Cinta itu aneh, tapi yang menjalani jauh lebih aneh!
Gue beneran nyerah! Gue nggak tahu harus gimana lagi sekarang ini. Mas Tedjo berubah! Bukan lagi Mas Tedjo si Culun banyak duit yang jenius, tapi jadi Mas Tedjo yang ganteng dan kerja di perusahaan kece. Akhirnya makin jadi, lah pujian para tetangga buat dia! Sementara gue?
Setelah kejadian kemaren itu Mas Tedjo mulai jaga jarak. Dia nggak akan ngomong kalau nggak penting. Dan juga entah sejak kapan dia jadi punya banyak selir?
Para cewek mulai datang ke rumah. Alasannya berkunjung, lah! Main, lah! Atau konsultasi apa gitu! Gue nggak peduli dan berusaha buat nggak ikut campur, bahkan sekadar nanya doang gue nggak pernah! Gue nggak mau dianggap terlalu mencampuri urusan Mas Tedjo dan kehidupan sosialnya yang baru.
Dan percaya atau nggak, perubahan Mas Tedjo juga menciptakan perubahan baru di diri gue. Rami yang dulu adalah cewek yang nyolot, hobi cari masalah, suka rusuh, dan juga penuh tipu muslihat plus iri dengki pada kakak angkatnya. Sekarang... Rami yang itu udah nggak ada lagi.
Gue berubah!
Gue jadi dingin dan juga cuek dengan semua perubahan Mas Tedjo. Mungkin karena Mas Tedjo yang biasanya sok polos dan nurut itu jadi berubah pemberani gini. Gue nggak sempet shock karena nyatanya dia punya banyak rahasia.
Cowok-cowok tengil yang dulu ganggu gue juga akhirnya nurut ke Mas Tedjo. Mungkin bener dia punya sesuatu yang dia sembunyikan!
"Kenapa kamu baru balik?" Mama melotot di depan pintu. Gue merengut. Rutinitas gue yang disalahkan akhirnya nongol lagi.
Gue celingukan. Mas Tedjo nggak ada.
"Baru nemu bis, Ma. Tadi ada demo supir bis, jadi pada mogok kerja."
Mama melotot. "Trus kenapa nggak bilang? Tahu gitu kan bisa Mama jemput, atau masmu yang jemput kayak biasanya."
Gue menggeleng. "Nggak apa."
Mama menghela napas, lalu menyentuh pipi gue. Mama nggak segalak itu, kok! Kalau udah tahu apa yang terjadi, biasanya Mama lebih memilih diem dan jadi lembut.
"Kok badanmu panas, Nak?"
Gue mengangguk. "Rami emang berdarah panas, Ma."
Mama menggeleng kencang. Kayaknya gue emang nggak enak badan. Soalnya tadi di sekolah gue ngantuk berat dan napas gue rasanya panas. Tapi karena nggak ada waktu buat mengeluh, gue diem aja.
"Ayo makan, trus minum obat!" Mama menarik lengan gue masuk. Gue nurut. Gue makan meski nggak nafsu, juga minum obat dan tidur.
Lamat-lamat gue mendengar suara Mas Tedjo dan Mama di luar sana.
"Djo, adekmu baru pulang tadi. Katanya nggak dapat bis karena ada demo. Badannya juga agak panas."
"Adek sakit, Ma?!" Suara Mas Tedjo terdengar panik.
"Iya, iya! Jangan panik gitu, ah! Udah makan dan minum obat dia. Mungkin udah tidur juga. Anak itu akhir-akhir ini jadi makin kurus dan juga pendiam, ya? Kamu tahu kenapa, Djo?"
"Tedjo nggak tahu, Ma. Tapi kalau Mama pengen tahu, nanti Tedjo cari tahu."
Cari tahu gimana, ngomong aja udah jarang! Halah, dustamu, Mas!
"Dia juga udah nggak pernah protes lagi. Dia ada masalah apa, ya, Djo? Dari dulu Mama kan tahunya dari kamu kalau ada apa-apa. Mama kerja, jadi kamu yang selalu jagain dia dari kecil. Bahkan sama yang tumbuh bareng sejak kecil aja dia jarang cerita, apalagi sama Mama yang nggak punya banyak waktu gini!"
Gue jadi merasa bersalah sekarang. Untung aja gue udah pura-pura tidur!
"Papamu nanya juga nggak pernah sampe dalem-dalem gitu! Sekarang usia adekmu udah mulai rawan-rawannya, Djo. Dia bukan cewek yang hobi jahilin anak tetangga sampe nangis lagi. Sekarang dia udah kenal dunia luar sana. Mama percaya dia nggak bakalan nakal dan bikin aneh-aneh, tapi orang di luar sana kan Mama nggak tahu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya... Mas Tedjo
Novela JuvenilGue nggak tahu, lho kalau akhirnya bisa punya saudara. Kali ini kisahnya lebih miris. Mirip di sinetron-sinetron tentang anak pungut yang akhirnya jadi pemeran protagonis lalu dianiaya. Tapi masalahnya... kenapa gue yang harus jadi pemeran antagonis...