1%

23.3K 1.7K 338
                                    

Taeyong membuka matanya begitu mendengar jam kecil di meja berdering. Dia melompat dari tempat tidur dan mematikan alarm.

Ini pukul lima pagi di hari yang baru. Sudah saatnya mengerjakan tugasnya di rumah itu.

Lee Taeyong baru genap berumur delapan belas tahun beberapa minggu lalu. Telah lulus dari sekolah menengah atas, namun tidak melanjutkan ke universitas karena kendala biaya meski sangat ingin.

Di usinya yang keenam belas tahun, dia telah kehilangan sosok ibu. Ibunya meninggal karena sakit, menyusul ayahnya yang sudah lebih dulu pergi diusianya yang ke sepuluh tahun -alasan dari kehidupan sulitnya bersama sang ibu.

Satu-satunya kerabat mereka yang tersisa adalah paman Taeyong, saudara ayahnya, Lee Seungchul -yang sayangnya juga menolak membiayai pengobatan kakak iparnya.

Taeyong sangat merindukan ibunya. Meskipun mereka dulu hidup miskin, ibunya mendidik dan membesarkannya dengan baik. Taeyong sangat menghargai semua pengorbanan ibunya itu. Jadi meskipun rasanya tidak mungkin, Taeyong tetap berharap bisa melanjutkan sekolah dan membanggakan kedua orang tuanya dengan mempunyai hidup yang sukses.

Setelah resmi menjadi yatim piatu, Taeyong cukup beruntung karena keluarga pamannya mau menampungnya tinggal di rumah mereka. Meski dengan bayaran harus bekerja keras untuk membalas budi -dengan membersihkan rumah, memasak makanan, melayani mereka, dan lain-lain.

Sekarang, tidak ada waktu untuk mengenang masa lalu. Banyak pekerjaan menunggu.

Taeyong mandi dengan cepat dan berganti pakaian dengan kaos cokelat kusam yang sedikit terlalu besar dan celana panjang.

Dia langsung bergegas turun.

Bibinya telah secara khusus menentukan menu sarapan setiap pagi. Olahan daging, roti panggang, jus segar buatan sendiri dan buah-buahan semuanya harus sudah tersaji.

Setelah Taeyong meletakkan piring terakhir di meja dia mendengar langkah kaki dari arah tangga rumah besar itu.

Tiba-tiba, pintu terbuka mengungkapkan pamannya -Lee Seungchul- dan istrinya -Lee Subin- dalam setelan pakaian elegan.

Paman dan bibinya itu mungkin tidak pernah repot-repot mau membelikan pakaian layak untuknya, apalagi membiayai pendidikan lanjutannya. Tapi mereka benar-benar kaya denngan menjadi pemilik dua perusahaan dan sebuah restoran.

Alasannya sudah tentu karena mereka membenci Taeyong. Sejak dulu pamannya itu memang sangat membenci ayahnya meski mereka saudara sedarah -karena kakek Taeyong lebih menyayangi ayahnya. Dan sebagai imbasnya Taeyong dan ibunya juga mendapat kebencian itu.

"Aku harap kau tidak mengacaukan yang satu ini," Seungchul mengerang, menatap Taeyong tajam hingga ketakutan.

"Apa yang kau harapkan dari keponakanmu yang manja dan tidak becus itu, yeobo?" kata Subin sambil meraih kursi. "Dia tidak akan berbeda dari ibunya yang jalang itu."

Keduanya tertawa sementara Taeyong merasa air mata mulai terbentuk di pelupuk mata. Paman dan bibinya, mereka selalu menghina ibunya di berbagai kesempatan hanya untuk menyakitinya.

"Pagi."

Yoobin masuk ke ruang makan dan meringis jijik begitu melihat Taeyong. Sepupu berusia dua puluh tiga tahunnya itu terlihat sangat cantik mengenakan gaun desainer coklat.

"Pagi."

Yoojin, saudara kembar Yoobin, juga menyapa dan meraih kursi. Pria manis penyandang status tunangan Jung Jaehyun, ahli waris dari salah satu keluarga terkaya dan paling berpengaruh di Korea Selatan itu memandang Taeyong seolah-olah dia adalah orang yang paling menjijikkan yang pernah dilihatnya.

In The Name of Love [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang