3

55 5 0
                                    

Jangan pernah sekali-sekali mencoba membangunkan sang pemangsa.
Jika kau membangunkannya,
Maka kau membuat kesalahan besar.

Zenka Allios Hysto

Vote and comment yo

***

Sekarang, Zenka dan Izy berada diluar kantin. Zenka melihat seluruh kantin yang sepi, hanya beberapa orang berada dikantin.

Zenka menunjuk kearah segerombolan laki-laki yang sedang tertawa dan bersiul-siul setiap kali ada siswi melewati jalur mereka.

"Itu?"

"Ha?"

Izy melihat arah mata dan tangan Zenka. Izy tertegun. Tebakan Zenka benar. Gerombolan itulah yang menganggunya tadi.

"Iya apa nggak?! Cepat!"

"I-iya!"

Izy menbekapkan mulutnya dengan kedua tangannya sendiri dan matanya melebar. Zenka tersenyum lembut.

"Thanks. Ini karna pesanan gue lama makanya mereka gue habisin."

Mata Izy membelalak melihat Zenka yang tersenyum, jarang sekali kakak kelasnya ini tersenyum. Bukan jarang, tapi bisa dikatakan tidak pernah. Dia berharap Zenka bisa seperti ini terus.

"Balik sana." Zenka mengibaskan tangannya mengusir adik kelasnya. Izy mendengus.

'Baru aja gue doain buat Kak Zenka supaya gak jutek-jutek lagi. Lah malah balik lagi.', batin Izy sambil berlalu.

Melihat Izy yang sudah pergi, Zenka berbalik dan masuk kedalam kantin. Semua orang menyadari kehadiran Zenka sedangkan segerombolan cowok-cowok, yang jadi mangsa Zenka, belum menyadari kehadirannya.

Zenka tersenyum miring. Mencoba berbaur dengan keadaan sekitarnya, menghilangkan aura dingin dan seramnya.

Sedikit demi sedikit, Zenka berjalan menuju mereka. Sekarang, Zenka sudah berada dibelakang salah satu anggota gerombolan itu.

Dengan cepat Zenka memukul leher belakang cowok itu, akhirnya tubuh cowok itupun tumbang. Semua yang melihat itu, terkejut. Ada yang memekik dan ada juga yang berjalan mendekati area pertarungan.

"Kalian yang ganggu kan?"

Segerombolan cowok itu tertegun dan terdiam melihat Zenka kini sedang mengangkat kepala teman mereka yang tumbang tadi.

"Dia juga kan?"

Zenka melihat mereka dari ujung matanya dan tersenyum miring. Semua merinding melihatnya.

Ryan, pemimpin gerombolan itu melihat Zenka dengan marah dan gelisah. Ia berpikir apa salahnya sampai temannya dipukul oleh Zenka.

"Apa lo?!"

"Lo yang apa?! Apa maksud lo ganggu adek kelas?!", tanya Zenka yang dipadukan dengan nada tinggi nan menyeramkan.

"Serah gue dong!"

"Oh! Jadi adek kelas yang gue suruh buat beliin makanan buat gue? lo yang gangguin juga kan?! Gue nunggunya lama!"

Zenka melotot kepada Ryan, sedangkan Ryan mencoba menetralkan rasa takut dan kepucatan wajahnya.

"Mau mampus lo?!"

Teman-teman Ryan mundur dari tempat dan membiarkan Ryan didepan. Ryan melotot melihat teman-teman mereka yang takut.

"Gak usah lo plototin juga mereka. Lo sendiri takut, nyet!"

Ryan memalingkan wajahnya. Melihat Zenka dengan wajah merah. Antara marah, takut dan malu, Ryan berlari menuju Zenka. Zenka tertawa kecil sambil menaikkan dagunya, menerima tantangan orang didepannya.

Saat tinjuan Ryan hampir mengenai Zenka, Zenka mengelak. Zenka menepis tangan Ryan, lalu balik meninju wajah Ryan.

Hidung Ryan mengeluarkan darah. Dengan cepat, Ryan menghapus darah yang mengalir keluar lanjut memukul dan menendang Zenka. Tapi sayang, semua serangan yang Ryan lancarkan, Zenka bisa dengan mudah mengelak dan membalasnya balik.

Keadaan menjadi kacau, semua murid yang berada dikantin maupun diluar kantin, melihat pertarungan itu dengan penasaran sampai ada yang berdesak-desakkan demi menghapus rasa penasaran dari diri mereka.

Saat Ryan menendang Zenka, dengan sigap Zenka menangkap kaki Ryan dan menyikutnya dengan sangat kuat.

"Akh!! Sakit!"

"Ck!"

Zenka berdecak dan melepaskan kaki Ryan. Wajah Ryan sekarang babak belur, hidung yang mengeluarkan darah, bibir sobek, juga mata dan pipinya yang lebam.

"Urusan kita selesai. Jangan pernah ganggu adek kelas lagi. Ngerti lo?!"

Zenka menunjuk Ryan dengan sorot mata tajam, akhirnya Ryan menyerah dan mengangguk. Zenka berjalan menuju pintu kantin, melewati kerumunan orang yang melihat kejadian tadi.

"Kalian diam atau gue yang diemin kalian. Bubar!", kata Zenka sambil berlalu.

Seketika semua bubar, meninggalkan tempat karna kedua objek itu selesai dengan urusan mereka.

Ryan ingin sekali menonjok wajah teman-temannya satu persatu yang kini membantunya berdiri.

Merasa harga dirinya seperti diinjak-injak hanya karna seorang gadis menonjok habis-habisan, Ryan tidak menerimanya.

"Awas lo, Zenka! Lo bakal dapat balasan yang lebih!"

Ryan tertawa sehabis mengatakan itu. Zenka berbalik, memutar kepalanya melihat kumpulan itu.

"Jangan senang dulu. Lo balas, gue juga balas. Bahkan lebih parah daripada ini."

Suara Zenka mungkin terdengar datar, tetapi tidak dengan tatapan yang ia perlihatkan kepada kelompok Ryan. Wajah dingin, serta sorot mata tajam seolah mengunci mangsa didepannya.

Saat Zenka sudah menjauh dari kantin, Sigit, anggota dari geng Ryan menoyor kepala Ryan dengan keras.

"Adoh! Apaan sih lo, Git?!"

"Salah lo nih. Nantang Zenka!"

Tidak senang merasa direndahkan, Ryan berkata, "gak trima gue dikalahin sama cewek!". Perkataan Ryan membuat Sigit mau tak mau menoyor kepala Ryan lagi.

"Dia seram tau! Masih juga lo tantangin!"

"Gue tetep gak trima!"

Sigit berdecak, ingin sekali Sigit meninju wajah temannya satu ini jika saja wajah Ryan belum terlalu babak belur.

"Lo bego bangunin singa tidur!"

Perumpamaan Sigit tentang Ryan memang benar. Sekarang, Ryan merutuki kebodohannya. Ia telah membangunkan singa yang siap berburu mangsa dengan amukan. Singa yang mengamuk itu adalah Zenka.

Evil GenerationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang