sulit bagiku menahan amarah
hanya untuk mengalah.
Lebih-lebih kepadamu, yang tak ramah.-My Gril From Another Dimension-
____________________________________________
Pagi ini di sudut kota Jakarta belum banyak yang memulai kegiatan nya, namun suara riuh perdebatan berhasil memecah sunyi kota, berasal dari suatu apartemen. Dan itu apartemen yang dihuni oleh Dewa dan Dysa. Suara perdebatan terdengar nyaring di seluruh penjuru apartemen yang bernomer pintu 217.
"Pokoknya Dewa gak boleh ke mana-mana~ "
rengek Dysa sambil menghadang pintu keluar. Dysa menatap Dewa dengan mata yanhg membulat.
"Dysa!!, Dewa harus sekolah! Minggir!" Tegas Dewa.
"Gak! Dysa gak pengen minggir. Dysa pengen nya Dewa disini aja gak boleh keselokan! "
Dewa hampir menjatuhkan rahangnya saat mendengar kata terakhir dari kalimat yang di lontarkan Dysa tadi.
"Siapa juga yang mau ke selokan Dysa?! Dewa itu mau ke sekolah."
"Nah, itu! Dewa gak boleh ke selokan!" Ucap Dysa bersikeras.
"Ahhh......" Dewa sepertinya sekarang tau apa yang dimaksud selokan oleh gadis di depan nya ini. "Dysa, sekolah dengan selokan itu bedanya jauh. Udah ah Dewa mau belajar di sekolah, bisa telat gara-gara Dysa."
"No..No...No.. Big No" ucap Dysa dengan memajukan bibirnya seperti ikan koi, sambil menghadang jalan Dewa.
Entah Dysa belajar bahasa se-alay itu dari mana. Karena Dewa tidak merasa dirinya mengajarkan bahasa alay itu.
Dewa mendengus. Di pagi buta seperti ini Dysa sudah berhasil memancing emosinya.
"Dysa, sekolah itu penting. Dewa gak bisa tinggalan gitu aja." Ucap Dewa mencoba menjelaskan agar Dysa dapat mengerti.
"Terus maksud Dewa, Dysa gak penting. Gitu?" Ucap Dysa ketus.
Dewa membulatkan matanya, tak percaya. Dewa tidak mengira ternyata Dysa sudah benar-benar secerdas ini dalam waktu 10 hari, bisa-bisanya sekarang Dysa membalikkan kata-kata Dewa.
Dysa terdiam sesaat dengan wajah yang tidak bisa diartikan, manik matanya menatap ke arah Dewa dengan intens entah ia sedang marah atau sedang mencoba mengalah. Dewa tidak tahu itu, karena dari wajahnya tidak sedikit pun memberi petunjuk.
"Yasudah sana, Dewa pergi aja tinggalin Dysa." Ucap Dysa mengalah meninggalkan Dewa di Depan pintu. Ia berjalan berbalik arah dengan wajah yang muram menuju kamar pink nya.
Dewa mengusap kasar wajahnya. Jika dipikir kembali, ada benar juga, Dysa belum bisa ditinggal sendirian di rumah. Bisa saja hal-hal yang tidak di ingin kan terjadi dikala Dewa sekolah. Seperti hilangnya anggota badan miniatur Iron man kesayangan Dewa, atau bahkan terbakarnya apartemen Dewa karena ulah gadis polos yang bernama Dysa itu.
Membayangkan nya saja sudah sangat mengerikan bagi Dewa.
Mungkin untuk hari ini Dewa akan mengajarkan Dysa tentang bagaimana berada di rumah saat Dewa pergi sekolah, dan hari ini juga Dewa harus mengenalkan lingkungan di sekitar apartemen nya kepada Dysa, karena apabila suatu saat Dysa keluar rumah, Dewa tidak lagi perlu panik atau pun takut Dysa tidak tahu jalan pulang .
Setelah selesai berpikir panjang, Dewa merogoh saku seragamnya. Mengambil ponselnya mencoba menghubungi Ragga.
"Ngapain lo telepon gue pagi buta?!"
Nada bicara yang khas dari seorang Ragga. Apa pun keadaan nya, saat bercanda atau pun tidak selalu terkesan seolah sedang membentak. Dewa bahkan ragu kalau Ragga memiliki sisi manis dan lembut. Yang ia tahu hanya sikap tegas dan penuh wibawa. Yah walau terkadang sikap Ragga terkesan kasar bagi Dewa.
"Gue lagi gak enak badan, gak bisa sekolah hari ini." Alibi Dewa sambil melonggarkan dasi dari seragam sekolah yang sedari tadi sedikit mencekik lehernya.
"Bullshit. Palingan lo mau bolos pelajaran Fisika."
"......"
"Kalo gue boleh nyaranin, mending lo masuk dah, urusan fisika sama yang lain gue yang urus. Masalahnya gue gak mau lulus SMA sendirian kalo lo gini terus anying"
Dewa memutar bola matanya pertanda ia jengah dengan ceramah dadakan Ragga.
"Kan aku udah bilang, aku gak enak badan sayang" ucap Dewa dengan nada menjijikkan.
"Yah kan kumat penyakitnya. Yaudah, Ntar gue bilangin guru piket."
"Sipp, bye sayang. Jangan kangen aku ya." Salah satu kebiasaan Dewa adalah menggoda Ragga seperti ini.
"Jijik!!"
Tuuutttt
Sambungan telepon nya pun terputus sepihak. Tentu saja dari pihak Ragga yang muak dengan tingkah menjijikkan Dewa.
Dewa melempar tas beserta dasinya ke arah sofa si depan nya. Ia pun membuka baju seragam nya dan menyisakan kaos hitam ketat yang membalut tubuhnya.
Ia mengambil jaket bomber coklat miliknya. Ia akan menjalankan agenda dadakan nya yang pertama, untuk mengenalkan Dysa dengan lingkungan sekitar.
Dewa berjalan ke arah kamar pink Dysa yang pintunya tertutup rapat. Ia mencoba mengetuk pintu nya, namun tidak ada jawaban dari dalam sana. Mungkin kah Dysa marah karena masalah tadi?? Sepertinya tidak mungkin.
"Dysa?" Panggil Dewa sambil terus mengetuk pintu kamar Dysa.
"......"
Jengah dengan tidak mendapat nya respon dari Dysa, akhirnya Dewa mencoba memutar knop pintu kamar Dysa, yang ternyata tidak terkunci.
"Dysa...?" Panggil Dewa lagi sembari membuka perlahan pintu kamar Dysa.
Pantas saja Dewa tidak mendapat jawaban dari tadi. Ternyata si penghuni kamar sedang berkelana di alam mimpinya.
Entah apa yang mendorong Dewa untuk melangkah masuk ke dalam Zona pink Dysa, tapi kini ia sudah duduk di sisi ranjang king size Dysa. Dewa menatap wajah polos gadis itu yang terlelap di depan nya.
"Kampret! Tadi aja gua cabut ke sekolah." Gerutu nya. lalu menyelimuti tubuh Dysa dengan selimut putih tanpa motif yang ia sediakan untuk Dysa. Setelah itu Dewa meninggalkan kamar Dysa dan kembali menutup rapat pintunya.
Walau begitu ia tetap tidak berangkat ke sekolah hari ini dan menganggapnya bonus libur tak terduga.
*****
Saat ini Dewa sedang berkeliling Komplek apartemennya di lantai 3 bersama Dysa. Tentu saja setelah Dysa terbangun dari tidur panjangnya yang menghabiskan waktu 3 jam sejak jam 6 pagi tadi. Ia menjelaskan setiap liak-liuk dari lantai 3 sama seperti sebelumnya ia menjelaskan tentang lantai 4 dan 5.
Tidak lupa ia juga mengajarkan cara mengoperasikan Lift dan tangga darurat.
Sejauh ini Dysa menangkap semua yang Dewa ajarkan dengan cepat. Bahkan Dewa hanya menjelaskan nya sekali saja Dysa sudah bisa melakukan nya.
Kini mereka menuju lantai 1 dengan langkah santai. Diselingi dengan pertanyaan-pertanyaan dari Dysa yang kadang terdengar konyol di telinga Dewa.
"Dewa,.." panggil Dysa saat tiba di lantai 1.
Dewa sedikit menunduk untuk melihat kearah Dysa yang tingginya sebahu nya. "Kenapa?"
"Dysa mau ke sana!" Pintanya sambil menunjuk ke arah toko permen di dekat lobi utama.
Tanpa meng-iya kan permintaan Dysa, Dewa langsung berjalan ke arah toko permen tersebut dan di ikuti oleh Dysa. Dewa membelikan satu lolipop besar untuk Dysa tanpa bertanya kepada Dysa apa yang ia ingin.
"Mas Dewa, itu pacar barunya ya..." goda sang kasir toko yang memang sudah mengenal Dewa karena Dewa kerap bersama Risa membeli permen rasa matcha kesukaan Risa di sini.
Dewa hanya menjawabnya dengan senyum ramah karena ia tidak tau harus jawab apa. Sedangkan Dysa berdiri tenang memperhatikan ribuan macam permen di sekelilingnya.
"Nih.." ucap Dewa menyerahkan satu buah big lolipop kepada Dysa.
"Satu?" Tanya Dysa dengan tatapan bingung. "Dysa kan maunya 3" lanjutnya tanpa dosa.
Dewa mendengus kesal. Dewa kembali menuju kasir dan menukar big lolipop nya dengan 3 lolipop berukuran sedang. Bukan karena Dewa tidak mampu membeli 3 big lolipop itu, tapi Dewa takut tidak di habiskan Dysa nanti dan menjadi mubazir.
"Kok lolipop nya jadi yang bayi?? Dysa mau momie lolipop nya juga Dewa... " protes Dysa yang membuat Dewa gerah.
Dewa berusaha keras menahan emosinya. Ia juga tidak ingin bertele-tele menghadapi gadis alien itu. Tanpa berkata-kata Dewa kembali menuju kasir dengan emosi yang memuncak dan membeli satu big lolipop nya untuk Dysa.
Dan kini Dysa tersenyum riang saat satu big lolipop dan tiga bayi lolipop berada dalam genggaman nya.
Dysa menatap ke arah Dewa yang membuang pandangan nya ke arah lain. Merekah sebuah senyum manis di bibir kecil Dysa. "Dewa san, arigatou gozaimasu." Ucapnya berterima kasih menggunakan bahasa jepang.
"Habisin lolipopnya!" Titah Dewa di samping Dysa.
Dysa yang sedang melahap bayi lolipop itu pun menjawab dengan kedipan mata singkat yang sekan berkata 'tenang pasti Dysa sikat habis yang beginian.'
"Dewa, kalo makan bayi lolipop nya Dysa di marahin momie lolipopnya gak??" Tanya nya polos sabil memperhatikan lolipop kecil yang sempat ia jilat.
"Ya Nggak lah." Jawab Dewa tampak acuh. "Ayo pulang."
"Dysa mau keliling sendiri ah. Dewa pulang aja sana!!." Tolak Dysa lalu ia melangkah ke sembarang arah bersama lolipop-lolipopnya tanpa memedulikan Dewa.
Dewa meng-iya kan saja maunya Dysa untuk berkeliling sendirian, sungguh Dewa sudah tidak kuat berada di samping Dysa yang mulai cerewet dan mengesalkan. Dewa berjalan menuju pos satpam di depan pintu lobi.
"Pak Eman! Titip Cewe itu jangan boleh keluar gedung ya, takut ilang. Itu Saudara saya dari Amerika jadi gak tahu jalan Jakarta." Ucapnya kepada satpam yang bernama pak Eman sambil menunjuk ke arah Dysa yang berjalan ke bagian barat.
"Siap laksanakan!! mas Dewa" sahut pak Eman, dengan nada bersahabat.
▪▪▪▪
Ini pertama kalinya Dysa keluar dari apartemen Dewa sendirian begini. Dysa benar-benar merasa hidup sekarang. Ia berjalan riang. Melangkah ke mana pun yang kakinya ingin. Sambil melahap lolipop tadi yang belum kunjung habis. Sangking riang nya sampai ia sempat menabrak beberapa bunga pajangan di sudut koridor.
Kini Dysa berjalan berputar layaknya penari balerina. Terlalu kencang berputar hingga menimbulkan efek berputar pada pandangan nya yang mengakibatkan ia berjalan layaknya orang mabuk, Dysa mulai kehilangan keseimbangan dan menabrak seseorang di depan nya.
"Auhh.." rintihnya saat mulai terasa sakit pada bagian kepalanya karena terbentur bahu keras dari laki-laki yang ia tabrak.
"Are you ok?" Tanya laki-laki tersebut. Namun di abaikan oleh Dysa. Ia sibuk menetralkan pandangan nya yang masih sedikit berputar.
"Mabuk siang bolong gini?" Tanya laki-laki itu lagi dan masih di abaikan oleh Dysa.
Setelah pandangan nya kembali normal Dysa menatap laki-laki tersebut dengan linglung.
"Minta satu dong lolipopnya." Ujar teman dari laki-laki tersebut. Dysa memberikan satu lolipop kecil nya kepada teman dari laki-laki tersebut dengan wajah polosnya.
"Makasih" ucap laki-laki yang Dysa beri lolipop tadi. Hanya Dysa jawab dengan senyuman ramahnya.
Sedangkan laki-laki yang tadi tidak sengaja Dysa tabrak memukul pelan bahu teman nya itu karena merasa sikap teman nya yang sangat memalukan.
Untuk yang terakhir kalinya. "Are you ok?" . Dysa mengangguk sebagai jawaban walaupun ia tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan laki-laki itu. "Ok, cabut ayo!!" ucap laki-laki itu kepada teman nya yang sedang membuka bungkus lolipop.
"Thanks lolipopnya. Temen gue emang suka gak tau diri." Ucap laki-laki itu lagi. Dan hanya mendapat tatapan menyimak dari Dysa. Setelah itu ia lanjut melangkah bersama temannya meninggalkan Dysa.
"Maksih lolipopnya. Ini susu strawbary buat kamu." Dysa menerima susu strawbary kotak dari laki-laki tersebut lalu ia melihat laki-laki itu melambaikan lolipopnya ke arah Dysa dengan riang. Dan disambut oleh Dysa dengan senyuman nya.
Di sisi lain Dewa dengan tenang berada di apartemennya. Ia menghabiskan waktu dengan menonton film action ditemani beragam camilan di depan nya sambil menunggu Dysa pulang.
Sudah sekitar setengah jam ia berbaring di sofa, tiba-tiba terdengar bunyi password unlock dari pintu apartemennya.
Menampakkan wujud dari kedua teman akrabnya yaitu Ragga dan Tito yang masih menggunakan seragam sekolah dari balik pintu. Setelah itu Dewa mendapat sentuhan keras dari sepatu Ragga yang sengaja Ragga lempar ke arah nya. "Si anying ngomongnya sakit! Tapi mukanya seger kaya belahan dada janda." Ucap Ragga kesal.
Dewa mengusap kepalanya yang tadi menjadi korban dari sepatu Ragga."Widih. Jadi ceritanya lo berdua jenguk gue nih." Ucapnya sembari terkekeh dan berpura-pura terharu. "Anjir dibawa in makanan segala. Jadi Enak." Ucap nya kemudian merampas kantong plastik berisi buah dan makanan sehat yang dibawa Ragga.
"Tahu gini, gue lempar granat aja tadi harusnya ini apartemen." Sindir Ragga dan mengambil alih remot Tv
Dewa hanya terkekeh. Ia menatap Tito yang sedang asyik melahap lolipop di samping Ragga. Karena itu ia jadi teringat dengan Dysa yang bisa kapan saja kembali ke apartemen nya. Dan akan menjadi masalah besar jika Dysa kembali di saat Ragga dan Tito masih berada di sini. Bisa habis dirinya di lempari beribu pertanyaan oleh keduanya. Kini Dewa hanya bisa berdoa agar Dysa berlama-lama di luar sana.
"Dewa, tahu gak?" Tanya Tito kepada Dewa yang sedang melahap Sandwich buatan mamah Ragga. Dewa tidak menggubris pertanyaan Tito, karena menurutnya sangat tidak penting.
"Ih, Dewa dengarin Tito gak sih?" Rengek Tito kesal sendiri melihat perlakuan Dewa kepada nya.
"Iya, gue dengar elah!"
Tito memberi cengiran lebar berusaha membuat Dewa tidak berubah menjadi macan. "Masa tadi Tito dikasih lolipop sama bidadari cantik." Ucap Tito sembari menerawang kembali kejadian di lobi tadi. Tito tersenyum lebar hanya karena membayangkan wajah gadis itu.
"Hah, bidadari? maksud lo Mimi peri kali.!!" Sahut Dewa dengan nada sarkastis. Disambut dengan gelak tawa Ragga yang semakin membuat Tito kesal.
"Awas aja kalo Dewa ketemu sama bidadari itu, terus Dewa suka sama dia, Tito akan bakar apartemen Dewa pakai obornya patung Liberty." Ancam laki-laki polos itu. Bukan nya takut, Dewa malah mempersilahkan Tito melakukan ancaman tidak berbobot nya itu.
"Pokoknya ini cinta pada pandangan pertama nya Tito." Ucap Tito lagi dengan memasang wajah imut.
Ragga melayangkan bantal yang ada di sofa ke arah Tito dan berhasil mengenai kepala Tito. "Gak usah sok cinta-cinta an!! Minum susu strawbary aja masih berlepotan!!." Ledek Ragga.
"Ih, Ragga sama Dewa sama aja nyebel..." ucapan Tito terpotong ketika bell apartemen Dewa berbunyi.
Seketika tubuh Dewa menegang. Bagaimana jika itu adalah Dysa. Bagaimana jika Ragga dan Tito melihat Dysa di apartemen nya? Pasti kedua teman nya itu akan menanyakan nya banyak hal tentang Dysa. Dan Dewa belum memikirkan alibi mengenai siapa itu Dysa, dan bagaimana Dysa bisa bersamanya. Ini terlalu mendadak.
Dewa berlari secepat kilat menuju pintu. Setidaknya ia bisa mencegah Dysa masuk dan menyuruh Dysa berkeliling lebih lama.
Dewa membuka pintu dengan hati-hati. Sesekali ia menoleh ke arah kedua teman nya. Dengan ragu Dewa membuka pintu itu hanya sebesar 30 derajat. Kepalanya mengintip disela-sela pintu.
"Risa?"
Dewa menghela nafas lega. Akhirnya ia bisa bernafas dengan normal setelah tahu siapa yang membunyikan bell tersebut.
Ada yang aneh dari Risa. tumben sekali Risa membunyikan bell terlebih dahulu.
....................................................................................
Thanks for reading this chapter.
Jangan lupa vote and coment for next chapter

KAMU SEDANG MEMBACA
My Girl From Another Dimension
FantasyDia laki-laki yang pertama kali aku lihat saat hadir di dunia asing ini, aku terlahir karena cinta yang ia garis kan pada kanvas. Aku bersyukur, tuhan memberi ku kesempatan untuk hidup di dunia ini dengan nya, meskipun dia tidak menyukai ku setidak...