13.
Ia keluar dari mobil, berusaha menggapai tanganku yang terus terlentang berharap akan tangkupannya yang hangat. Pria berengsek ini terus menyeretku untuk masuk ke dalam mobil. Reece tetap berlari meskipun mobil ini sudah melaju dengan kecepatan yang semakin lama semakin cepat. Aku tidak mau melihat pemandangan ini.
"selamat datang di—"
"apapun yang kamu katakan, jangan ganggu teman-temanku," Perasaan lega dan rasa bersalah bercampur aduk hingga akhirnya kalimat itu muncul, pria aneh ini hanya menyeringai.
"well, I'll do what you want. It's over now," aku yang duduk di kursi penumpang hanya bisa diam sambil memejamkan mata, berharap ini semua akan segera berakhir.
Tidak tahu menahu apa yang akan terjadi nanti, besok,lusa. yang aku tahu saat ini adalah aku mungkin sudah melakukan hal yang benar untuk orang yang aku sayangi.
Pria berengsek ini terus mengoceh, aku tidak mau mendengarkan apalagi memperhatikan. Tapi apa daya, telingaku berada di kedua sisi kanan dan kiri. Semua kata-katanya masuk dan mendobrak pintu otaku sehingga hilang semua kesucian otakku.
Pria ini berulang-ulang mengatakan "Tuan pasti akan senang." Yang aku yakini 'Tuan" itu adalah bos nya. Bisa kau bayangkan itu? Pasti ia selalu mengenakan jas hitam, dengan dasi yang rapih bertengger di tubuhnya, jam tangan mahaklyang melilit pergelangan tangannya,juga suaranya yang tegas dan keras.
Pria gila ini terus-terusan mengoceh, tidak kapok akan 'ketidak pedulianku' terhadap topiknya yang terkutuk. Aku terus memperhatikan jalan mencoba untuk menghibur diriku sendiri, sembari memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Yang aku lihat hanya pepohonan gelap sebelum akhirnya pria gila ini membelah dimensi jalan menjadi dua, hingga akhirnya kami berada di tempat antah berantah. Sinar yang terang berasal dari rumah-rumah mewah dan elegan menarik perhatianku. Ini bukan dimensiku.
Rumah bercat putih berjejer dengan model yang berbeda-beda, namun masih terlihat rapih dilihat. Orang-orang berkeliaran dimana-mana, sama seperti di dimesiku, mereka tertawa, makan, berkumpul, berbicara.
Tempat ini sangat canggih, mewah dan pintar. Terlihat beberapa orang tidak menggenggam gawai melainkan mempunyai semacam benda tipis yang bertengger di telinga seperti earphone. Bedanya, earphone yang satu ini bisa mengeluarkan diagram dengan jelas, orang hanya perlu mengusap layar bukan menyentuh.
Mereka semua melayang di udara. Aku ulangi, melayang di udara. Mereka menggunakan sepatu layang, akupun tak tahu apa namanya. Semua itu terlihat dari kerlipan sinar biru yang terdapat pada sepatu bagian sisi kanan dan kiri mereka, setiap lampu itu berhenti berkedip, mereka akan menapak di tanah dan berjalan seperti biasa layaknya orang-orang di dimesiku.
"Selamat datang di thyranos. Peradaban paling maju, dimana teknologi menjadi kehidupan kita sehari-hari, dimana sistem pemerintahan beralih pada kerajaan lagi," Pria gila ini menyeringai, merasa bangga dan puas melihat reaksiku yang terkagum-kagum. "siapa penguasa disini? Maksudku raja, siapa raja thyranos?" aku tidak bisa menahan rasa penasaranku, mereka menggelitik meminta jawaban jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONDON
FanfictionLondon itu tak seindah seperti yang kau bayangkan, pria aneh ini terus menghantuiku. Mereka yang membuat sahabatku pergi. Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. #29 - new hope club (3/1/19)