14
Satu hal yang paling aku benci adalah tatapan orang-orang saat melihatku menuju ruang makan. Apa aku terlihat seperti badut?atau mereka membenciku? Atau malah sebaliknya?
Dari kejauhan, tepat di depan pintu menuju ruang makan, pria itu berdiri dengan sangat gagah, setelan jas abu yang rapih, rambut yang rapih, tubuh yang jangkung dan sempurna. Ia tersenyum ketika melihatku datang, mngkin dia puas akhirnya bisa menangkapku setelah beberapa lama.
Aku berdiri di hadapannya, enggan menatap wajahnya yang menyebalkan. Pria aneh ini segera membawa lengan kanannku untuk menggandeng lengannya. Ini sangat menjijikan. Aku hanya bisa menatapnya dengna kebingungan, tanganku tidak bisa bergerak, ia melarangku untuk melepasnya sampai waktu makan malam usai.
Kami memasuki ruangan sambil bergandengan, bak raja dan ratu. Orang-orang dengan cepat berdiri dari kursinya masing-masing hanya untuk menyambut kedatangan kami. Beberapa diantaranya ada yang berbisik-bisik, ada yang mengangguk, tersenyum manis hingga tatapan sinis. Apa yang aku lakukan? Menunduk. Sampai pria aneh ini menuntunku ke salah satu kursi.
Makan malam berjalan seperti biasa, mereka membicarakan hal yang tidak aku mengerti sama sekali. Sesekali pria aneh ini melirikku sambil tersenyum dan bertanya 'bagaimana hidangannya?'
aku yakin hidanganku dengan hidangan mereka sedikit berbeda, untuk makanan mereka ditambah sedikit darah di atas hidangannya, bahkan ada beberapa diantaranya yang masih mentah. Lain denganku yang sudah matang sempurna, karena mereka tahu bahwa aku adalah satu-satunya manusia disini.
"Jadi, kapan upacara pengabdian akan dilaksanakan tuan?" aku tersedak ketika mendengar salah seorang lelaki yang menggenakan balutan jas hitam bertanya tentang upacara ini. Pria aneh ini menatapku dan segera memberi segelas air putih untuk ku minum. "Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut. Aku hanya bisa menggeleng, sudah muak akan semua ini. "kami belum sempat membicarakannya, mungkin kami butuh waktu agak lama untuk mempersiapakan hal itu." Lanjut pria aneh menjawab pertanyaan yang sempat tertunda tadi.
Upacara pengabdian? Asing.
Makan malam telah usai, satu per satu tamu keluar sambil mengatakan termiakasih dan selamat, yang aku sendiri tidak tahu selamat apa yang mereka maksud. Setelah mereka semua keluar, belum sempat aku berbicara, pria aneh ini menarikku ke dalam suatu ruangan yang nyaman dan penuh dengan buku, ditambah tempat perapian yang masih menyala yang menghantarkan hangat kepada kami.
"Jangan panggil aku pria aneh." Ucapnya dingin, aku tersentak mendengar suaranya yang berubah dan berbeda dari saat kita berada di dalam ruang makan. "kau tidak memberitahu namamu, lagian kau memang aneh, menculik seorang wanita dan—"
"Andrew," dia benar- benar membuatku kesal. "Ok, andrew. Apa yang kau inginkan? Dan apa yang mereka bicarakan tentang—"
"Upacara pengabdian?" Ia tersenyum sambil menatapku, kali ini senyumannya berbeda, bukan jahat,atau misterius, melainkan senyuman iba yang pernah aku lihat. "kau harus menjadi ratuku." Ia membuatku tersentak untuk kesekian kalinya, apa maksudnya dengan ratu? Aku tidak mengenalnya sama sekali, akut idak tahu menahu tentang dunia aneh ini.
"kau pasti bercanda." Gumamku, kakiku melemas tidak bisa menahan berat tubuhku lagi, andrew menangkapku sebelum bokongku jatuh mengenai lantai. "duduklah, akan ku ambilkan teh hangat." Ia menuntunku ke sebuah sofa empuk yang dilapisi beberapa selimut yang membuatnya lebih hangat dan nyaman. Andrew bergegas keluar ruangan, mengapa ia tidak suruh pelayan saja? Apa maksudnya? Ratu? Kenapa harus aku? Bagaimana dengan Reece? Bagaimana dengan yang lainnya? Pemikiran ini membuatku menjadi tambah pusing saja.
"ini, minumlah. Kau harus banyak istirahat."Andrew memberiku segelas teh hangat, ia menatapku khawatir sedangkan aku menatapnya kebingungan. Ia menunduk sambil menarik nafas dalam, "Kau akan mengerti nanti." Ucapnya sambil tersenyum, ia bisa membaca pikiranku, bahakan sejak pertama kali kita bertemu dan aku menyebutnya pria aneh.
"Aku tidak akan pernah menyakitimu. Aku berjanji." Lanjutnya sambil tersenyum. Ini sangat membingungkan.
"jangan pernah sakiti teman-temanku." Ucapku serius ia terdiam seketika, tidak bergerak sedikitpun. Wajah ramahanya berubah menjadi menyeramkan,mungkin ia merasa tersinggung. Dan aku tidak keberatan sama sekali dengan itu.
"Aku akan pergi ke kamarku. Terimakasih untuk the hangatnya." Ucapku segera berdiri, walaupun kepalaku masih tidak bisa menyeimmbangkan tubuhku, aku berusaha keras untuk berdiri tegak dan berjalan meninggalkan Andrew sendirian.
Setelah para pelayan membantu membersihkan wajahku dan mengganti pakaian bekasku dengan baju tidur, aku hanya bisa berbaring di atas kasur,memikirkan nasib teman-temanku, apa yang sedang mereka lakukan, apa mereka merasa khawatir?bagaimana dengan reece? Apa dia baik-baik saja? Tunggu, kenapa aku memikirkan reece?
"uhm- hello there." Suara seorang laki-laki membuatku terlonjak di atas kasur. Mataku melebar saat melihat wajahnya terpampang lebar di depan layar tempat tidur, ini sangat mengerikan, bagaimana jika ia menelponku saat aku sedang berganti pakaian? Atau bagaimana jika ia memata-mataiku?
"Aku tidak se-menakutkan itu thaya." Ah aku lupa, dia bisa membaca pikiranku. Thaya? What a name. aku tidak berkata apa-apa sampai ia terkekeh. "apa yang kau inginkan?.....lagi?" tanyaku datar.
"Aku hanya ingin memeberithumu, besok teman-temanku akan datang."
"apa hubungannya denganku?"
"kau juga harus ikut. Belum juga aku harus memperkenalkanmu kepada seluruh wargaku di luar sana. Ini akan sangat melelahkan."
"Ya.sanagat melelahkan, sayangnya aku tidak mau melakukan itu semua." Ucapku ketus. Aku tidak mau melihat wajahnya lagi, aku akhiri video call ini dan menarik selimut hingga mneutupi seluruh tubuhku. Aku ingin pulang.
"Athaya, wake up."
"thaya....thaya, it's morning already."
"shut—what the fuck are you doing in my room?!"
Andrew is here. Aku ulangi dia disini. Dia berada tepat disamping tempat tidurku,what the fuck?!
"WHAT THE HECK ARE YOU DOING IN MY FREAKING ROOM?????"
"Woah, calm down. Aku kesini untuk memberimu sarapan, aku memasaknya sendiri." Apaa-apaan ini? Dia membuatnya sendiri? Aku tidak percaya sama sekali. "Kau bisa mengecek cctv dapur jika kau mau kebenarannya." Ah, aku lupa dia bisa membaca pikiranku.
"teman-temanku akan datang dalam waktu satu jam mendatang, kau harus bersiap. Jangan lupa sarapan dan—"
"im not going anywhere." Andrew tersenyum dan duduk di pinggiran kasurku.
"you know what, they'll be your friends too." Mataku membelalak seketika mendengar kalimatnya. Apa ia benar? Haruskah aku percaya padanya? Aku menatapnya dengan penuh kecurigaan berusaha mencari kebohongan dimatanya, tapi nihil. "aku tidak berbohong thaya." Ucapnya sambil tersenyum manis.
"You ready?" Ucap andrew, aku mengangguk tanpa melihat kearahnya. Aku sudah tidak sabar melihat mereka berdua di dalam. Aku sangat merindukannya.
Para pelayan dengan segera membuka pintu besar nan berat dihadapan kami.
Tunggu.
Tunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONDON
FanfictionLondon itu tak seindah seperti yang kau bayangkan, pria aneh ini terus menghantuiku. Mereka yang membuat sahabatku pergi. Ini bukan khayalan melainkan kenyataan. #29 - new hope club (3/1/19)