15B

40 7 0
                                    

Kufikir, mimpiku ini telah benar-benar berakhir.

---









Aku melenguh, tubuhku terasa begitu kaku. Ada apa ini? Mengapa terasa begitu aneh? Terdengar suara menggema ditelingaku, dan.. disusul dengan sekelebat gambaran-gambaran peristiwa diluar akal sehat. Cukup sudah, aku tidak tahan. Tubuhku tiba-tiba saja terbangun, dengan selimut yang kusibak begitu saja. Mataku, kini sepenuhnya terbuka. Menatap beberapa orang yang.. astaga, siapa mereka?!!

"Ibu!!" Teriakku begitu panik, aku melihat sosok Lee Yoora yang menutup telinga bersamaan dengan lelaki yang berdiri tepat didekatnya.

"Hei, Sungrin-ah.. kau sudah bangun?" Kulihat lelaki yang sebelumnya menaiki sofa itu, kini turun dari sana dan menghampiriku. Aku menatapnya was-was, demi Tuhan aku tidak kenal dia. Siapa dia? Ah tidak, siapa mereka?!

"Eoh, Sungrin-ah.. kau tidak perlu takut. Mereka.." Ujarnya terhenti ketika aku melepas dengan paksa alat-alat yang membalut tanganku. Aku meringis, kemudian melangkah dengan begitu sulit. Lee Yoora, mencegahku. Namun itu tak berpengaruh, aku tidak ingin siapapun. Aku tidak ingin orang asing.

Namun, aku tidak kuat. Kukira aku mampu untuk menghindari mereka, ternyata tidak. Sesuatu menerjang lenganku, kufikir itu bukan Lee Yoora. Tubuhku menegang menatap netranya yang nampak menatapku, namun genggaman itu seolah tertepis dariku begitu saja. Kufikir, kali ini aku akan selamat dan dapat melarikan diri. Irisku lantas beralih pada seseorang yang kini berdiri tepat disampingku, ia terlihat menatap orang yang sebelumnya menerjang lenganku.

"Menjauh darinya." Desis lelaki itu, saat itu juga disambut tawa renyah banyak orang dibelakang kami. Kulihat perubahan ekspresi diwajah lelaki berkulit pucat yang saat ini berdiri didepanku. Lelaki itu tersenyum menatap bergantian kami berdua, kemudian melangkah melewati kami saat sebelumnya sempat menyunggingkan bibir.

Aku tidak tahu apa maksudnya? Yang jelas, ia juga nampak asing bagiku.

"Ya! A-pa yang kau lakukan?" Lelaki disampingku itu berucap dengan dirinya yang menatap lekat tubuhku, aku menatapnya dengan tubuhku yang gemetar. Tanganku menepis tangannya yang berusaha menyentuh pergelangan tanganku, dengan ragu aku kembali menatapnya.

"Siapa kau?!" Tudingku langsung, ia terlihat berhenti mengamati luka ditanganku akibat ulahku sendiri karna tadi terlalu memaksa mencabut imfusan.

"Ada apa denganmu?" Lee Yoora melangkah mendekat, menatapku dengan tatapan aneh. Aku pun menatapnya, dengan ekspresi yang masih sama.

"Kurasa ini wajar." Ujar lelaki didekatku ini, menatap Yoora dengan senyuman. Kemudian beralih padaku, segera kualihkan pandanganku darinya. Nafasku belum kembali seperti biasa, kini aku seakan kesulitan mengatur nafasku sendiri.

"Kufikir ini akibat ketakutanmu terhadap mereka." Aku menoleh menatapnya secara tiba-tiba, ia berucap begitu lembut. Membuat hatiku melunak, aku tidak tahu mengapa?

"Aku.. Park Jimin." Tambahnya dengan senyuman, lagi. Aku terpaku dengan tatapannya, kami saling tatap. Senyumannya itu, membuat kepalaku berdenyut kembali. Namun, sekelebat gambar kondisi peristiwa melelahkan terbayang difikiranku. Bahkan, aku sendiri dapat merasa tubuhku yang semakin gemetar. Peluhku mulai muncul membasahi permukaan wajah. Ada apa ini?

"Dia ada selama ini bersamamu."

"Dia menemanimu dalam kesendirian."

"Melindungimu dari hal yang menakutkan."

"Membuatmu terkejut hanya dengan sentuhannya."

"Selalu punya cara dalam mengusir emosi dan kekalutanmu."

"Membuatmu melakukan hal diluar akal atau batas kemampuanmu yang sebenarnya."

"Membuatmu yang saat itu menjadi arwah, ingin merasakan kematian saat itu juga."

Cukup bagiku untuk mendengar, mataku yang sedari tadi kubiarkan saling bertatap dengannya. Kini terasa begitu perih, sama seperti hatiku yang mengilu. Aku tidak tahu, tetapi ini begitu menyakitkan. Kalimat mereka, seakan membawaku ke dalam sebuah kondisi diluar akal manusia. Diluar perkiraanku. Mataku terpejam, dan saat itu juga air mataku menetes. Tanganku yang basah, perlahan menghangat dengan sebuah genggaman.

"Tidak apa-apa, itu tidak begitu menyeramkan. Kau tidak perlu mengingatnya." Ujarnya yang kemudian kurasakan selanjutnya tubuhku menghangat. Ya, tangisku pecah begitu dirinya semakin mengeratkan dekapannya padaku.

"Ya, aku mengenalmu. Park Jimin, sebagai hantu atau arwah sepertiku. Bukan seorang idol." Ujarku didalam dekapannya, aku membalas pelukannya. Aku tidak tahu mengapa? Yang kurasakan kini adalah ketakutan dengan gambaran-gambaran peristiwa aneh didalam fikiranku bersama dengannya, aku benar-benar takut. Seperti sedang menemukan traumaku sendiri, aku melepas pelukan kami. Menatapnya dengan banjiran air diwajah.

"Aku.. tidak tahu jika, kau juga kembali sepertiku." Ucapku lumayan serak, kulihat ia tersenyum mengusap lembut puncak kepalaku.

"Karna aku tahu, kau membutuhkanku." Ucapnya yang kemudian kembali memelukku.

"Anggap saja, itu mimpi buruk yang kini benar-benar telah berakhir. Bagaimana dengan suratku? Kau suka?" Bisiknya yang dapat kupastikan hanya diriku lah yang mendengarnya, aku tersenyum dan mengangguk dalam dekapannya. Tadinya aku ingin melayangkan protes, namun dekapannya ini membuatku larut dan enggan melakukan itu. Ia hampir saja membuatku gila.. karna, terus memikirkan si pengirim kertas berwarna merah muda itu.

Jadi, ini sudah berakhir? Jika tahu seperti ini akhirnya, seharusnya aku tidak perlu terlalu banyak menumpahkan air mata pada saat itu bukan? Dan tentunya pada saat ini juga. Hm, seharusnya begitu.


















tbc.

welkom juni~

i know his as ghostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang