Satu.

170 18 0
                                    

-1-

Suhunya dingin, tapi tidak sedingin dua minggu lalu. Hanya bermodalkan satu jaket, tidak memakai beani, apalagi syal. Waktu itu masih pukul satu siang, tapi tanganku tidak bisa berhenti memeluk tubuh sendiri, berharap ada keajaiban berupa kehangatan.


Tapi lain kali ini, aku mendapat tumpangan. Cukup beruntung, walaupun sebagai imbalannya harus menunggu clay berbelanja. "Sudah selesai?" Kedua tanganku sudah penuh dengan kertas belanjaan, yang pastinya bukan milikku. "Sudah, tunggu di sini. Aku akan membawa mobil." Clay beranjak pergi dengan kunci mobil di tangan sebelah kiri.


Tidak banyak yang keluar dari rumah hari ini, supermarket kali ini lebih sepi dari biasanya. Hanya segelintir orang saja yang terlihat. Mataku tertuju pada seorang laki-laki yang sedang berdiri di tengah-tengah parkiran, ia membelakangiku. Rambutnya sangat rapih, tapi apa yang ia lakukan di sana?


TIba-tiba suara klakson mobil membuatku tersadar, Clay. kembali menatap pria tadi, namun yang aku dapatkan adalah kosong. Cepat sekali, kemana dia pergi? Mataku bergerak mencari-cari keberadaanya, setidaknya jejak kemana ia pergi. Tapi tetap saja. Nihil.


"Hey, ada apa?" Clay bertanya seraya mengarahkan pandangannya ke belakang mobil, penasaran dengan apa yang aku lihat. "Tidak ada apa-apa. Ayo berangkat." Clay menggidik dan mulai melajukan mobilnya.


"Kau akan menginap di apartemenku hari ini?" Clay memang teman satu kampusku, kita memiliki jurusan yang sama kedokteran. Maka tak heran kami selalu bersama. Clay seorang periang namun bila sesuatu terjadi yang membuatnya tertekan ia akan berubah menjadi singa. Aku tidak berbohong, serius.


"Menurutmu? Penelitian akan dimulai besok." Nafasku menghembus panjang saat mendengar kata 'penelitian'. Dua hari yang lalu seorang dosen baru saja memberikan tugas baru untuk kami. Hanya saja kali ini ia memperbolehkan membentuk sebuah regu, dengan masing-masing beranggotakan tiga orang.


Clay membawa semua barangnya sedangkan aku mencari-cari kunci di dalam tas. "kehilangan kunci lagi?" ingin rasanya berteriak, mengeluarkan beban melalui suara melengking. Mengingat hari ini penuh dengan penat. Tugaslah, praktiklah, inilah, itulah.


"Aku menemukannya." Gumamku seraya membuka pintu.


"AHHH!! LEGANYA!!" Clay memang seperti itu, tidak segan-segan berteriak di rumah orang. Terlihat ia sedang berleha-leha di atas sofa hitam. Matanya terlihat sangat sayu karena layu dimakan tumpukan praktikum.


Mataku berhenti tepat di depan amplop berwarna merah, merah darah. Yang terpenting adalah bukan surat peringatan dari kampus, peringatan membayar iuran. Di tengah situasi seperti ini dengan teknologi yang canggih, kenapa harus dengan surat? Tunggu....


"Clay! Kau membawa surat ini?" Clay membuka mata dan berkedip-kedip kemudian. Perlahan ia bangun dari atas sofa, lalu menyipit, menyimak secara seksama, teliti, dan hati-hati.


"Oh, kemarin seorang pria memberikan ini padaku. Yang aku tahu dia sangat berharap kau membacanya."


"Siapa?"

Clay menggidik dan menguap kemudian, kembali pada posisinya namun kali ini terlihat lebih nyaman dari sebelumnya.


Dan dari sinilah, dongeng-dongeng berhamburan lari ke dunia nyata.

LONDONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang