12. Keajaiban

2 0 0
                                    

Pagi ini cerah dan cukup nyaman mengingat betapa menyengatnya hari-hari di musim kemarau. Awan-awan putih besar bergumpal memenuhi langit dengan warna putihnya yang cemerlang.

Sandra sudah selesai membaca keseluruhan buku-buku itu, atau lebih tepatnya, ia sudah selesai membacanya dengan melompati beberapa bab yang berisi uraian membosankan yang tidak ada habisnya. Tapi yang terpenting adalah ia sudah menemukan apa yang diharapkan akan ditemukannya. Beberapa saat bersama Devone membuatnya sadar akan satu hal; jika ia menginginkan pembicaraan, maka ia tidak bisa mengharapkan pria itu yang akan memulainya.

"Bulan terang terdekat dari sekarang akan jatuh pada tanggal 3 penanggalan masehi. Saat itu fullmoon, purnama. Pada hari itu, kita akan mencoba melakukan satu-satunya cara yang tersisa untuk mengetahui masa lalumu." ucap Sandra, "Dan, entah beruntung atau sebaliknya, hari itu jatuh pada malam ini."

Devone menatapnya tanpa minat, "Kau yakin akan melakukannya?"

Sandra mengangguk.

Semenjak Devone mengetahui bahwa ia tidak memiliki pekerjaan, bahwa satu-satunya pekerjaannya sekarang adalah menemukan masa lalunya, di luar dugaan, Devone menjadi murka. Ia sendiri kaget melihat Devone yang tiba-tiba mengamuk ketika mengetahui hal itu. Bagaimana mungkin seseorang marah-marah ketika ada seseorang yang ingin menolongnya?

Devone berdalih bahwa mereka hanya akan menghambur-hamburkan waktu mencari masa lalu yang tidak nyata, bahwa ia tidak pernah hidup sebagai manusia dan memang tidak memiliki masa lalu sama sekali. Devone bersikeras agar Sandra menjalankan hidupnya sebagaimana mestinya dan berhenti terobsesi dengan menemukan masa lalu yang baginya tidak penting.

Tapi, bertolak belakang dengan harapan Devone, hal ini justru semakin membangkitkan semangat Sandra. Sejak arwah keras kepala itu menolak untuk mempercayai bahwa dirinya adalah arwah gentayangan, maka Sandra akan semampu mungkin membuktikan bahwa dirinya salah, bahwa mimpi-mimpinya itulah yang nyata. Dan satu-satunya cara adalah dengan membuatnya mengingat kembali masa lalunya. Lagipula, ia sekarang memiliki tambahan waktu sebulan lagi, sebelum ia benar-benar harus bekerja sungguhan.

Sandra kembali berkata, "Setelah kuhitung-hitung, untuk mencapai urat bumi terdekat dari sini perlu waktu sekitar enam jam. Dan itu berarti kita harus berangkat sebelum sore, karena kereta akan menjemput tepat tengah malam."

Sandra merobek kertas catatan kecilnya dan meletakkan buku itu di meja, kemudian ia bangkit dan mulai menyiapkan benda-benda yang dibutuhkannya. Devone masih terdiam di tempatnya cukup lama sampai kemudian ia memutuskan untuk bertanya.

"Ke mana kereta itu akan membawa kita?"

"Ke masa lalumu."

Devone menaikan sebelah alisnya, "Kereta macam apa itu?"

Sandra tersenyum memamerkan giginya, "Daripada bertanya padaku, lebih baik kau lihat sendiri nanti malam."

"Apa kau yakin cara ini akan berhasil?" kata Devone.

"Tidak ada yang tahu jika tidak mencoba. Dan," Sandra menekankan kata itu sedemikian rupa, bermaksud agar Devone tidak membantah perkataannya, "kalau boleh kusarankan, sebaiknya kau mulai siap-siap dari sekarang."

"Mulai? Memangnya apa yang harus kupersiapkan?"

Dirimu, jawab Sandra tanpa suara sambil menunjuk dadanya.

Sandra mulai berjalan mondar-mandir ke sekeliling ruangan, mengambil satu di sana, sebuah di sini. Melingkari kalender, menggunting artikel, memberi ceklis pada daftar sembari mengamati kolom di bawahnya. Detik berikutnya ia beralih ke rak buku di sebelahnya. Tangannya menelusuri buku demi buku, matanya menyapu judul demi judul dengan cepat. Setelah tiga kali menyusuri deretan buku itu, ia yakin kalau buku yang dibutuhkannya tidak ada di sana. Ia ingat ia masih membacanya beberapa minggu yang lalu, tapi di mana... ia mulai mengingat-ingat di mana ia meletakkannya. Ia berjalan ke arah meja depan, menyingkirkan semua koran dan majalah, tapi buku itu tidak ada di sana. Mungkin saja ia tidak sadar meletakannya di rak makanan, tapi setelah mengosongkan seluruh bahan, ia tetap tidak bisa menemukannya. Ia juga tidak menemukannya di kamar mandi ataupun di kolong dapur. Akhirnya, setelah mengeluarkan seluruh isi lacinya, ia menemukan apa yang di carinya terselip di bawah pakaian di lemarinya. Ia tidak sadar Devone memperhatikannya sedari tadi.

Soul of PromiseWhere stories live. Discover now