Langit tampak seperti permadani yang dibentangkan, seluruhnya berwarna biru kelam kehitaman. Tidak ada sedikitpun tanda yang menyiratkan bahwa mentari masih bersinar di sana beberapa waktu yang lalu. Malam turun lebih cepat hari ini, dengan transformasi yang tidak menyenangkan. Tidak ada rembulan, tidak ada bintang, bahkan tidak ada awan-awan yang berarak di kejauhan. Langit seolah kehilangan seluruh penghuninya. Memandang langit seperti ini mengingatkan akan sesuatu –sensasi yang ditimbulkannya hampir mirip, rasanya seperti berada di tengah lautan, hanya saja bukan laut cantik dengan warna biru terang bermandikan sinar mentari yang biasa dinikmati para penyelam, melainkan laut abyssal yang sepenuhnya berwarna hitam. Hanya biru kehitaman, begitulah yang terlihat sejauh yang bisa dipandang dari balkon losmennya.
Sandra menggeleng lambat. Ia sudah nyaris lupa kapan terakhir kalinya melihat langit dengan warna seburuk itu, tapi seingatnya, saat terakhir kali terjadi itu bukanlah suatu pertanda yang bagus. Hal ini tidak sepenuhnya benar dan Sandra pun sudah sering kali menolak untuk mengakuinya, tapi jauh dalam lubuk hatinya, ia bisa merasakan semacam perasaan yang menghubungkannya dengan angkasa. Langit seolah memiliki kendali tersendiri terhadap dirinya, semacam sugesti temporan yang berganti seiring dengan berubahnya cuaca. Secara umum bisa dikatakan bahwa simbiosis itu membawa keuntungan untuknya, seperti ketika ia menemukan ide cermelang untuk tema karya ilmiah di sekolahnya dan ketika untuk pertama kali ia memenangkan hadiah utama sebuah undian –meski itu hanya sekedar lotre chiki murahan, tetap saja itu berarti sebuah mukjizat bagi dirinya yang tidak pernah memenangkan undian apapun, semua itu berlangsung saat cuaca sedang cerah.
Tetapi, seperti halnya semua hubungan yang pernah terjalin, selalu ada sisi positif dan negatif, seperti kedua sisi koin. Bukan berarti setiap kali langit murung menandakan akan ada bencana untuknya, tapi kebanyakan, saat ada kejadian yang tidak mengenakan dalam hidupnya, langit seolah tahu dan ikut berduka. Meski sudah beberapa tahun berlalu, gambaran langit saat peristiwa pemakaman ibunya terjadi masih sangat jelas, seolah kejadian itu baru kemarin terjadi dan bukan sudah lama berlalu. Ia ingat bagaimana keadaan langit saat peti ibunya diturunkan dari mobil jenasah dan diusung menuju tempat peristirahatan terakhirnya. Langit terlihat bagai lautan kelabu, awan-awan besar dan hitam bergerombol membentuk formasi di sepanjang cakrawala, seolah tidak lama lagi akan muncul badai besar. Hari masih siang tapi matahari tertutup seluruhnya, bahkan sinarnya sekali pun tidak sanggup menembus ketebalan awan. Ini versi lain gerhana –gerhana yang sama langka dan menyeramkannya– dari yang selama ini diketahui orang-orang.
Ia sendiri tidak ingat pakaian apa yang dikenakannya –ia hanya memakai apa yang disediakan, tapi ia menyadari hampir seluruhnya pelayat yang datang mengenakan kostum hitam. Mereka berjalan sendiri-sendiri atau berpasangan, semuanya berlindung di bawah naungan payung dengan warna yang sama pekatnya dengan pakaian mereka. Gambaran ini melekat kuat dalam ingatannya, membentuk lukisan kematian dengan warna latar yang sama buramnya. Mungkin itu bukanlah pertama kalinya ia melihat langit seburuk itu, tapi entah mengapa jika berpikir tentang langit yang kelam, gambaran itulah yang selalu muncul di benaknya.
Ia tidak akan bisa memastikan seberapa kuat langit menghipnotisnya, tapi dari pengalamannya selama ini, ia sadar bahwa langit cukup kuat untuk melakukannya. Atau sebenarnya, ia yang cukup kuat untuk menerimanya.
Sandra tersadar dari lamunannya dan kembali menatap angkasa. Langit terlihat lebih terang dan indah bila dibandingkan dengan langit yang ada dalam memorinya, tapi tetap saja mereka tampak lebih jelek daripada langit mendung biasanya. Firasat buruk mulai membayangi pikirannya seperti bayangan yang terpantul dari gumpalan awal hitam. Sandra mendesah frustasi. Ia tahu bahwa ia bisa mengandalkan firasatnya pada hal-hal tertentu karena firasatnya menyimpan lebih banyak kebenaran daripada yang sanggup dijelaskan dengan kata-kata. Bisa dikatakan bahwa firasatnya adalah semacam indra tambahan yang tak terlihat, yang juga berfungsi untuk melacak hal-hal tak kasat mata; semacam sistem sonar yang dimiliki para paus untuk meraba jalan diantara kegelapan dasar laut. Ia tahu –tahu begitu saja– bahwa firasatnya benar, karena memang hampir setiap kali seperti itu, dan justru di situlah letak permasalahannya. Firasatnya hanya berfungsi sebagai alarm yang akan berbunyi jika ada bahaya atau hal sebaliknya, tanpa bisa mencegahnya jika sesuatu itu memang ingin datang.
YOU ARE READING
Soul of Promise
FantasySandra, seorang gadis delapan belas tahun dengan kemampuan supranaturalnya, bertemu dengan seorang arwah tampan tak beridentitas. Demi kesehatan finansialnya, Sandra telah berjanji dalam hatinya untuk tidak lagi berurusan dengan hal-hal gaib dan mem...