10. I Know (Thank You)

397 65 62
                                        

Awalnya, Jiseo sangat bahagia saat membuka pintu dan menemukan Ahrin —sepupunya— menginap di rumahnya. Ia berpikir bahwa Seokjin tidak akan melakukan perbuatan biadab itu malam ini, namun ... pemikirannya benar-benar meleset dari perkiraan. Seokjin mencumbuinya sampai ia tidak bisa merasakan kakinya sendiri. Bukan hanya itu saja, hukuman yang Seokjin berikan membuat sekujur tubuhnya memiliki luka lebam dan juga goresan. Ini semua akibat ia mengulur waktunya terlalu lama seolah mengabaikan pesan dari Seokjin dan juga masalah setelah ia lembur bersama Taeri tadi.

Flashback

Jiseo membereskan beberapa laporan yang tadi ia kerjakan bersama dengan Taeri. Ia menumpuknya menjadi satu di atas meja sebelum tangan lembut mengurungnya ke dalam pelukannya.

"Jimin?" lirih Jiseo.

"Aku mendengar dari Taehyung bahwa kau lembur hari ini," ujar Jimin.

"Iya. Aku baru saja menyelesaikan laporan bulanan dengan Taeri," jawab Jiseo.

Jimin mencium halus tengkuk kekasihnya yang kini terpaku dengan map hijau di tangannya. Jiseo pun hanya diam tanpa melawan dengan apa yang dilakukan Jimin. Jiseo pikir, sebelum Seokjin menjemputnya ... ia akan memberikan sedikit perhatiannya pada Jimin yang notabene memang kekasihnya. Namun, jika ia mengingat kegiatan biadabnya dengan Seokjin, Jiseo rasanya ingin sekali menyuruh Jimin untuk menjauhinya.

"Hentikan, Jim ... geli," protes Jiseo.

"Tidak ada yang melihat kita, sayang," kata Jimin.

"Tapi—"

"Biarkan aku memilikimu sebentar saja." Potong Jimin.

Jiseo diam. Ia menikmati setiap inci ciuman Jimin di tengkuknya. Hal seperti inilah yang sebetulnya Jiseo ingin dapatkan dari Jimin, bukan dari kakaknya. Ia menyentuh tangan Jimin di perutnya, memasrahkan lehernya dijamah oleh pemuda tampan yang begitu mencintainya. Jimin tentu saja senang, ia sangat jarang bahkan hampir bisa dihitung jari hanya untuk sekadar menyentuh Jiseo. Iris hazel dan hitam kelam itu bertemu saat Jiseo menolehkan sedikit kepalanya. Kecil dan tajam, namun hangat layaknya bulan sabit yang kini sedang bersinar diatas sana. Mata itu penuh dengan ketulusan dan kasih sayang yang begitu besar terhadapnya, tapi sayang ... Jiseo membalasnya dengan penghianatan yang seharusnya tidak didapatkan oleh lelaki sebaik Jimin.

"Kau cantik," gumam Jimin. Ia tersenyum manis dengan mata yang menyipit.

"Jimin,"

Mereka tidak berkata apa-apa, hanya tangan mereka berdua yang menaut dan seolah mereka memandangi mata masing-masing. Harum aroma orange blossom Jimin masih sangat terasa saat leher itu begitu dekat dengan hidungnya. Ingin rasanya Jiseo mencium bibir semerah cherry yang sebenarnya Jimin pasrahkan untuknya. Tapi, seperti yang sudah-sudah— Jiseo mengurungkannya— ia merasa tidak pantas meletakkan bibir murahannya pada bibir indah Jimin, ia bahkan merasa tidak layak menerima saliva yang Jimin suka rela berikan jika mereka berciuman. Jiseo merasa tidak layak untuk Jimin. Ia hanyalah seongok sampah busuk yang sangat pantas dibuang ke pembuangan dan tidak berhak untuk di daur ulang kembali.

"Sayang, kau kenapa?"

Jimin melihat mata yang menjadi favoritnya mulai berair. Dengan cepat ia melepaskan tangannya kemudian membalikkan tubuh kekasihnya hingga berhadapan dengannya. Jimin menunduk, dipaksanya Jiseo untuk menatap netranya kembali namun Jiseo menolak. Gadis yang tingginya hanya sebatas dagu Jimin itu hanya menunduk, memainkan jarinya sambil mencoba menenangkan hatinya.

"Hey ..."

Setelah beberapa saat, Jiseo akhirnya memberanikan dirinya mendongak. Ia melempar senyumnya seolah berkata bahwa semuanya baik-baik saja.

DNAWhere stories live. Discover now