10. Dimensi

2 0 0
                                    

Pagi ini Sandra bangun dengan segar, tidurnya yang meski hanya beberapa jam bersih dari mimpi. Dan terkadang, melihat sesuatu yang enak di pandang di pagi hari memang sungguh bermanfaat secara psikologis.

Devone sudah kembali berada di kamarnya ketika ia bangun pagi ini. Seperti yang pernah ia katakan sebelumnya, ia memang mengizinkan roh itu untuk keluar masuk seperti jam buka matahari, namun tidak seperti biasanya, pagi ini ia agak terlambat bangun.

"Tidur nyenyak, Tuan Puteri?" kata Devone.

"Tidak ada yang bernama Tuan Puteri di sini." jawab Sandra sambil lalu. Sambil menyeduh kopi, Sandra berpikir, rasanya Devone tidak pernah benar-benar memanggilnya dengan namanya sendiri.

"Kutebak bahwa kau memimpikanku lagi semalam?"

Sandra berbalik untuk menatapnya. "Aku memang bermimpi, tapi sayangnya, bukan dirimu."

Devone mengangkat bahu. "Sayang sekali, bukan mimpi indah kalau begitu."

Sandra menaikan alisnya. "Apa?"

Devone melihat ke sekeliling ruangan, "Aku tidak melihat ada arwah lain di sini. Tapi entahlah," Devone mengangkat bahunya, "aku memang tidak pernah bertemu dengan arwah lain dimanapun. Mungkin cuma aku yang tidak bisa melihatnya."

Sandra menatapnya seolah ia berbicara dalam bahasa planet. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan."

"Seharusnya kau memberitahuku jika ada arwah lain di sini."

Sandra meletakan cangkir kopinya di konter. "Tapi memang tidak ada arwah lain disini." kata Sandra heran.

Devone mundur ke arah dinding. Nada suaranya terdengar malas-malasan ketika berbicara, "Kalau begitu dengan siapa kau berselingkuh?"

Sandra terdiam untuk beberapa detik sebelum berikutnya tawanya menggema ke seluruh ruangan. Devone menunggunya di pojokan tanpa sedikitpun merasa ada lucu.

Sandra masih memegangi perutnya ketika berkata, "Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau katakan. Tapi coba katakan padaku, bagaimana seseorang yang tidak punya pacar bisa berselingkuh?"

"Aku pikir kemarin kau bilang bahwa kau tidak bermimpi seperti kebanyakan orang, bahwa mimpimu selalu berupa pertanda." kata Devone menuduh.

"Memang begitu." kata Sandra sambil menyeruput kopinya yang masih mengepul.

"Kalau begitu, siapa yang kali ini kau mimpikan mengingat tidak ada arwah lain disini selain diriku?"

Sandra mau tak mau tersenyum begitu memahami apa maksud perkataan Devone. "Kau berpikir terlalu jauh." kata Sandra. "Waktu aku bilang bahwa aku tidak bermimpi tentang dirimu, itu bukan berarti sama sekali tidak ada hubungannya denganmu."

"Kalau begitu, jelaskan." kata Devone.

Sandra menghela nafas. "Yah, aku memang belum sempat menjelaskan apa-apa kemarin. Duduklah."

"Tidak, jangan di situ." kata Sandra begitu melihat Devone melangkah ke pojok ruangan. "Kau bisa duduk di manapun, selain di ranjangku."

Devone mengangkat bahu dan kemudian memilih untuk duduk di meja belajarnya yang langsung membuat Sandra memutar bola matanya.

"Seperti yang kukatakan kemarin, aku menduga bahwa aku melihat kehidupanmu semasa kau masih menjadi manusia."

"Kau menduga?" sergah Devone. "Kemarin kau bilang bahwa kau yakin."

"Yah, setelah kemarin aku tidak melihat apapun selain hitam pekat, sekarang aku tidak terlalu yakin lagi." kata Sandra. Ia heran mengapa arwah yang melupakan segalanya bisa mengingat dengan jelas apa yang dikatakannya.

Soul of PromiseWhere stories live. Discover now