1

47 5 0
                                    

Sial terus mah gue, tapi dibalik kesialan ada keberuntungan.

Zenka Allios Hysto

***

Pelajaran keterakhir dari kelas XII IPA 1 membuat semua murid dikelas Zenka mengantuk, tapi mereka mencoba untuk tetap terjaga agar tidak terkena semprotan dari Pak Tono. Zenka melihat sekeliling kelas dan mendengus tidak ada yang menarik baginya.

Pak Tono menjelaskan didepan dengan penggaris yang terangkat menunjuk tulisan-tulisan latin dipapan tulis. Melihatnya membuat Zenka tambah tidak bersemangat, materinya sudah ia pahami, tidak ada lagi yang ia tidak mengerti.

Akhirnya, ia putuskan untuk melihat keluar jendela. Langit masih tetap sama. Gelap. Tidak ada pemandangan bagus untuk dilihat bagi Zenka, tetapi daripada ia melihat suasana kelas lebih baik ia melihat langit gelap pikirnya.

Tangan kanan menopang dagu, sedangkan tangan kirinya memegang pena dan bergerak-gerak menghasilkan karya abstrak dibukunya.

"Langit gelap, suasana kelas nggak enak, trus bosan. Lengkap lah sudah..." batin Zenka.

Biasanya jika cuaca seperti ini, Zenka pasti sudah ingin lari ke café terdekat untuk meminum kopi mocha kesukaannya.

"Kalau aja, gue punya alat teleport. Udah gue pake tuh alat buat ke cafè." Batin Zenka.

"Zen! Woi, Zenka!"

Lamunan Zenka buyar begitu saja saat orang sampingnya berteriak memanggilnya.

Ternyata Rendy memanggilnya sambil melirik ke depan. Zenka menguap dan mengibaskan tangannya, membiarkan Pak Tono yang sekarang melotot ke arahnya.

"Zenka Allios Hysto!"

Zenka mendengus, dengan malas ia mengangkat tangannya tanpa melihat ke arah guru yang sekarang menautkan alisnya ke bawah.

"Kamu! Saya sengaja membiarkan kamu melamun. Sudah saya plototi masih juga tidak sadar. Ka-"

"Yaelah Pak.. namanya juga melamun, mana sadar diplototin."

Mata Pak Tono tambah melotot mendengar balasan Zenka. Jika digambarkan dalam animasi, maka wajah Pak Tono sudah menakutkan. Urat di wajah menonjol, mata melotot hampir keluar dan juga ada api dikepalanya.

"KELUAR KAMU!"

Zenka tersenyum miring.

Semua murid sekelas termasuk Rendy, melihat Zenka tersenyum miring pun merinding. Dalam sekejap, muka Zenka kembali datar dan dengan santai dia berjalan keluar dari kelas. Dalam saat bersamaan juga, semuanya berbalik menghadap kedepan kembali. Zenka mendengus, seseram itukah dia?

"Cih! Mau jadi apa dia nanti besar. Melawan orang tua saja kerjanya! Tidak tau diri."

Zenka menghela nafas. Kepalanya menunduk kebawah dan saat ia sudah di depan Pak Tono, Zenka melihat Pak Tono dengan dingin. Bulu kuduk Pak Tono seketika meremang mendapatkan tatapan dingin nan seram dari mata tajam Zenka.

"Saya harap anda tidak menyesal saat mengatakan itu dihadapan saya. Pak. Tono."

Bisik Zenka sambil berlalu. Bisikannya seperti desisan ular bagi Pak Tono. Mendengar itu wajah Pak Tono pucat, karna tidak berani melawan Zenka. Pak Tono akhirnya berdeham untuk menetralkan rasa gugup, takut dan panik.

"Jadi anak-anak..."

Akhirnya Zenka keluar dari ruangan membosankan dan menyebalkan itu. Zenka melihat langit dari koridornya dan duduk di kursi yang disiapkan oleh sekolah didepan setiap kelas.

Hujan turun deras, menyeruakkan aroma tanah dan rumput. Setidaknya pencampuran aroma ini, membuat Zenka sedikit tenang dan senang karna langit yang jelek baginya, membantunya mendinginkan kepala.

Entah kenapa perut Zenka menyuruhnya untuk pergi ke bawah membeli makanan. Baru saja ia hendak berjalan meninggalkan kelas, tiba-tiba ada yang memanggilnya.

"Kak Zenka."

Evil GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang