Hei, apakah kau ingat aku?
Apakah kehadiranku mengejutkanmu?Tunggu kejutanku yang lain.
:)???
***
Hari pertama diskors Zenka diawali dengan membantu Bi Ijah membuat sarapan untuk Lionel. Saat sarapannya sudah siap, Zenka naik ke lantai atas, membangunkan Lionel.
"Lionel?"
Zenka mengintip sedikit ke dalam kamar adiknya. Yang ia lihat, adiknya sedang tertidur pulas diatas tempat tidur. Padahal 1 jam lagi, adiknya akan berangkat ke sekolah.
Zenka masuk kedalam dan mendekati Lionel. Tangan Zenka bergerak menggoyang-goyangkan badan adiknya. Berusaha membangunkan adiknya yang tertidur.
"Dek.. bangun."
Lionel menggeram, lalu bergerak membelakangi kakaknya. Zenka mendengus, "Lionel! Bangun! 1 jam lagi udah mau berangkat ke sekolah!"
Zenka berteriak didekat telinga Lionel, usahanya membuat Lionel membuka matanya dan pastinya juga menutup telinga.
"Iihh!! Apaan sih, Kak?! Pagi-pagi udah triakin orang! Di telinga lagi!", omel Lionel dengan mata setengah sadar.
Zenka terkekeh, "Makanya cepet bangunnya, bentar lagi mau berangkat. Lima puluh lima menit lagi berangkat, cepet siap-siap".
"Iya-iya...", balas Lionel sembari berjalan menuju kamar mandi.
Setelah Lionel selesai mempersiapkan peralatan sekolah, ia berlari turun menuju dapur dengan tas disandang.
"Kak! Lionel udah siap. Ayok berangkat!", teriak Lionel dengan nafas terenggah-enggah.
Zenka mendengus, melihat adiknya dengan tajam. "Jangan lari-lari dek! Sarapan dulu baru berangkat.", titah Zenka dengan jari menunjuk meja makan.
Lionel meminum susunya dua teguk dan mengambil roti sandwich buatan Zenka, berlari keluar dari rumah. Zenka yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala. Tidak bisa ia pungkiri melihat adiknya seperti itu, dirinya dulu juga seperti itu. Hal tersebut membuat Zenka teringat dirinya saat bersama Sang Ibu tercinta.
"KAK! AYO BERANGKAT! NANTI LIONEL DIHUKUM KARNA KAKAK LAMBAT!", teriak Lionel sambil cekikikan diluar. Zenka menggeleng kepalanya, tangannya dengan cepat mengambil jaket dan kunci motor disertai langkah kaki panjang dan cepat.
⚠⚠⚠
Suara anak-anak kecil berlarian membuat Zenka semakin fokus mengendarai motornya, ia takut jika ia menabrak anak-anak kecil itu. Setelah sampai didepan pintu gerbang sekolah dasar, Lionel pun turun dari motor dan menyerahkan helmnya kepada Zenka.
"Aku masuk dulu yah Kak!"
Zenka tersenyum sembari mengacak-acak rambut Lionel. Lionel berdecak, "jangan diacak-acak lagi, Kak!". Zenka pun tertawa, "udah rapi nih..", kata Zenka sambil menepuk-nepuk kepala Lionel.
"Dah.. masuk sana", kata Zenka.
"Byeee, Kak!"
Lionel pun berlari menuju gerbang. Saat ia melewati pintu gerbang, ada pak satpam yang menjaga gerbang. Lionel pun membungkuk dan menyapa pak satpam itu. Zenka yang melihat sikap Lionel pun tersenyum. Sikap Lionel terhadap orang banyak membuat dirinya teringat oleh Ibunya tercinta. Zenka menghelakan nafasnya.
Zenka menyimpan helm adiknya kedalam jok motor. Setelah itu, Zenka menjalankan motornya untuk pulang. Tanpa Zenka sadari, seseorang mengamatinya dari jauh. Orang itu menyeringai, lalu pergi menyembunyikan niat buruk dalam hatinya.
⚠⚠⚠
"Bi Ijah, perlu bantuan?", tanya Zenka Bi Ijah sembari meletakkan kunci motor di atas nakas.
Bi Ijah yang sibuk membersihkan lantai pun menoleh ke arah Zenka.
"Gak ada, Non. Cuman tinggal sapu ruangan ini aja."
"Bibi yakin?", tanya Zenka. Bi Ijah meng-iya-kan pertanyaan Zenka. Merasa sudah yakin, Zenka pun naik ke lantai atas menuju ke kamarnya.
Zenka menjatuhkan diri ke atas kasur. Baru saja ia hendak mengistirahatkan badannya, nada dering panggilan masuk mengganggu indra pendengarnya. Tanpa melihat siapa yang menelpon, Zenka mengangkatnya.
"Halo."
"Hai, Zen."
Zenka membuka matanya, melihat siapa yang menelepon dirinya. Nomor orang tidak dikenal. Zenka pun menghembuskan nafasnya.
"Ini siapa?"
"Ini gue. Shawn."
Mendengar nama itu, membuat Zenka terbangun dari posisi tidurnya.
"Dapat nomor gue dari siapa?"
Dibalik itu, Shawn melihat ke kaca samping dirinya selagi duduk menikmati aroma kopi americano kesukaannya.
"Bukannya, dulu kita pernah tukar nomor?"
Dahi Shawn mengerut, ia heran mengapa Zenka menanyakan hal itu. Seharusnya, Zenka tau bahwa dirinya lah yang menghubungi.
Zenka semakin heran dengan Shawn. Ia tidak pernah menukar nomor telepon dengan keluarga jauhnya, lebih tepatnya tidak ingin.
"Gak pernah.", jawab Zenka singkat.
"Ah.. kukira pernah."
"Dapat dari mana? Trus kenapa telpon gue?"
Nada bicara Zenka semakin tidak bersahabat, ia paling tidak suka jika sembarangan orang meneleponnya apalagi keluarga jauhnya.
"Sekarang lo ke Tropicana d'Café. Gue mau ngomongin sesuatu."
Zenka berdecak, "penting?".
"Iya."
Akhirnya, Zenka pun memutuskan panggilan, bergegas memakai jaket, turun ke bawah memberitahukan Bi Ijah bahwa dirinya akan keluar sebentar, lalu mengendarai motornya menuju tempat yang dimaksud oleh sepupu jauhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Evil Generation
Fiksi RemajaPasti kata 'geng' indentik dengan pemimpinnya seorang cowok, tapi tidak dengan geng yang satu ini. Geng yang bernama 'Born for Dead' dipimpin oleh seorang cewek berwajah cantik yang terkenal dengan kekejamannya. Lantas membuat semua orang takut kepa...