7. Him

487 71 16
                                    

"Kuliah yang benar. Jangan sampai nilaimu turun semester ini."

Sebenarnya Jooyeon paham mungkin saja Jihoon—adik laki-lakinya—akan bosan mendengar ceramahnya soal nilai akademis, tapi anak itu harus selalu diingatkan. Selama tahun pertama kuliah, Jihoon tinggal sendiri di Seoul dan diam-diam melakukan pekerjaan paruh waktu di toko roti dekat kantor baru Jooyeon.

Padahal Jooyeon maupun orang tua mereka sendiri melarang, tapi anak itu bersikeras. Tapi, ya ... selama Jihoon bisa mengatur waktunya dengan baik, tidak ada salahnya membiarkannya sedikit lebih mandiri dan tahu betapa sulitnya mencari uang zaman sekarang.

"Oh, kau menjemputku? Haruskah aku merayakannya?" ucap Jooyeon sarkas pada pria di balik kemudi mobil SUV di hadapannya.

"Rayakan saja. Di kelab, undang DJ terkenal sekalian," sahut pria itu sekenanya. "Masuklah. Kebetulan aku ada urusan di dekat kantormu."

Jooyeon masuk mobil tanpa diminta dua kali. Ia kenal dengan sangat baik siapa pria itu dan tanpa diwanti-wanti, pria berkulit seputih salju bernama Min Yoongi itu akan mengantarnya sampai kantor dengan selamat.

"Jihoon masih bekerja di tempat Hoseok?" tanya Yoongi kala mobil berhenti di persimpangan; lampu merah menyala.

"Masih. Kau yang merekomendasikan tempat itu padanya, 'kan? Kenapa tidak bilang?"

"Lalu kau mau apa kalau aku bilang? Melarangnya? Jihoon tahu aku masih berkomunikasi denganmu selama kau di Jepang, jadi dia memohon padaku agar tidak memberitahumu. Dia sudah dewasa, biarkan saja."

Biarkan saja. Jooyeon juga berpikir demikian. Jihoon sudah dewasa, tempat kerjanya dekat kantor, bos Jihoon juga teman dekat Yoongi. Tidak akan sulit mengawasinya. Lagipula Jooyeon percaya, adiknya tidak akan macam-macam.

Jarak dari flat tempat Jooyeon tinggal dengan kantor barunya tidak jauh. Sepuluh menit perjalanan—kecuali jalanan macet, ia bisa sampai di kantor pusat perusahaan periklanan besar yang seleksi masuknya cukup sulit tersebut.

"Joo, nanti mau makan siang denganku?"

Pertanyaan itu menimbulkan kerut samar di kening perempuan 25 tahun tersebut. Ada yang aneh dari Yoongi hari ini. Mereka memang bersahabat sejak lama, tapi ia tidak pernah meminta seperti itu. Tahu-tahu menghubungi, mengatakan sudah ada di restoran mana, lalu memaksanya datang. Yoongi yang Jooyeon kenal seperti itu.

"Pemotretanku ada di sekitar sini dan mungkin baru selesai saat jam makan siang nanti. Kau 'kan bukan pengangguran lagi, dan aku tidak mau kau jitak kepalanya hanya karena memintamu datang untuk makan siang." Yoongi memberikan penjelasan panjang, dan Jooyeon malah semakin bingung. Tapi kemudian ia memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing.

"Lihat nanti. Manajerku bilang ada proyek iklan besar yang harus sepakat hari ini," kata Jooyeon, tidak mau menjanjikan sesuatu. Baru seminggu bekerja, tapi Jooyeon sudah dilimpahkan cukup banyak pekerjaan karena perusahaan sedang menangani banyak proyek untuk iklan produk Natal yang harus selesai pembuatannya sebelum musim dingin tiba.

"Ya sudah. Nanti kuhubungi lagi."

Jooyeon turun dari mobil Yoongi setelah mengucapkan terima kasih padanya. Bersama beberapa karyawan lain, perempuan bersurai tipis sepunggung itu melangkah memasuki kantor.

"Oh, Lee Jooyeon. Selamat pagi," sapa seorang karyawan yang seusia dengannya, dengan senyum kotak super manis yang menjadi ciri khasnya. Kim Taehyung, karyawan dari bagian kreatif yang kantornya ada di lantai tujuh.

"Selamat pagi, Taehyung."

Taehyung itu salah satu karyawan favorit bagi karyawan lain. Tidak mungkin menampik sisi wajah tampannya, tapi ia juga memiliki pribadi yang menyenangkan, ramah, mudah bergaul dengan siapa saja. Jumlah karyawan di perusahaan sangat banyak, tapi saat Jooyeon pertama kali masuk minggu lalu, Taehyung bisa tahu bahwa dirinya adalah karyawan baru dan menjadi teman pertamanya.

DNAWhere stories live. Discover now