"BRIAN!!"
Tante Jihan berteriak keras. Ia tak menyangka putranya menghembuskan napas terakhirnya sedetik sebelum operasi dimulai.
Naomi berusaha sebisa mugkin menahan air matanya. Ia ingin menenangkan Tante Jihan yang berada pada kondisi terapuhnya. Antara ikhlas dan tidak, Tante Jihan melihat putranya di bawa keluar dari ruang operasi dengan keadaan tak bernyawa.
-oOo-
Pemakaman Brian dilakukan sore itu juga. Semua hadir kecuali Gibran yang masih dirawat di rumah sakit.
Naomi berdiri di antara Yola dan Aldo yang juga nampak sedih kehilangan sosok kapten basket SMA Nusantara itu. Beberapa kali Naomi menitikan air matanya, berharap bahwa yang dilihatnya hanyalah sebuah mimpi.
Satu persatu pelayat mulai pergi. Tante Jihan, Naomi, Dinda, Yola, Raka, dan Aldo yang masih tersisa di sana. Yola mengisyaratkan pada Naomi untuk pulang, tapi gadis itu menolaknya tegas.
"Gue sama Raka duluan, ya." Ucap Yola sebelum meninggalkan pusara Brian.
Naomi masih melihat nisan atas nama Febrian Arya Dirgantara. Air matanya mengalir, perlahan, kenangan tentang lelaki itu muncul. Indahnya cinta antara mereka sampai mereka harus berpisah.
Aldo merangkul Naomi. "Ayo balik, Nom. Biarkan Brian tenang." Bisiknya lembut. Naomi menurut. Ia menunduk mendekat ke Tante Jihan.
"Tan, Naomi pulang dulu, ya. Brian pasti tenang di sana. Jadi, Tante bisa ikhlasin dia." Ucapnya dengan suara bergetar. Tante Jihan mengelus punggung tangan Naomi.
"Makasih, Nak," jawbnya.
Naomi dan Aldo beranjak dari makam Brian.
"Gue anterin pulang, ya?" Tawar Aldo.
"Anterin gue ke rumah sakit aja." Jawab Naomi.
"Mau ngapain?"
"Ada seseorang yang harus gue jenguk."
"Eum, okelah. Ayo naik!" Suruh Aldo.
Lelaki itu pun segera menyalakan motornya dan melajukanya ke arah rumah sakit.
Aldo mengikuti langkah Naomi yang sudah sangat fasih melewati setiap lorong rumah sakit ini. Sampai Naomi berhenti di sebuah ruang rawat inap. "Lo tunggu di sini aja, gue cuman sebentar, kok." Ucap Naomi sebelum masuk. Aldo mengangguk.
"Lho Naomi." Naomi ikut terkejut ketika melihat Pak Bima keluar dari sana.
"Pak Bima? Ngapain pak?" Tanya Naomi.
"Naomi temennya Gibran?" Naomi mengangguk pelan.
"Oh, saya tetangganya Gibran. Naomi dari pemakaman Brian?" Tanya Pak Bima.
"Iya, Pak. Saya temennya Brian juga."
"Wah syukurlah, kalau begitu, saya titip Gibran ya, Neng. Saya mau melayat dulu, nggak enak kalo nggak liat makamnya." Pamit Pak Bima.
"Oh iya, Pak, nggak papa. Biar saya tungguin Gibran." Jawab Naomi dengan sopan. Pak Bima pun berlalu meninggalkan koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY [Fiksi Remaja]
Ficção Adolescente[TELAH TERBIT] BEST RANK #1 in pergi [4 Juni 2019] #1 in hilang [4 Agustus 2018] #1 in kepergian [28 Agustus 2018] "Seperti siklus bulan, yang awalnya sempurna, akhirnya menyabit perlahan." Naomi Fadila. Seorang gadis SMA yang awalnya memiliki hidup...