Naomi berdiri sambil menjulurkan tanganhya. Air hujan mulai membasahi telapak tangannya. Ia menghembuskan nafas gusar. Hari ini semuanya terasa begitu cepat terjadi. Ia ingin segera beristirahat, tapi nyatanya hujan menahannya di sini.
Naomi mendongak ketika tak merasakan tetesan air lagi di telapak tangannya.
"Gibran?" Tanya Naomi memastikan. Pasalnya ia sudah lama tak bertemu dengan lelaki itu.
Sebuah senyuman tergaris manis di wajah Gibran. Ia masih berdiri di depan Naomi sambil memegang payung di tangannya.
"Sendirian?" Tanya Gibran. Naomi mengangguk, seharusnya Gibran tak perlu bertanya pasalnya Naomi benar-benar sendirian sekarang.
"Nggak dijemput?" Tanyanya lagi.
Arin. Hanya satu nama itu yang terlintas ketika Gibran bertanya. Pasti anak itu yang meninggalkannya.
"Aku naik bus." Jawab Naomi asal.
"Mau bareng sampai halte? Kebetulan aku dijemput di halte. Kamu juga nggak bawa payung, kan?" Tawar Gibran. Naomi terdiam berpikir sebentar.
Detik selanjutnya, Naomi mengangguk. Ia bergabung dengan Gibran di bawah payungnya. Satu hal yang ia takutkan adalah jika Gibran ingin tau tentang tragedi kantin yang memalukan menurutnya.
"Tadi nggak ke UKS?" Tanya Gibran.
"Hmm?" Naomi terkejut mendengar pertanyaan Gibran. "Kamu masuk UKS lagi?" Tanya Naomi.
Gibran hanya terkekeh. "Biasalah numpang tidur." Jawab Gibran. Naomi tersenyum. Sudah biasa jika siswa datang ke UKS hanya untuk numpang tidur.
Tak ada percakapan samapi mereka berhenti di halte. "Kamu belum dijemput?" Tanya Naomi pada Gibran yang sedang menutup payungnya.
"Kayanya, sih belum. Nunggu bentar sekalian nemenin kamu nggak papa kali ya. Hehehe." Jawab gibran sambil tersenyum. Naomi menatapnya, senyumnya begitu manis dan tulus.
Tak lama, sebuah mobil berhenti di depan mereka. "Maaf, kayanya aku nggak bisa nemenin lagi deh. Udah dijemput. Kamu nggak papa sendirian?" Tanya Gibran.
Naomi mengangguk lalu tersenyum. Sudah dipayungi sampai halte saja Naomi sangat senang apalagu ditemani. "Nggak papa kok. Makasih ya mau nemenin aku." Jawab Naomi.
Gibran tersenyum lalu bangkit. Ia melangkah masuk ke mobil di depannya.
Naomi sendirian menunggu bus yang tak kunjung datang. Ia membuka ponselnya. Foto Brian masih menjadi wallpaper lock screennya. Ia menghembuskan napas gusar.
"Belom move on?"
Naomi mendongak. Dilihatnya wajah tegas Elang yang kini menatapnya. "Jangan bahas move on! Gue baru aja putus." Jawab Naomi. Emosinya sedang tidak stabil.
"Daripada nangisin tu anak sambil nunggu hujan, mendingan pulang bareng gue." Tawarnya. Naomi masih diam menatap Elang.
"Mau nggak? Gue tinggal lho," ucap Elang sambil melangkah menuju motornya. Naomi masih diam.
"Yakin nggak mau bareng?" Tanya Elang. Naomi masih diam. "Oke. Gue duluan ya." Jawab Elang sambil menyalakan mesin motornya.
"Eh, tunggu!" Cegah Naomi. "Iya, gue bareng." Jawab Naomi. Ia melangkah menuju motor Elang, mengambil mantel dan helm, lalu naik ke bagian belakabg motor lelaki itu. Elang tersenyum sinis.
Motor Elang melaju menembus jalanan yang telah basah oleh air hujan. Sepanjang perjalanan, Naomi terus memikirkan Brian. Putus adalah kata yang ia takuti selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY [Fiksi Remaja]
Novela Juvenil[TELAH TERBIT] BEST RANK #1 in pergi [4 Juni 2019] #1 in hilang [4 Agustus 2018] #1 in kepergian [28 Agustus 2018] "Seperti siklus bulan, yang awalnya sempurna, akhirnya menyabit perlahan." Naomi Fadila. Seorang gadis SMA yang awalnya memiliki hidup...