Sebelum sampai di rumah, Elang mengajak Naomi untuk menikmati makan di sebuah cafe yang tak jauh dari tempat pemakaman Brian.
Tak ada percakapan antara mereka sampai mereka menghabiskan pesanan masing-masing.
Hari mulai menggelap, Naomi menutup sendok dan garpunya setelah menyelesaikan makannya. Ia menatap ke arah jalan raya yang mulai ramai oleh para warga yang pulang menikmati liburan.
Semburat awan yang disinari langit senja tampak begitu indah, ditambah dengan burung-burung yang beterbangan pulang ke sarang masing-masing. Mereka duduk di lantai dua cafe tanpa atap penutup, sehingga pemabdangan tampak begitu indah.
"Dil?" Panggil Elang pelan.
Naomi mengalihkan pandangannya ke arah Elang sambil tetap tersenyum setelah menikmati keindahan dari atas sana.
"Kok lo seneng sih?" Tanya Elang. "Kan, rencananya gue pengen bikin lo sedih tadi." Lanjut Elang.
Naomi tertawa kecil. "Entahlah. Gue ngga bisa sedih kalo sama lo." Jawab Naomi.
"Cara lo bicara tentang Brian tadi, nunjukin ke gue kalo lo masih sayang sama Brian." Naomi menjeda kalimatnya. "Dengan begitu gue tau, sekalipun Brian udah ngga ada, masih banyak orang yang sayang dan inget sama dia." Lanjutnya.
"Dan sekarang, lo ngasih gue lukisan Tuhan yang terindah." Naomi tersenyum senang.
Elang membiarkan Naomi untuk mengagumi tempat itu selama beberapa waktu. "Balik, yuk!" Ajaknya. Naomi menurut.
-oOo-
Motor Elang menepi di depan gerbang rumah Naomi. Kali ini, Naomi tidak mengizinkan Elang melewati pagar karena tidak ada Pak Bima yag berbaik hati membukakan pagar.
"Masuk, gih!" Suruh Elang.
"Ngga, kamu pulang dulu sana!" Bantah Naomi.
"Elah, tinggal masuk aja susah amat sih?!"
"Lo juga tinggal jalan susah banget sih?!"
"Iya emang susah, harus nyalain motor dulu, ganti gigi baru bisa jalan."
"Jadi cowo cerewet banget, sih?!"
"Udah masuk sana!" Suruh Elang lagi.
Naomi terpaksa masuk ke gerbang rumahnya. Kemudian menatap Elang. "Sekarang jalan!" Suruh Naomi.
"Iya deh, iya!" Jawab Elang kemudian menyalakan mesin motornya, melaju meninggalkan rumah Naomi.
Naomi melangkah sambil bersenandung riang menuju pintu rumahnya. Ia membuka pintu dengan semangat.
Senyumnya mendadak pudar ketika melihat Mama duduk sendu di ruang tamu. "Ma," panggil Naomi lirih.
Mama menatap Naomi kemudian melayangkan sebuah senyuman sendu pada putrinya. Naomi duduk di samping Mama. "Mama kenapa?" Tanya Naomi dengan lembut. Mama menggeleng sambil berusaha untuk tersenyum.
Naomi mengalihkan pandanganya ke meja depan kursi. Ia meraih sebuah amplop coklat yang tergeletak di sana. Mama berusaha merebutnya, tapi Naomi lebih cekatan.
Dibukanya pelan amplop itu. Surat Tuntutan Cerai. Naomi terbelalak tak percaya. Surat itu ditulis atas nama Akbar Yudhistira (Ayah Naomi) ditujukan pada Maylida Azelina (Mama Naomi). Naomi melempar kertas itu sembarangan lalu memeluk erat Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY [Fiksi Remaja]
أدب المراهقين[TELAH TERBIT] BEST RANK #1 in pergi [4 Juni 2019] #1 in hilang [4 Agustus 2018] #1 in kepergian [28 Agustus 2018] "Seperti siklus bulan, yang awalnya sempurna, akhirnya menyabit perlahan." Naomi Fadila. Seorang gadis SMA yang awalnya memiliki hidup...