sepuluh.

42 10 0
                                    

-10-

Clay tidak henti-hentinya tersenyum dan mengulang kembali momen-momen saat kami bersama Louis tadi. Siapa sangka, teman memang pembawa berkah.

Aku tidak menyangka Belle merupakan teman dekat louis. Tidak sekalipun, mengingat Belle saat ini memang sedang menjalani hubungan dengan salah satu anggota baseball di kampus.

"Kau tahu? Rasanya seperti mimpi!" nadanya sangat riang, tak ada satu beban pun yang ia perlihatkan kepadaku.

Tunggu

"Reece" nama itu spontan keluar dari mulutku ketika 'ia' muncul beberapa meter di hadapan kami.

Menatap.

Kecewa.

Matanya sayu.

Yaampun, apa yang baru saja aku lakukan? Waktuku habis termakan basa-basi bersama louis.

Clay yang sedari tadi mengoceh langsung terdiam. Tahu situasi dan kondisi. "Ya? Are you okay?" Entah mengapa mataku tiba-tiba sembab diselangi bulir-bulir air bening.

" I ... I.. don't know." Itu saja. Karena aku pun tidak tahu apa maksud dari air mata ini.

Reece beralri ke arahku, mendekapku erat kemudian. Satu tangan mendekap erat, satu tangan mengusap rambutku dengan sangat lembut.

Wajahnya terbenam di leherku. Aku yang tidak mengerti sama sekali apa maksud dari semua ini hanya diam, mematung. Kedua tanganku tidak menyentuh Reece sama sekali.

"Recce, what's wrong?" Ucapku pelan

"I'm so sorry." Bisiknya dengan suara yang bergetar.

"Hey, for what?"

"they have found you."

Seketika, tubuhku berputar-putar tak karuan. Nafasku sesak. Satu detik. Dua detik. Tiga detik.

Pandanganku mulai menggelap, tubuhku mati rasa. Tulangku melunak seketika. hingga akhirnya aku memasuki ruangan gelap seorang diri.

*****

"TOLONG! TOLONG!" itu aku, berteriak di tengah padang pasir dengan Reece di pangkuanku. Tubuhnya menjadi kurus, matanya terlihat sangat sangat sayu.

Perlahan, tubuhnya mulai berubah menjadi debu. Itu bukan aku yang sebenarnya. Aku disini. Hanya bisa menatap diriku yang menyedihkan itu.

Kakiku tidak bisa di gerakan. "REECE! BANGUN INI AKU REECE!!" aku hanya bisa berteriak hingga tengorokanku sakit. "REECE! BANGUN!"

"REECE!"

"REECE!"

"reece."

"reece."

"Hey, I'm here. Please open your eyes."

Samar-samar aku dapat mendengar suara Reece yang lembut, tangannya yang hangat, hingga akhirnya raut wajah yang sedang tersenyum lega. Dia disana. Tepat dihadapanku. Tidak berubah menjadi abu.

"finally, you're here." Gumamku pelan. Reece hanya mengangguk, mempererat genggamannya, membawa tanganku ke pipinya yang lembut.

"Doctor she's awake." Seseorang berkata dengan sangat pelan sebelum akhirnya Seorang dokter dengan dayang-dayangnya datang mengepung ranjangku, hingga memisahkan diriku dengan Reece lagi.

****

"You okay?" Reece menepuk bahuku pelan, membuat pikiranku kembali terfokus padanya. Banyak sekali yang ingin aku tanyakan pada Clay.

Pertama, mengapa aku bisa ada disini. Rumah sakit. Karena yang aku ingat terakhir kali adalah memeluk Reece yang terlihat sangat kecewa.

Kedua, Dimana Clay? Rumah sakit ini dimana? Aku tidak mengnalnya sama sekali.

Reece menuntunku ke arah parkiran, di luar mobil telah menunggu dua orang pria yang satu dengan rambut hitam dan yang satunya lagi blonde.

Tunggu, apa aku mengenal mereka? Pria berambut hitam itu yang pernah mengajak dansa pada saat di pesta ulang tahun Amy. Dan yang satunya lagi adalah pria yang pernah Clay tangisi karena ia telah memiliki seorang kekasih.

Menakjubkan.

"well, we meet again Athaya." Blake tersenyum, Reece dan George tampak kebingungan dengan tingkah kami yang terlihat 'lumayan akrab'.

Ia membukakan pintu untukku, sambil tersenyum dan mengerling.

"Dimana Clay?" mataku melihat ke arah spion depan, menatap waja Reece yang terlihat tidak tenang.

Ya, Blake menyetir, George sedang mencoba menghubungi seseorang yang bisa aku tebak adalah kekasihnya.

Reece hanya diam sambil menatap Blake dan George bergantian, begitupun sebaliknya.

Keadaanya yang sunyi berubah menjadi mencekam, mereka terlihat sangat gelisah. "Dimana kita?" tanyaku ulang. Tetap tidak ada yang menjawab sedikitpun.

"Reece?whats going on?" Reece menatap Blake lewat kaca depan. "Blake?" Kini tatapanku beralih kepada Blake yang sedang mengendarai, pura-pura fokus ke arah jalanan. Ya, pura-pura.

"You know that we tryin to save you right?" Reece angkat bicara

"first thing first, promise me you won't get mad to us." Lanjut Blake.

"wait, so you guys have been hiding some secret from me?since when?" Ucapku dengan nada yang tinggi, aku marah, jelas. Aku panik, jelas.

Bagaimana jika mereka mempunyai rencana yang jahat terhadapku? Bagaimana jika kenyataannya mereka yang menginginkanku?

"Stop the Car." Ucapku pada Blake.

"No—"

"I said Stop the Car! Now!"

"Listen, I know you are panic, but eve—."

"STOP THE CAR RIGHT NOW!"

Teriakku sambil berusaha mengambil alih kendali mobil, Blake menahan lenganku dengan satu tangan dan tangan lainnya tetap berpegang teguh pada setir.

Reece bertriak sambil memisahkanku dengan blake dari belakang.

Seketika, tubuhku melemas tidak berdaya. "George! What the heck are you doing?!" Terdengar suara Reece ,sangat marah.

"I'm trying to save our life!" Teriak George tanpa melepas telapak tangannya dari pundakku.

" DON'T TOUCH HER!" Seketika bintik-bintik hitam mulai menyerbu penglihatan, namun aku masih bisa mendengar pertengkaran mereka dengan cukup jelas.

"Wait, did you trying to kill her?" Kini Blake ikut berargumen.

ia menghentikan laju mobil, itu yang aku rasakan. "What the heck is going on with you?" semuanya terdiam, tidak ada yang berbicara.

Hingga salah satu tangan menyentuh bagian dahiku lembut, dan secercah cahaya mulai memasuki kedua penglihatanku. Orang pertama yang aku lihat pada saat itu adalah Blake.

"You okay?" tanyanya.

"ya..ya. what's going on?" tanyaku balik

"we'll drive you home. Okay?" Ucap Blake. Syukurlah, rumah.

"Blake, it's not her—" Reece mencoba membantah, Blake menatap Reece sambil berkata "We'll drive her h.o.m.e." dengan menekankan intonasi pada kata "rumah."

Satu jam berlalu, Blake mengarahkan mobilnya ke jalan yang berbeda, well, at least aku masih berada di London.

Meski begitu, bukan berarti aku sudah mengetahui seluk-beluk London,yang aku tahu, jalan menuju perpustakaan, rumah sakit yang akan menjadi tempat bekerja, dan universitas (mantan), menuju Apartemen, London Eye.

"Oh no, please don't do this to me." Gumamku, saat Mobil Blake melaju dengan kecepatan yang kencang menuju tempat asing, belum aku ketahui sama sekali.

Namun disisi lain, pemandangannya memang indah, pepohonan tumbuh dengan subur, walaupun musim dingin tengah melanda kota kami.

"it's okay. We won't hurt you. We promise."Kata Reece .

LONDONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang