-6-
Badai memang sudah mereda sejak malam, mungkin karena tertidur lelap hingga terlupakan bahwa badai sudah berakhir. Begitu juga dengan yang lain.
Novel the Hobbit yang sempat aku baca semalam masih tetap dalam genggaman. Aku tertidur. Tepat di tembok sebrang kami terdapat sebuah jam yang lumayan besar menunjukan pukul enam pagi.
Efek ruang bawah tanah, tidak terasa udara segar sedikitpun. Semuanya masih tertidur, termasuk Reece. Sudah tidak terdengar lagi suara gemuruh yang mengerikan yang dapat membuat jantngku berdebar.
Lebih baik aku pergi ke apartemen lebih dulu saja. Lebih cepat lebih baik.
Makanan-makanan yang sempat aku—bukan tapi Reece— keluarkan sebelumnya ku kumpulkan dan di masukan ke dalam ransel. Termasuk selimut yang baru saja aku pakai tadi. Oh! Aku lupa, bagaimana dengan Reece? Ia masih tertidur pulas.
Di luar masih gelap, hanya ada beberapa orang yang lewat—Mereka yang kembali ke apartemen masing-masing— karena semakin siang semakin sesak, pasti berdesakan seperti kemarin, bahkan lebih parah lagi.
Untungnya, badai semalam hanya memecahkan beberapa vas bunga saja, meskipun ruangannya menjadi kapal pecah. "Baik, aku siap." Kataku berusaha menghibur diri sendiri.
Tidak ada orang disini, Reece aku tinggalkan di ruang bawah tanah. Malas sekali mendengar ocehannya tentang vampire di pagi hari.
Mulai dari ruang tamu,dapur hingga kamarku sendiri. Amplop merah, di setiap ruangan pasti ada amplop merah, red water. Surat kaleng yang selama ini sering menghantuiku. Hingga satu sahabatku sendiri terbunuh karenanya, mungkin.
"butuh bantuan?"
"Ya, bis—Damn you Reece!"
Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di ambang pintu menuju kamar. Wajahnya masih berantakan, nafasnya sedikit terengah-engah namun ia berusaha menutup semua itu dengan pertanyaan bodoh tadi.
"Kau meninggalkanku di bawah. Sendiri." Ia mengambil sapu kecil, hendak membersihkan pecahan vas bunga tapi di buntututi dengan gerutuan-gerutuan yang menggelikan. Gerakannya terhenti ketika menemukan amplop merah yang berserakan di dekat lemari.
"Suadah berapa banyak?" Tanyanya sambil membolak-balik amplop merah, aku yang sedang memegang salah satu amplopnya pun bergidik.
"Banyak." Reece menghentikan pekerjaannya, lalu menyeretku untuk keluar dari kamar sambil membawa amplop merah tadi.
"Ini serius. Kau sudah mendapat lebih dari dua amplop merah." Kata Reece, Di lihat dari mimiknya, ia memang sedang berbicara serius. Mungkin ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Ya, mangkannya aku butuh buku itu." Reece menekan batang hidungnya, seolah-olah aku adala anak kecil yang baru saja memecahkan satu vas bunga kesayangan ibu. Dan Reece adalah seorang ayah yang sedang kebingungan mau di apakan anak nakal ini.
"Lalu, setelah kau mendapatkan buku itu? Mau kau apakan?" Pertanyaannya seolah menyadarkanku dari mimpi indah, indah sudah mendapat pencerahan mengira semua ini akan berakhir jika aku mendapat buku itu.
Reece menatapku, ia pasti sudah menduga kalau aku memang tidak mempunyai rencana apa-apa setelah buku itu sudah ada di tanganku.
"Dengar, Athaya. Kau memang manis aku akui itu—."
"Berhenti menggoda!"
"Darahmu!"
Darahku manis,itu berarti reece dapat menghirupnya. Ia vampire, bagaimana jika ia meminum daahku semua? Hingga habisa tak tersisa. Bagaimana jika aku yang menjadi sasaran berikutnya setelah sahabatku sendiri?
"Baiklah, cukup! Berikan saja buku itu padaku sekarang!." Reece mengerutkan keningnya, ia pasti kecewa dengan keputusan yang mendadak ini.
Persetan dengan apa yang akan aku lakukan dengan buku itu jika aku mendapatkannya. Toh, setiap masalah pasti ada jalan keluar.
"Mereka akan mengejarmu. Sebagai pemangsa." Suaranya sangat dalam, menandakan betapa seriusnya dia. Tentu saja jantungku berdegup kencang! Mengingat ajalku sudah tak lama lagi. Mungkin besok, mungkin nanti malam, oh! Atau mungkin lima menit kemudian.
"Apa, ini berarti...kau akan menghisapku juga? Apa aku akan menjadi sasaran selanjutnya setelah sahabatku? Apa ini kisah dari hidupku? Aku..aku..aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, biarkan aku mati saja kalau begini."
Aku menangis, tiba-tiba histeris. Aku sudah lelah, putus asa seolah-olah semua yang aku lakukan akan menjadi sia-sia pada akhirnya. Mengapa? Karena pada akhirnya aku akan mati.
"pertama, aku tidak memakan darah manusia. Kau ingat? Aku bisa menggantinya dengan hewan. Kedua, jangan khawatir aku akan membantumu. Akan kuberikan bukunya sekarang, ikut aku." Reece menarik pergelangan tanganku. Namun aku tetap diam di tempat. Tak bergerak.
Untuk apa aku mendapatkan buku itu? Apa yang akan ku lakukan selanjutnya? Ini semua gila, tidak masuk akal. "Tinggalkan aku." Reece berbalik dan kebingungan dengan kata-kataku. "Tinggalkan aku Reece.Pergilah." Reece mengangkat kedua tangannya dan pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONDON
FanfictionLondon itu tak seindah seperti yang kau bayangkan, pria aneh ini terus menghantuiku. Mereka yang membuat sahabatku pergi. Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. #29 - new hope club (3/1/19)