12

1.9K 139 17
                                    

"Ya, kau mengatakan sesuatu."

Jiyong tersenyum sesaat setelah dia mendengar pengakuan Taeyeon. Perasaan lega masuk memenuhi relung hati laki-laki itu, membuatnya hangat dan terasa menyengangkan.

"Hey Taeyeon-ah.."

Taeyeon mendongak, menatap penuh tanya pada sosok Jiyong yang tengah tersenyum.

"...Sejujurnya aku sudah mengingat apa yang terjadi pada malam itu."

Sepasang bibir milik Taeyeon pun terbuka. Sedikit, tapi mampu membuatnya terlihat lebih imut. Dan Jiyong menyukai hal ini.

"Aku sebelumnya ingin meminta maaf pada mu. Tidak maaf tidaklah cukup untuk semua hal buruk yang telah ku lakukan pada mu. Seharusnya aku tidak bertanya pada malam itu. Seharusnya aku tidak kalap dan menyentuh mu, seharusnya aku tidak membiarkan kegelapan menelanku hingga nafsu mampu menjungkirbalikan keadaan kita sekarang. Aku sempat mengatakannya bukan? Aku merasa bingung dengan perasaan yang tengah ku rasakan. Kebimbangan, kesakitan, kemarahan dan rasa penuh untuk memiliki, melindungi kini bercampur menjadi satu."

"Aku kebingungan. Benar-benar bingung menentukan definisi apa yang pantas ku utarakan atas perasaan ini. Apakah ini obsesi? Simpati? Atau cinta?" Perkataan Jiyong berakhir dengan pertanyaan bertubi yang mampu membuat Taeyeon tak bisa merespon cepat. Otaknya belum pulih, kini kembali di buat blank atas penjelasan panjang Jiyong.

Apa yang harus Taeyeon katakan?

Disaat dia mendapatkan sebuah kenyataan justru kenyataan itu semakin membuatnya bingung.

"Tidak perlu banyak di fikirkan. Aku tau kau punya alasan tersendiri untuk melakukannya. Tentang apa yang ku katakan saat mabuk itu biarlah, biarkan sa-"

"-Tidak."

Taeyeon secara tiba-tiba bersuara. Memotong cepat kalimat Jiyong hingga tak terselesaikan.

Jiyong memandang aneh pada Taeyeon yang kini memandangnya dengan penuh keyakinan.

Entah mengapa, saat mendengar kalimat Jiyong yang dengan seenaknya menyuruh Taeyeon untuk melupakan apa yang dia dengar, membuat wanita itu berfikir dia harus mengungkapkan apa yang selama ini dia pendam begitu dalam.

"Jiyong-ah, aku menyukai mu dengan sangat, hingga rasa suka ini perlahan bermetamorfosis menjadi rasa cinta begitu dalam.."

"..Kau bertanya kenapa aku melakukan hal itu? Ku rasa kini kau udah mendapatkan jawabannya. Maafkan aku, tapi jauh, jauh sebelum kau mengenal Se In aku sudah lebih dulu jatuh cinta pada mu."

Bagai tertimpa bebatuan besar, Jiyong tertegun. Merasakan sesak yang menyakitkan ketika mendengar penuturan Taeyeon.

Ternyata dia telah menyakiti wanita itu jauh lebih lama dari yang dia kira. Mengetahui fakta tersebut membuat Jiyong tak lagi punya muka di hadapan Taeyeon. Bagaimana bisa dia tidak menyadari bahwa dia telah menyakiti wanita itu dulu? Bahkan dia tidak perduli ketika Taeyeon telah merasakan sakit yang teramat sangat, dia justru memanfaatkan posisi wanita itu sebagai orang terdekatnya menjadi pengalihan rasa sakit yang baru pertama kali dia rasakan.

Tangan-tangan kekarnya bergerak, menggapai tubuh ringkih Taeyeon dan mendekapnya dengan erat. Walaupun perasaannya tengah tercampur aduk, dia tak memungkiri bahwa ada satu rasa kehangatan dan kebahagiaan yang terselip di antara rasa kompleks tersebut.

"Maafkan aku Taeyeon-ah.." Lirih berbisik pelan mengecup salah satu telinganya.

Taeyeon tersenyum, dia menggeleng kecil yang dapat dirasakan oleh Jiyong.

"Kau tidak perlu meminta maaf, karena ini juga bukan kesalahan mu."

Jiyong tak bisa menahannya, dia kini sungguh merasa beruntung memilik seseorang seperti Kim Taeyeon yang memilih untuk mencintainya dengan begitu besar. Jiyong bahkan tak lagi memperdulikan masa lalunya bersama Se In yang sempat membuat laki-laki itu merasa teramat kalut.

Friend with BenefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang