Prolog

98 4 5
                                    

Goresan tinta di buku tak pernah cukup untuk menuliskan semuanya, puisi yang indah kalah indahnya dengan kita yang sedang bersama menikmati senja, senandung merdu pun tak cukup merdu ketika kau memanggil namaku. Entahlah, mungkin karena kau terlalu, terlalu sulit untuk didefinisikan melalui kosakata yang menumpuk di pikiranku.

Aku ingin mencintaimu dengan sewajarnya. Tidak dilebih-lebihkan yang nantinya akan membuatku jatuh ke lubang terdalam sebuah pengharapan dan tidak mengurangi hakikat cinta itu sendiri. Sederhana saja.

Hai, Tuan. Aku tahu kau tidak begitu menyukai tulisan apalagi membacanya, kau lebih suka menonton film ataupun mendengarkan musik yang sesuai dengan keadaan hatimu. Tetapi, aku harap kau akan menyukai ini. Cerita-cerita yang kutulis ini.

Setidaknya, jika kelak rambut ini memutih dimakan usia tulisan ini tidak akan berubah, ia tetap kukuh menyisakan memori-memori tentang kita. Tapi kita hanya dapat bergantung dengan satu, namanya takdir. Dia bisa saja terus mempertemukan kita di waktu yang sama atau malah membuat kita sepakat memilih untuk saling melupa.

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang