12. Not Alone

319 57 13
                                    

Di antara sekian banyak karyawan di Hannam Advertise, Jooyeon paling dekat dengan Jimin. Mungkin karena satu divisi dan belakangan mereka sering mendapat pekerjaan yang sama sejak kontrak dengan model Kim Seokjin dapat sepakat dengan mudah. Tak jarang mereka lembur jika batas waktu pekerjaan mereka sudah dekat, sementara masih banyak pekerjaan lain yang harus ditangani.

Siang ini, setelah keduanya pergi ke agensi salah satu grup idol pendatang baru, Jooyeon dan Jimin memutuskan untuk minum kopi dan membeli kudapan kecil di kafe milik Namjoon. Sekedar untuk mengganjal perut sampai sore nanti.

"Jimin, apa mungkin satu kafe dimiliki oleh dua orang? Dulu tetanggaku sering konflik karena mengelola satu kafe bersama. Mereka tidak bisa mengalah dan akhirnya kafe tutup tidak lama setelah konflik mereka memanas."

Jimin menurunkan cangkir Americano panasnya. "Mungkin saja, tapi kafe mana yang kau maksud?" tanya Jimin. "Maksudku, kafe mana yang kaupikir punya dua pemilik?"

"Kafe ini."

Lalu Jimin tersenyum, seperti sudah menduga jawaban Jooyeon sejak awal. "Kedekatan mereka memakan korban lagi," katanya. "Kafe ini hanya milik Namjoon Hyung, dan Nabi Noona—aku yakin dia yang kaumaksud—hanya tangan kanannya. Yang kudengar mereka berteman cukup lama dan saling memercayai satu sama lain."

"Ah ... aku salah menduga lagi." Jooyeon tampak menyesali dugaannya.

"Jangan menyesal begitu. Kau bukan orang pertama yang menduga seperti itu tentang Nabi Noona. Salah mereka yang terlalu dekat." Jimin menertawakan perkataannya sendiri. "Tapi Jooyeon, apa kau memang selalu punya prasangka terhadap orang yang kautemui? Kau tadi bilang lagi."

Jooyeon mengangguk lemah. "Aku terbiasa seperti itu. Entah kenapa. Mungkin semacam bentuk pertahanan diri? Dengan memiliki prasangka, aku bisa menentukan bagaimana aku harus bersikap terhadap orang yang kutemui."

Kepala Jimin mengangguk beberapa kali tanda mengerti. Ia semakin penasaran mengenai kebiasaan berprasangka rekan kerja barunya.

"Kalau begitu ... apa kau juga punya prasangka terhadapku? Atau mungkin rekan lain di kantor? Aku penasaran, apakah kau memiliki prasangka yang benar atau tidak. Siapa tahu aku bisa membantumu menentukan cara bersikap."

Bukan penawaran yang buruk, pikir Jooyeon. Ia cukup sering salah dalam prasangkanya dan berdampak pada cara pandang orang lain terhadapnya. Mungkin jika ia berbagi sedikit pada Jimin, ia akan tahu apakah prasangkanya terhadap orang-orang di kantor benar atau tidak.

Jooyeon mulai mengungkapkan prasangkanya terhadap beberapa orang yang cukup dikenalnya. Jimin membenarkan yang salah, juga sesekali tertawa kalau prasangkanya benar dan itu adalah sesuatu yang lucu untuk ditertawakan.

"Sejauh ini, kau dan Taehyung yang memiliki kesan baik sejak pertama kali kenal. Kalian baik padaku, menyambutku, tidak membuatku merasa asing, tidak memperlakukanku layaknya junior yang biasanya sedikit tertindas."

Senyum Jimin kembali melebar. "Aku memang baik, tapi pertimbangkan lagi soal Taehyung."

"Kenapa? Apa dia tidak sebaik itu?" tanya Jooyeon dengan wajah bingung dan itu memancing tawa ringan Jimin keluar kembali.

Lucu sekali.

"Tidak, tidak. Taehyung memang baik. Dia juga menyenangkan, makanya lingkar pertemanannya di kantor cukup mengagumkan," tutur Jimin. "Ada yang lain lagi?"

"Em ... Kim Taeri? Yang dari Divisi Keuangan itu? Yang dekat dengan Taehyung."

Jimin mengangguk. "Ya, benar Kim Taeri. Kenapa?"

Desahan lembut lolos begitu saja dari celah bibir tipis Jooyeon. "Entahlah. Aku hanya merasa dia tidak menyukaiku. Terkadang cara pandangnya membuatku merasa begitu."

DNAWhere stories live. Discover now