Reno terengah-engah, merasa tidak sanggup lagi untuk mengejar Rasya yang larinya begitu cepat, bagaikan seekor singa hendak mencari mangsa untuk dilahapnya. Reno berhenti sejenak serta mencoba menetralkan napasnya. Dirasa cukup lega, Reno pun mulai melanjutkan langkahnya lagi menyusul Rasya, yang sudah menghilang dari pandangannya.

Langkah Rasya terhenti, saat matanya menangkap dua sosok pria yang berdiri terpaku sambil menangis. Napasnya pun semakin sesak, manakala pemandangan yang Rasya lihat di sekelilingnya begitu banyak orang-orang menangis.

"Kak Rezky ...."

Rezky menoleh. Ia mendekati sang adik dengan mata sembab kemudian memeluknya. Dipeluk Rezky, Rasya hanya bergeming. Tubuh pemuda itu membeku seperti ada yang mengunci rapat sehingga tidak dapat untuk digerakkan lagi. Namun, tubuh bergetar Rezky-lah yang Rasya bisa rasakan.

"Papa dan mama enggak selamat, Sya. Orang tua kita udah enggak ada lagi."

Tidak ada sepatah kalimat pun yang keluar dari mulut Rasya saat ucapan Rezky mengatakan, orang tua mereka dalam kecelakaan tersebut tidak selamat, hal itu berhasil menampar hatinya begitu keras. Dunia Rasya seakan jungkil balik tanpa arah. Darah di dalam tubuhnya seakan sudah tak mengalir lagi.

Dalam pelukan Rezky, Rasya menumpahkan air mata sampai membanjiri setiap lekuk wajahnya. Cobaan demi cobaan terus menimpa keluarganya. Dimana setiap jengkal hidup Rasya jalani selalu saja mendapatkan sebongkah ujian yang bertolak belakang dengan keinginannya. Berawal masalah percintaan Rasya dengan Alana harus berpisah sementara waktu, serta merelakan kebebasannya diatur telak oleh Reza. Sekarang, satu kenyataan teramat berat dalam hidup Rasya, orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas di dasar laut lepas semakin mengikis relung hati cowok itu.

Kecelakaan pesawat tersebut tidak ada satu pun korban selamat. Tim SAR sudah memulai mencari korban-korban yang meninggal agar segera dievakuasikan. Begitu pun pihak aparat juga ikut andil dalam pencarian tersebut.

Reza mendekati kedua adiknya yang masih saling berpelukan. Kedua tangan kekarnya mengusap lembut pundak Rezky dan Rasya sebagai penyalur rasa ketenangan. Reza tahu, Rezky dan Rasya pasti sangat syok atas berita ini. Sebagai kakak tertua, Reza harus tetap kuat. Ia tidak boleh terlalu larut dalam kesedihan demi kedua adiknya. Sebab bila ia goyah, maka tidak ada yang bisa menjadi tiang penyanggah untuk Rezky dan Rasya. Meninggalnya orang tua mereka sudah takdir. Takdir Tuhan telah termaktub tanpa dapat untuk dicegah.

***

Bentang langit tampak mendung ketika matahari mulai bersembunyi di ufuk barat. Kini langit menghitam bersamaan kilat menggelegar hingga membisingkan setiap sudut kota.

Rasya Dan Alana 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang