02

110 14 2
                                    

Setelah semuanya menjadi gelap, setelah aku merasakan tubuhku terasa terhantam sesuatu. Semua menjadi baik-baik saja, fikirku saat ini seolah terbangun dari dunia mimpi. Butuh waktu beberapa menit untuk diriku menyesuaikan diri. Tentu saja, ini terlihat tidak seperti biasanya. Yang pertama kulihat ialah, banyaknya orang dengan wajah-wajah sendu dan juga panik berlalu lalang didekatku. Hal ini membuatku bingung dan sulit untuk terus berusaha menyesuaikan diri.

Aku berdiri dengan cepat, ketika seseorang datang dan berniat menduduki diriku yang masih tertidur dikursi. Yang benar saja! Apa dia tidak lihat? Dimana matanya? Ini masih pagi, dan dia berhasil membuat  darahku mendidih. Bahkan, orang tersebut kini terlihat tengah menangis terduduk dikursi yang sebelumnya aku tempati. Apa dia tidak lihat aku yang masih menatapnya tajam?! Benar-benar menyebalkan.

Masih belum terima atas sikap orang tersebut, namun sesuatu seakan menyerangku secara tiba-tiba. Kepalaku berdenyut mendadak, disusul dengan tubuhku yang terasa oleng. Namun, itu hanya berlangsung selama dua detik. Ya, hanya sebentar. Aku diam, mencoba mengontrol diriku yang terlihat kacau saat ini. Diluar pemikiranku, ternyata aku cukup bisa mengatasinya. Karna jujur saja, rasanya benar-benar menyiksa.

"Eoh? Ibu!" Seruku begitu melihat sosok Ibu tengah berlarian ke arahku, aku tersenyum namun hal itu seakan tidak berpengaruh pada mimik wajah Ibu. Namun, aku tidak perduli. Aku hanya ingin Ibu tahu keberadaanku, sehingga ia dapat membawaku pergi dari tempat asing ini.

Apa yang terjadi? Aku kembali merasakan hal yang baru saja aku tangani sebelumnya seorang diri, dan untungnya hal ini sama seperti tadi. Ya, aku dapat dengan mudah menanganinya. Tubuhku kemudian membalik, mendapati punggung Ibu yang perlahan menjauh dariku kemudian menghilang memasuki sebuah ruangan. Tubuhku menjadi kaku, namun tidak seperti rasa penasaranku. Kubiarkan kedua kakiku ini melangkah, menuju tempat dimana Ibu pergi begitu saja seolah tak mempedulikanku.

Tatapanku kini benar-benar tertuju pada suatu ruangan khusus, terlihat tertutup rapat. Sangat. Namun, kesempatan tak akan ku sia-siakan begitu saja. Seseorang yang terlihat berseragam membawakan sesuatu keluar dari dalam ruangan itu, aku lantas memasuki ruangan tersebut ketika melihat ada celah. Tanganku mengepal kuat, berusaha meyakinkan diri. Bahwa semua memang akan baik-baik saja, tidak ada yang perlu ku khawatirkan bukan?

Namun, sesuatu membuat keyakinanku runtuh begitu saja. Tandas, ketika irisku kini melihat seseorang terbalut beberapa alat dengan kedua mata tertutup rapat berada diatas ranjang pasien. Tubuhku gemetar, hal ini membuatku tak dapat berfikir jernih. Namun, aku tetap berusaha keras. Kulihat Ibu berada disisi pasien tersebut, kemudian Ayah yang terduduk memandangi objek yang sama seperti Ibu. Tidak, apa yang terjadi? Ekspresi Ayah, belum pernah kulihat seumur hidupku.

"Ibu, ada apa?" Ujarku menatap Ibu setelah menghampirinya, namun Ibu terlihat diam dan seperti tak berniat untuk menanggapiku.

Aku kemudian beralih pada Ayah, kufikir tidak masalah jika Ibu tidak menjawab.

"Ayah, ada apa?" Pertanyaan sama seperti yang kuajukan pada Ibu, dan ternyata responnya pun sama. Aku tidak tahu? Tubuhku terjatuh begitu saja, pandanganku mengosong.

Aku benci situasi seperti ini, aku membenci posisiku saat ini. Dimana tidak ada yang mendengarkanku, semua seolah tidak ada yang tertarik dengan kehadiranku. Tubuhku gemetar, aku tidak tahan. Aku menatap Ayah dengan sesuatu yang membendung dikedua mataku, kemudian tanganku terulur berniat ingin menggenggam tangan Ayah. Lagi, respon yang ku dapatkan sama seperti respon Ayah dan Ibu padaku.

Aku seperti tidak merasakannya. Saat itu juga, tangisku pecah. Aku tidak peduli. Jika memang nanti Ayah atau pun Ibu sebenarnya mendengarku, kemudian mereka terganggu. Aku tidak peduli! Meski perlahan aku mengerti, apa yang ku lakukan hanyalah sia-sia. Ya, irisku kembali menatap seorang gadis yang menjadi pusat perhatian kedua orangtuaku ini. Aku berdiri, dan menatapnya lekat. Melakukan hal yang sama seperti kedua orang tuaku, kemudian aku tidak tahu apa yang membuat kedua kakiku kini melangkah menjadi lebih dekat.

"Sungrin-ah.. Ibu menyayangimu. Kumohon, bukalah matamu nak." Sesuatu kembali mengalir deras berlomba membasahi kedua pipiku, aku marah. Ya, sangat marah. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, Ibu menyayangi orang yang mirip sekali denganku. Itu..

"Kuharap, dokter berbohong pada kita mengenai masa koma yang sedang Sungrin alami." Tubuhku melemah, kalimat itu.. kalimat Ayah yang baru kali ini aku dengar dengan suara gemetar. Ibu menangis, dan Ayah berusaha menjadi kuat. Itulah yang kusaksikan saat ini.

Aku ingin berada diposisi Ayah, tetapi aku juga ingin memuaskan diriku dengan berada diposisi Ibu.


















tbc.







Welkom pebuari~

i know his as ghostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang