Hujan begitu deras. Namun itu tidak mengusik dua insan berbeda gender duduk di sudut kafe, saling berhadapan. Hanya saja ada meja persegi empat membatasi jarak mereka. Rasya mengembuskan napas perlahan. Tangan kanannya memainkan cangkir kaca berisikan kopi hangat di atas meja yang belum sempat ia minum. Sementara Alana hanya menundukkan kepala, tapi sesekali ia mencuri pandang menatapi wajah tampan Rasya secara diam-diam. Namun Rasya menyadari. Sejak tadi gadis cantik di depannya ini tengah memandangnya. Rasya tersenyum tipis. Tingkah Alana membuatnya gemas.
"Gue tahu, gue ini memang ganteng. Enggak perlu curi-curi pandang gitulah ke gue," ujar Rasya.
Alana mengangkat kepala. Matanya melebar sempurna, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Juga merasa malu karena sudah tertangkap basah memandangi pemuda berponi itu diam-diam. Melihat gelagat Alana tampak salah tingkah dan seperti orang bodoh, Rasya hanya menunjukkan senyum kumut.
"Gue enggak curi-curi pandang, kok. Enggak lihat lo dari tadi gue cuma nunduk aja." Alana menyela cepat. Walau sangat gugup, akan tetapi Alana cukup pintar menyembunyikan kegugupannya yang sedari tadi melanda.
"Nunduk sekali-kali natap gue juga," tukas Rasya.
"Terserah lo, deh," ucap Alana pasrah.
Alana mengembus napasnya. Percuma juga, berdebat dengan Rasya hal yang tak penting pasti ujung-ujungnya selalu ribut. Lebih baik ia mengalah saja. Lima tahun sudah berlalu, ini pertemuannya dengan Rasya untuk pertama kali. Dan Alana tidak ingin merusaknya hanya karena masalah sepele.
"Enak enggak tinggal di London?" tanya Alana, sembari menyeruput secangkir teh hangat.
"Enak," jawab Rasya singkat.
Pemuda itu menyenderkan tubuhnya di punggung kursi. Tangannya ia silangkan ke dada, serta matanya tetap fokus mengarah pada Alana.
"Apa enaknya?"
"Di sana banyak cewek-cewek bule yang cantik dan seksi."
Alana mengernyitkan dahinya. Dengusan kesal terbias di sudut bibirnya, kala ia mendengar jawaban Rasya bagaikan racun yang mematikan. Dengan gamblang, Rasya menjawab tanpa peduli jika wajah Alana telah berubah masam.
"Jadi menurut lo, gue ini enggak cantik dan seksi gitu?"
"Cantik, dan lo juga seksi."
"Terus, kenapa lo bilang di sana cewek-cewek bule cantik-cantik dan seksi?" Alana refleks berdiri dari duduknya. Tangannya dikecak pada kedua pinggang rampingnya, serta bibirnya mengerucut lucu.
"Emang benar. Di sana cewek bule cantik-cantik dan seksi. Gue ngomong apa adanya, kok. Sesuai apa yang gue lihat," ucap Rasya dengan polosnya.
"Sebenarnya, di mata lo, gue ini sebagai apa?"
"Pacar gue, lah, bego!"
"Pacar rasa hambar!" seru Alana ketus. Kesal dengan ucapan Rasya seringkali terdengar nyablak.
"Ketus amat. Lo marah?"
"Lo pikirin sendiri," jawab Alana semakin ketus.
Rasya mendesah. Ia menyadari atas sikap Alana menampakkan kekesalan akut padanya. Mungkin perkataannya tadi tanpa sadar sudah membuat Alana marah dan dongkol. Rasya merasa menyesal dan bersalah. Seharusnya ia lebih mewanti-wanti dalam bertutur, agar tidak menyakiti gadis di depannya ini. Apalagi, pertemuan pertama kali setelah lama tidak bertemu, Rasya harus memberikan kenyamanan untuk gadis itu, bukan malah membuat keadaannya bertambah runyam.
"Oke, gue minta maaf. Gue enggak ada maksud begitu ke lo, sungguh Alana."
Rasya berdiri. Ia menyambar kedua tangan Alana. Mata nan sayu terus tertuju pada wajah Alana. Rasya melihat kedua netra Alana berkaca-kaca, siap ingin mengeluarkan buliran kristal. Rasya tidak mau gadis di depannya ini bersedih. Apalagi menangis. Sedikit saja air mata itu jatuh, Rasya tidak akan pernah sanggup untuk melihatnya. Bagi Rasya, air mata Alana terlalu berharga untuk dikeluarkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/131401851-288-k489708.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasya Dan Alana 2
General FictionCover By @rishapphire ( risha ) Sebelum membaca squel ini. Ada baiknya baca dulu Rasya dan Alana satu, Ya .... "Cinta nggak butuh banyak syarat. Tapi cinta butuh kesetiaan dan kejujuran." ~ Alana. "Kalau gue mati, apa lo akan melupakan kenangan kita...